6. Sebuah Jebakan

245 69 8
                                    

Sambil memegang sebuket bunga, aku berjalan bersama Seoho ke kamar Leedo. Aku sebenarnya tidak ingin hubunganku dengan Leedo terkesan baik, tapi tidak ada salahnya juga memberikan sedikit hadiah kecil supaya aku tidak dianggap tidak peduli padanya. Walau pada kenyataannya aku tidak peduli. Aku malah senang ia mendapatkan karma lebih awal karena menghukum mati Millie dalam mimpiku.

"Apakah Lady sudah makan?"

Aku terlalu larut dalam pikiranku sampai begitu terkejut mendengar ucapan Seoho. "Sudah. Bagaimana denganmu?"

"Belum sempat," ia nyengir.

"Aku kan sudah bilang bahwa kau tidak boleh melewatkan makan. Seharusnya kau makan dulu sebelum menjemputku. Aku bisa pergi kapan saja."

"Tapi Putra Mahkota menginginkan kunjungan hanya pada jam tertentu."

"Aku tidak mengerti kenapa kau begitu patuh padanya," aku menggeleng-gelengkan kepala.

"Karena aku sudah bersumpah padanya. Aku sudah bersumpah akan mengabdi padanya."

Aku menghela napas. Beruntung Leedo memiliki seseorang yang setia padanya. Aku ingin memiliki seseorang seperti itu juga.

Aku sampai di ambang pintu kamar Leedo. Baiklah, aku akan menyelesaikan urusan ini dengan cepat. Aku akan memberikannya bunga ini lalu mendoakan kesembuhannya, dan aku bisa pergi. Aku tidak akan lama-lama berada di sini.

Pintu terbuka lebar dan aku masuk sendirian ke dalam. Aku membungkuk memberi salam padanya. Ia tidak terlihat seperti habis kecelakaan. Dia memang memakai beberapa perban dan plester, tapi tampaknya ia segar saja. Aku tidak sengaja melihat ada banyak hadiah bertumpuk di ruang tamunya ini. Aku jadi tidak enak hanya memberikan sebuket bunga. Tapi biar saja, untuk apa aku memberikan kesan yang baik?

"Silakan duduk," suara beratnya terdengar lelah. Di atas meja di sisi kanannya bertumpuk berbagai dokumen. Sepertinya sakit begini pun ia masih bekerja?

Aku memberikan buket bunga pada seorang pelayan dan aku duduk di depannya. Di atas meja yang memisahkanku dengannya sudah ada beberapa cangkir dan makanan manis. Sehingga begitu aku duduk, teh langsung dituangkan ke cangkir di depan masing-masing dari kami.

"Bagaimana keadaanmu, Yang Mulia?"

"Aku tidak mengatakan aku sudah baik-baik saja, tapi aku tidak bisa bersantai."

"Bukankah Yang Mulia harus beristirahat untuk pemulihan yang cepat?"

"Tidak ada waktu untuk itu."

"Baiklah. Kalau begitu aku mendoakan Yang Mulia untuk mendapatkan kesembuhan yang cepat."

"Terima kasih. Maaf aku harus membaca beberapa dokumen. Minumlah dulu dan makan sebelum pergi."

Aku meminum isi cangkirnya untuk menghormatinya. Tapi aku tidak ingin berlama-lama. Aku sedikit mengamatinya dan ia tampaknya benar-benar kelelahan saat membaca kertas-kertas di sisinya. Kenapa aku malah khawatir? Dia habis kecelakaan dan segera langsung bekerja sebelum pemulihan tubuhnya. Walaupun wajahnya segar, tapi sepertinya ia sebenarnya sangat lelah. Tapi ini kan sudah kewajibannya! Jangan merasa khawatir, ke depannya pun ini yang akan ia lakukan. Anggap saja latihan untuknya.

"Kalau boleh tahu, apakah ada masalah tertentu sampai Yang Mulia memaksakan untuk bekerja?"

Leedo menatapku dan aku langsung menunduk. Benar, ini bukan urusanku.

"Maaf kalau aku terlalu ikut campur. Hanya saja jika ada yang bisa aku bantu, aku tidak keberatan. Pada dasarnya ini adalah sebuah kejadian yang tidak diinginkan," lanjutku cepat.

ANSWER (ONEUS & ONEWE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang