Ally Wooden - Part 36

790 89 13
                                    

Malam itu, Ally duduk termangu di Window Seat memandang keluar dari ketinggian tempatnya berada saat ini. Gemerlap lampu kota New York yang seolah tak pernah tidur, sementara itu Paul sedang menyiapkan makanan di dapurnya. Entah mengapa para pria metropolis suka bermain pisau di dapur tampaknya. Selain Gail, Paul Walton juga pria yang bisa meracik bahan makanan hingga menjadi makanan lezat yang menggoyang lidah.

Dia kembali dengan dua porsi daging panggang, medium rare untuknya dan welldone untuk Ally. Dia juga melengkapi sajian malam itu dengan dengan dua gelas Wine terbaik yang ada di rak minuman Paul.

"Makanlah, kau tampak kurus sekali sekarang." Ujar Paul, sementara Ally hanya menatapnya. Setelah mandi dan bergati pakaian dengan kaos milik Paul yang tentu saja terlihat over size pada tubuh kurus Ally.

Paul bahkan sudah memotong-motong daging dalam potongan yang lebih kecil agar Ally mudah memakannya, tidak perlu memotong lagi. Tapi gadis itu tetap saja tidak tampak berselera. Pikirannya berkecamuk tak tentu arah. Di satu sisi dia bahagia bahwa yang menemukannya adalah Paul Walton, pria yang tidak mungkin menyakitinya atau memanfaatkannya. Tapi di sisi lain, Paul Walton adalah tunangan wanita lain, Jane Monarez. Bagaimana dia bisa makan dan tidur di rumah pria yang sudah bertunangan? Dimana perasaannya sebagai seorang wanita.

Paul tampak mulai memakan makanannya, mereka berdua menikmati makan di tempat selain meja makan sambil memandang  keluar, pemangandan New York dimalam hari yang menakjubkan. Meskipun tempat itu akan jadi tempat yang sempurna untuk bercinta, tapi baik Ally maupun Paul tidak berani membayangkannya dalam situasi seperti ini.

"Terimakasih untuk kebaikanmu." Ujar Ally di sela makan malam itu, dan Paul tampak tersenyum sekilas.

"Makan dan istirahatlah dengan cukup." Jawab Paul.

"Aku akan pergi besok pagi." Ally menatap Paul dan pria itu memperlambat kunyahannya.

"Secepat itu, mengapa?" Alis Paul berkerut. "Kau tidak nyaman tinggal di sini?" Tanya Paul.

Ally menghela nafas dalam, hingga tulang-tulangnya seolah terangkat dan otot-otot lehernya menyembul di balik kulit putihnya. "Kau pria yang sudah bertunangan, apa yang akan terjadi jika orang tahu kau menyembunyikan gadis lain di rumahnya." Ujar Ally polos, tak pelak itu membuat Paul tergelak, dia bahkan harus menutup mulutnya dengan pungung tangan.

"Ally, ini New York, persetan dengan anggapan orang. Kau bahkan tidak mengenal siapa tetanggamu, who's care."

"Aku tidak ingin Mss. Monarez berpikir macam-macam tentang kita." Ujar Ally kemudian.

Paul menaikkan alisnya. "Oh, rencana pernikahan kami di majukan by the way." Paul melempar kalimat yang keluar dari topik sebenarnya, tapi itu justru membuat Ally tersedak makanannya. Dia terbatuk-batuk  seketika.

"Hei,... pelan-pelan." Paul mengambil gelas wine dan memberikannya pada Ally.

"Sorry." Ujar Ally begitu dia bisa menenangkan dirinya.

"Kau tersedak karena aku mengatakan soal rencana pernikahanku?" Goda Paul , senyum setipis kertas jelas terpancar di wajahnya. Tentu sebuah kebahagiaan bagi Paul mengetahui bahwa Ally sebenarnya menaruh hati padanya, hanya saja gadis itu terlalu berkeras hati menyangkalnya.

"Tidak, itu sangat baik." Ujar Ally.

Paul tersenyum lebar sekilas. "Mungkin aku akan bicara pada Jane untuk menjadikanmu brides maid.  Aku akan sangat senang melihatmu di pelaminan." Goda Paul, meski dia berujar dengan ekspresi datar, seolah dia benar-benar menginginkan itu terjadi.

"No!" Tolak Ally tegas.

"Kau tidak akan hadir di pernikahanku sedangkan kau ada di New York?"

"Tidak." Tolak Ally sekali lagi.

"Aku memang pernah mencintaimu Mss. Wooden, tapi kau terus menolakku dan sekarang aku sedang berbahagia karena pada akhirnya aku bisa menerima takdirku, harusnya kau bahagia untukku." Gumam Paul, cukup keras hingga Ally bisa mendengar.

"Aku akan membawa makanan ini ke dapur." Ujar Ally sambil beringsut turun dari window's seat

"Kau bahkan baru memakan beberapa potong. Apa kau tidak suka rasanya?" Tanya Paul.

"Tidak, bukan begitu. Aku hanya merasa sudah cukup kenyang." Gadis itu hanya berusaha menghindari mendengar Paul tampak bahagia membicarakan pernikahan di depannya.

"Ok." Paul membiarkannya pergi. Dan saat Ally sudah berbalik dan berjalan menjauh, senyum lebar terlihat menghiasi wajah Paul, dia bahkan menenggak habis wine di dalam gelasnya, seolah ingin merayakan kemenangannya atas Ally Wooden.

___________________________________

APA SUDAH SEMAKIN PANAS SODARA SODARAAA???

Yang masih pengen up mana suaranya??

Ally WoodenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang