17. Khawatir

251 68 48
                                        

Selama seminggu aku tidak beranjak dari istanaku sama sekali. Memang sedang tidak ada banyak rapat jadi aku hanya mengerjakan beberapa pekerjaan remeh sambil belajar. Aku lihat Ravn sengaja menambah ksatria untuk berjaga di istanaku dan aku mulai merasa berterimakasih padanya. Mungkin ia tidak seburuk itu? Mungkin ia memang sedang menjagaku?

"Yang Mulia, Pangeran Ketiga meminta izin untuk masuk."

Seorang dayang mengucapkan itu padaku saat aku sedang belajar di ruang kerjaku di istana Ratu. Aku menutup buku yang aku baca dan meminta dayang untuk mempersilakan CyA masuk, juga untuk menyiapkan teh. Ia sudah kembali dari perjalanannya keluar negeri ya?

CyA masuk dan langsung memburu untuk menghampiriku yang sudah pindah duduk di sofa. Ia menangkup pipiku seolah mengecek sesuatu. Ia juga mengamatiku dari atas ke bawah, pokoknya ia terlihat seperti sedang mengecek keadaanku.

"Ada apa denganmu?" tanyaku heran.

"Kau tahu apa hal pertama yang tidak sengaja aku dengar dari para ksatria begitu menginjakkan kaki di istana setelah pergi selama sebulan setengah? Pelaku penyerang Ratu kabur. Aku kaget karena, pertama! Ada yang menyerangmu. Dan kedua! Mereka kabur. Aku langsung segera ke sini bahkan tanpa mengganti pakaianku. Kenapa kau tidak mengatakannya padaku sama sekali? Kenapa tidak ada surat yang ditujukan kepadaku tentang itu?"

"Bagaimana aku bisa mengatakannya padamu? Kau kan hanya pergi sebulan setengah dan ada Pangeran Ravn di sini. Kejadiannya juga minggu lalu dan kau pasti sedang di jalan. Lagi pula pelakunya sudah ditangkap saat itu jadi aku kira tidak perlu membesar-besarkan masalahnya."

"Yang Mulia Ratu yang terhormat," CyA mencubit pipiku. "Ini masalah besar. Benar-benar besar. Raja tidak ada di sini dan kau hampir saja celaka. Ini tidak bisa ditangani setengah-setengah. Apalagi mereka kabur! Aku akan mengerahkan pasukan dan memberikan hukuman mati pada mereka. Juga pada siapa pun yang berniat mencelakaimu. Aku bersyukur kau baik-baik saja tapi jangan berniat menghalangi niatku. Ravn juga sudah setuju."

Aku tersenyum. CyA tampak begitu khawatir dan hal itu terlihat menggemaskan. Orang-orang sekitarku sudah maklum dengan bagaimana dekatnya aku dengan CyA sehingga aku dengannya sudah tak perlu lagi sembunyi-sembunyi untuk menghilangkan sapaan ini. Di mata orang-orang aku dan CyA sudah tampak seperti saudara.

"Kalau Pangeran Ketiga menginginkan itu, aku bisa apa selain menerimanya?"

"Bagus," CyA duduk di sebelahku dan ia menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Kau pasti lelah baru kembali setelah perjalanan panjang ya?"

Tanganku terangkat dan aku mengelus kepalanya. Terkadang ia seperti anak anjing yang suka dielus. Dan ia tampaknya menikmatinya.

"Daripada lelah, aku lebih khawatir padamu yang memilih diam saja dan membiarkan masalah ini begitu saja," CyA memejamkan matanya dan menghela napas. "Aku dengar tidak ada surat dan pemberitahuan yang ditujukan pada Leedo. Bagaimana bisa kau tidak membiarkan Leedo untuk tahu? Bagaimana bisa kau diam saja?"

"Pelakunya adalah kekasihnya. Ia mencintai kekasihnya dan aku bukan siapa-siapa di matanya. Aku pasti tidak akan mendapatkan pembelaan atau perlindungan apa pun."

"Ya, kau benar. Untungnya ada Ravn di sini. Aku bisa sedikit tenang karena melihat ksatria di sini bertambah. Jadi banyak juga yang mengelilingi istana untuk melihat apakah ada penyusup lagi."

"Aku berhutang banyak pada kakakmu."

Aku akui, aku memang berhutang nyawa padanya. Terlepas dari perdebatan yang terjadi, Ravn tetap yang menyelamatkanku. Tapi setelah hari itu, ia tidak menyinggung lagi soal Yonghoon. Ia malah berperilaku seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal ia setiap hari datang untuk mengecek keadaanku.

ANSWER (ONEUS & ONEWE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang