Part 20

610 76 0
                                    

Hampir satu minggu liburan di pulau pribadi milik Min Suga. Ji-eun sangat menyukai liburan ini, ah lebih tepatnya dia menyukai perjalanan honeymoon yang sudah Suga buat untuk dirinya. Taktik yang sangat cerdas untuk menggaet seorang wanita seperti Ji-eun. Sebenarnya dia tidak bodoh, sungguh tidak mudah meluluhkan hatinya seperti yang Suga lakukan padanya. Ji-eun termasuk sulit dikendalikan oleh pria mana-pun termasuk tidak mudah membawa dia di atas ranjang. Dia paling membenci kegiatan itu yang disangkut pautkan untuk bisnis. Bukan tipikal wanita murahan tidur sana-sini untuk meningkatkan bisnisnya.

Hari ini, ada sumringah yang nampak dari Ji-eun ketika melintasi bawahannya, melenggang anggun menuju kantornya. Terlihat bahagia, semua orang mengira bahwa atasannya tengah jatuh cinta dan sangat menikmati honeymoon seminggu tanpa ada gangguan pekerjaan, tanpa ada sangkut pautnya tentang balas dendam yang sudah di tugaskan. Dalam sepekan dia hanya menjadi wanita biasa yang hidup damai dengan suaminya. Apakah perlu ditekankan bahwa Ji-eun jatuh cinta pada Suga? Bukankah sudah jelas bagaimana ia tersenyum kepada setiap orang yang menyapa. Wajahnya nampak lebih berseri.

Aneh rasanya, menunggu layar ponselnya menyala dan berharap ada nama Suga yang tertera. Ini baru 3 jam berpisah, Suga fokus pada proyeknya dengan perusahaan Dubai sedangkan dia harus ke kantor cabang yang berada di Seoul. Kantor utama di Eropa bisa ia tangani dari jarak jauh sehingga dia bisa leluasa pergi kemana saja tapi bisa memantau bisnisnya.

30 menit terasa gila menunggu Suga menelfon. Berkali-kali juga ia gelisah memegangi benda kecil itu dan mengetik nama Suga, tinggal menekan tombol hijau sudah tersambung dengan lelaki yang jauh disana. Kali ini dia melempar ponselnya di meja, tidak peduli lecet atau pecah, dia bisa membeli ponsel yang baru. Segera ia menutup laptopnya, tidak ada gunanya ia mencoba fokus. Pikirannya dipenuhi imajinasi liar oleh Suga.

Setelah menaham umpatan. Benda kecil itu berbunyi. Ji-eun mengangkat telfon setelah tahu Suga yang menelfon.

"Apakah nanti kau pulang cepat?" Tanya Suga.

"Hmmmm.... Kenapa?" Tanya Ji-eun berpura-pura acuh walau sedari tadi dia menggigit bibirnya karena menahan teriakannya.

"Aku hanya ingin kau pulang cepat agar kita bisa makan malam di rumah berdua."

"Apakah aku perlu masak?"

"Sepertinya iya. Aku rindu masakan-mu."

Apakah kau juga merindukanku? Sial sekali, Ji-eun hampir saja mengatakannya.

"Kenapa tidak menutup telfonnya? Apa kau merindukan aku, sayang?"

Pipi Ji-eun memerah malu. Bahkan saat ini ia tersipu malu.

"Tidak. Siapa juga yang merindukanmu? Apa kau sudah gila?"

"Mengakulah kalau kau ingin melakukan kegiatan itu lagi, kan?"

"Sialan kau!" Ji-eun mengumpat sebenarnya masih ada lanjutannya.
"Sialan kau, bagaimana kau bisa tahu jika aku menginginkannya lagi."

Sebelum bibir ini tak dapat terkontrol, Ji-eun menutup telfonnya. Kedua tanggannya menekan dadanya yang berdetak kencang, begitu memburu.

"Apakah aku jatuh cinta?" Dia bertanya pada ruangan yang hening.

*****

Ini masih pukul 6 sore, Ji-eun sengaja pulang lebih awal menyiapkan makan malam. Dia membayangkan ekspresi Suga saat melahap hasil masakannya, Suga selalu mengatakan biasa saja tapi terlihat sangat menyukainya bahkan sering kali meminta tambah.

Sesampainya di rumah, dia meletakkan hasil buruannya di supermarket, siap berperang dengan peralatan dapur. Sebelum itu, dia pergi ke kamarnya, mengganti baju santai agar lebih nyaman saat memasak. Ketika keluar dari kamarnya untuk menuju dapur, ia melihat seseorang duduk di sofa menonton tv. Dari arah belakang, nampak bukan Suga. Perlahan Ji-eun mendekati lelaki itu, lelaki itu menoleh kebelakang menunjukkan senyuman mengerikan.

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang