Tuan Muda Gila 05

4.5K 285 6
                                    

Mentari kini muncul dari ufuk timur, cahaya yang mulai menerangi alam semesta dan membangunkan semua penghuni bumi termasuk aku.

Kusambut pagi dengan senyuman manis mengawali pagi yang indah dengan kebahagiaan.

Segera aku masuk kedalam kamar mandi membersihkan diriku yang sudah bau bangkai.

•••

Selanjutnya aku segera membuka pintu menuju kamar Denis yang ada disebelah kamarku.

Perlahan aku membuka pintu kamarnya melihatnya yang masih tertidur dengan pulasnya.

Aku menarik kursi didekat nakas mencoba duduk disebelahnya seraya memandangi wajah tampan Tuan muda gilaku.

Perlahan matanya terbuka menatapku dengan tatapan sayu. Perlahan aku memegang dahinya namun.

"Astagfirullah! Denis demam yah!" Aku sungguh terkejut mendapati Denis yang demam padahalkan tadi malam tidak apa apa tapi kan namanya juga sakit bisa datang tiba tiba.

"Denis gak papa kok." Ucapnya dengan nada lirih. Bibirnya yang terlihat pucat, matanya yang berair dan juga tatapannya yang begitu sayu membuatku tak tega melihat keadaannya.

"Denis tunggu disini yah!" Aku langsung berlari beranjak dari dudukku keluar dari kamarnya menuju dapur.

Aku segera mengambil air hangat untuk menurunkan suhu tubuhnya. Aku tak menggubris Bi Iyem yang bertanya kepadaku saking paniknya diriku.

•••

Aku masuk kedalam kamar melihat Denis yang masih berbaring. Menatapnya dengan tatapan penuh arti.

Aku segera mengambil kain yang kubawa bersama dengan air hangat yang tadi ku bawa dari dapur lalu menariknya diatas dahinya. Aku menggenggam tangan yang begitu hangat sesekali menciumnya.

"Denis harus sembuh yah! kalau gak sembuh nanti Denis gak bisa main."

"Teman jangan pernah ninggalin Denis yah!" Denis tersenyum kepadaku tentu saja aku membalasnya dengan anggukan dan senyuman.

Setelah beberpa jam aku bersama Denis panasnya sudah mulai menurun. Namun detik itu juga aku tak kunjung melihat wanita kurang bahan itu.

"Sebentar yah, Dina mau ngambil makanan Denis." Aku keluar dari kamar untuk mengambil bubur yang ku minta pada Bi Iyem.

Namun langkahku terhenti saat Sheila mencekal pergelangan tanganku. Aiss gadis ini.

"Ada apa lagi sih!" Pekik ku dengan memutar bola mata malas.

"Judes amat sih!, dasar gadis norak!" Sheila menatap ku dengan tatapan meremehkan.

"Kamu tuh! Pakai baju kayak kurang kain saja!" Balasku dengan senyum mengejek.

"Ihh! Berani banget luh yah!" Sheila ingin menamparku namun aku segera menangkap tangannya dengan sigap.

"Kalau masih bocah jangan banyak tingkah!" Cibirku tanpa melepaskan tangannya malahan aku semakin memperkuat genggamanku.

"Loh kata gua bocah! Gue gak salah denger nih, seharusnya loh tuh yang bocah!" Balasnya

"Kamu itu cuman jago kandang, jadi jangan sok sok an." Aku langsung menepis kasar tangannya dan langsung menuju dapur.

"Loh bakalan nyesel!" Tangan Sheila mulai mengepal menatapku dengan mata memerah.

•••

"Denis bangun dulu yah!" Aku membantu Denis menyandarkan tubuhnya.

Lalu mulai mengambil sesendok bubur untuk menyuapinya.

"Aaakk!" Denis membuka mulutnya lebar lebar dan mengunyah bubur tersebut.

"Bagaimana? Enak?" tanyaku memastikan karna tidak ada ekspresi dari wajah senang ataupun marah.

Denis mengangguk baru kali ini dia tidak begitu banyak bicara padaku. Denis yang sekarang terlihat sangat lemah.

Setelah beberapa menit aku menyuapinya makan akhirnya Denis bisa tidur kembali setelah memakan obat yang kuberikan.

Selanjutnya aku kembali turun kebawah untuk menyimpan mangkok kotor bekas makan Denis. Terlihat Sheila sedang duduk diatas sofa sembari memainkan handphonenya.

"Dasar wanita kurang bahan!" Entah kenapa aku begitu tak senang jika ia ada disini.

•••

"Gimana non? " tanya Bi Iyem

"Denis udah tidur Bi." Jawab ku sembari meletakkan mangkok kotor tersebut ditempat cuci piring.

Namun tiba tiba saja handphoneku berbunyi seperti panggilan masuk. Kulihat tertera nama yakni Pak Samat ketua RT dikampungku.

"Halo? Assalamualaikum pak!"

[Waalaikumsalam salam nak]

"Ada apa toh pak?"

[Gini nak...em Ibu sama Bapak kamu]

"Ada apa dengan Ibu dan Bapak saya pak?"

[Mereka sudah meninggal dalam kebakaran rumahmu nak]

"A p a.."

Terasa tubuh ku begitu lembek, Aku jatuh ke lantai terasa hatiku teriris pedih, dada yang nampak begitu sesak dan air mata yang tiba tiba saja jatuh tanpa aba aba.

"Agggrrr! Hiks hiks!" Aku terus menangis melihat Bi Iyem yang terkejut dengan teriakanku.

"Ada apa toh non?" tanya Bi Iyem melihatku yang sudah menangis tersedu sedu.

"Hiks hiks Bi, orang tuaku meninggal!" Aku semakin menangis tak terima terima kenyataan yang aku dengar dari Pak Samat.

"Innalillahi wainnailahi rojiun, yang sabar yah non!" Bi Iyem langsung memelukku.

"Aku harus pulang Bi!" Aku langsung melepaskan pelukan Bi Iyem dan beranjak berlari menaiki anak tangga menuju kamarku untuk mengambil beberapa barang.

"Bi tolong jagain Denis yah!" Aku langsung mencium tangan Bi Iyem dan langsung bergegas keluar dari rumah tersebut menuju terminal.

"Iya non, pasti Bibi jagain." ucap Bi Iyem

"Kasian Non Dina." Bi Iyem menatap pundak yang sudah mulai menjauh.

"Si Dina itu kenapa Bi?" tanya  Sheila

"Orang tuanya meninggal non!" Jawab Bi Iyem.

'Rasain loh!" Batin Sheila mengejek.

•••

Aku sudah sampai dikampung melihat rumahku yang hangus terbakar api.

"Nak orang tuamu disana!" Pak Samat sembari menunjuk rumah berwarna hijau.

Aku segera berlari melihat sekerumunan orang yang ada didalam rumah itu. Terlihat ada dua orang yang diselimuti kain putih.

"Ibu! Bapak!" Aku memeluk keduanya tak percaya bahwa mereka telah meninggalkanku selamanya.

"Hiks, hiks, ibu kenapa ninggalin Dina sendirian?" Aku menangis tanpa henti begini kah yang dinamakan keadilan Ya Allah dalam sekejap engkau mengambil kedua orang yang kusayang melebihi hidupku sendiri.

"Aargg! Hiks hiks." Kulihat wajah keduanya sudah  tak berbentuk. Membuat tangisanku pecah seketika begitu tragis mereka meninggalkanku.

"Yang sabar yah, orang tuamu sudah tenang disana." ucap seorang wanita.

Semua orang menatapku dengan tatapan begitu iba. Tak ingin rasanya berpisah dengan keduanya namun kami sudah beda alam. Mataku begitu sembab hingga aku hampir tak melihat.

Selanjutnya keduanya dimandikan lalu disholatkan dan dikuburkan. Ya Allah kenapa begitu cepat engkau mengambil keduanya dariku.

_Bahkan orang kita cintai juga akan diambil oleh Allah swt entah kapan atau bagaimana_

       ~Andina Dwi Maharani~

Tuan Muda Gila [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang