Tuan Muda Gila 09

4K 244 3
                                    

Malam mulai menyelimuti langit terlihat senja yang sudah menghilang dari pandangan mata. Angin malam mulai menusuk tulang tulangku tak sadar air mataku luruh jatuh dari pelupuk mata.

"Aku merindukannya Ya Allah," Aku mulai mengelus elus perlahan kedua lenganku.

"Kembali kan dia padaku," Aku menatap langit malam yang begitu gelap sembari terisak.

"Seandainya saja waktu bisa terulang kembali, ingin rasanya mengulang kembali kenangan yang pernah ku lewati bersamanya." Dadaku begitu sesak napasku yang mulai tak beraturan.

Terus menangis hanya itu yang kulakukan hingga aku beranjak berjalan menuju kasurku. Aku mulai merebahkan tubuhku sembari menarik guling untuk dipeluk.

'Tok tok tok' suara ketukan pintu menggema diseluruh ruangan dan handle pintu berputar menampakkan seorang wanita paruh baya yang berjalan mendekat kearahku segera aku menyembunyikan wajahku diantara guling yang kupeluk.

"Nak?" Bu Rina duduk didekat ku sembari mengelus pundakku.

"Nak? Apakah kau sudah tidur?" Bu Rina terus mengelus pundakku tanpa henti sembari terus bertanya.

"Nak, Ibu tau kamu sedang bersedih dan patah hati sebab kamu mencintai Denis kan?" Tak terasa pundakku mulai bergetar hebat tak terasa tangisanku terdengar.

"I-bu," Aku langsung memeluk Bu Rina sembari terisak dalam pelukannya.

"Dina udah nggak kuat bu, Dina capek!" Tangisanku semakin menjadi jadi mengeluarkan rasa pedih yang kutanggung sendiri.

"Dina ingin pulang saja!" Aku mengeratkan pelukanku.

"Dina jangan bilang begitu yah! Dina jangan ninggalin Ibu sendirian," Tak terasa Bu Rina juga ikut menangis.

"Dina itu anak Ibu, jadi jangan ninggalin Ibu,"

"Tapi Bu.." Diriku sudah tak sanggup berkata kata hingga hanya tangisan yang terdengar didalam kamarku.

Hingga aku tertidur dalam pelukan Bu Rina. Segera Bu Rina membaringkan tubuhku kembali sembari menatap lekat wajahku yang begitu sendu dengan mata bengkak dan wajah yang memerah.

"Maafkan Ibu Nak," Bu Rina langsung beranjak pergi dari kamarku.

°°°

Pagi mulai menyapaku yang kini sudah bersiap dengan pakaian apa adanya. Selanjutnya aku pun turun kebawah menuju meja makan disana terlihat Bu Rina yang tengah duduk menungguku.

"Mari Nak!" Bu Rina langsung menyambutku dengan senyuman.

"Selamat pagi Nak," Bu Rina langsung memelukku yang tengah duduk didekatnya.

"Pagi juga Bu," Aku langsung membalas pelukannya sejenak lalu melepaskannya .

Kemudian Bu Rina melihat Denis yang baru saja masuk kedalam rumah dengan keringat bercucuran dan bertelanjang dada. Makin jatuh cinta aku tuh!.

"Denis sini!" panggil Bu Rina.

Segera Denis mendekat dan duduk berhadapan dengan Bu Rina yang menatapnya dengan tatapan serius dan Denis dengan tatapan Datarnya.

"Ada apa mah?" Tanya Denis sembari mengambil dua tumpuk roti yang ada di depannya dan mengoleskannya dengan selai coklat.

"Kamu ini masih belum sembuh total Nak, jadi kenapa kau tak istirahat di kamarmu saja! Bukannya keluyuran seperti ini!" gertak Bu Rina mata yang begitu menyorot kearah Denis.

"Terserah!" Denis tetap melanjutkan makannnya dengan datar sedangkan aku tetap saja masih diam melihat anak dan Ibu ini sedang cekcok.

"Sudahlah aku mau pergi kerja," Denis langsung beranjak pergi tanpa menatap kearahku mungkin dia muak dengan ocehan Ibu nya.

"Yang sabar yah Bu," Aku mengelus elus pundakku Bu Rina yang tengah menahan amarahnya sembari menangguk kearahku.

Setelah itu aku pun keluar menuju taman depan untuk melakukan kegiatan yang menjadi favoritku yakni menyiram bunga.

Sedangkan Bu Rina dan Bi Iyem sedang keluar sebentar dengan alasan ada urusan dan Denis yang masih belum berangkat bekerja.

Namun hampir selesai pekerjaan yang kulakukan itu terhenti akibat kedatangan Sheila.

"Hahaha! Kasian banget sih si pengasuh sekarang jadi pembantu!" cibir Sheila.

Aku menatap dengan tatapan tajam namun mulutku tak mengeluarkan kata satu pun.

"Apa?! Mau ngelawan!" Sheila langsung melipat tangannya didepan dadanya sembari tersenyum bengis.

"Oh iya lupa kalau si pembarani udah jadi penakut," ejek Sheila sembari menyentil kasar kepalaku. Namun masih saja belum ada respon dariku.

"Loh itu punya mulut atau nggak sih?!" pekik Sheila sembari mendorongku yang membuatku tersungkur jatuh ke tanah.

"Hiks hiks, nangis juga luh!" tak terasa air mataku jatuh saat rasa sakit hati yang belum terobati bertambah karna ejekan Sheila.

"Hiks hiks, kamu kenapa sih?" air mataku terus berjatuhan dari pelupuk mataku entah kenapa diri ku begitu cengeng.

"Nggak kenapa kenapa Kok," jawab Sheila dengan senyuman bengis.

"Sheila!" Terlihat seorang pria yang dari belakang Sheila sehingga membuat Sheila menoleh seketika.

"Sayang?" Sheila langsung berlari kearah pria tersebut yang tak lain Denis.

Namun kedua kalinya penolakan terjadi membuat Sheila jatuh akibat dorongan kuat dari Denis. Segera Denis mendekat ke arahku dengan tatapan datar.

Lalu ia mengangkatku ala bridel styel sontak membuatku terkejut bukan main sedangkan Sheila hanya bisa ternganga dengan adegan yang ia lihat.

"Pergi kau sekarang dari sini!" usir Denis sembari menatap dengan tatapan mematikan.

"Tapi.." Sheila tak melanjutkan perkataannya saat melihat Denis yang sudah memperlihatkan sorot mata mematikan. Sedangkan aku masih tak percaya dengan apa yang kualami sekarang ini.

Kemudian Denis membawaku masuk kedalam rumah dan menurunkanku diatas sofa ruang tengah.

Denis segera beranjak pergi meninggalkanku sendirian ruang tengah mungkin dia sudah ingin berangkat ke kantornya dan tak berkata kata sedikit pun  kepadaku menanyakan kondisi atau apa kek.

Tak sadar senyumku mengembang dengan sendirinya tak percaya dengan sikap Denis yang tadi barusan kurasakan. Uwwu!.

Aku pun langsung berlari menuju kamarku menguncinya rapat rapat dan melompat lompat diatas kasur dengan girangnya melupakan sejenak kesedihan yang kualami. Mungkin itu hanya hal kecil yang dia lakukan padaku tapi itu semua sudah membuatku sedikit bahagia dan tidak sepenuhnya Denisku berubah masih ada kebaikan di dalam lubuk hatinya untuk diriku.

Sedangkan Aku tak tau apa yang membuatku jatuh cinta kepada seorang pria yang begitu cuek, dingin, pemarah dan berdarah dingin.

Sedangkan disisi lain Sheila yang begitu marah dengan perlakuan Denis terhadapku hanya bisa melampiaskan kemarahannya kepada barang barang disekitarnya.

"Arggg!" Sheila berteriak histeris mengacak ngacak rambutnya frustasi.

"Aku membencimu Dina!" Barang yang ada di dekat Sheila langsung ia lempar di dinding kamarnya hingga semua pecahan barang berserakan di lantai.

"Kenapa harus dia yang mendapat perhatian dan pembelaan dari Denis, kenapa?!" Suara isakan tangis menggema dikamar Sheila.

"Kau jahat Denis!" kata Sheila lirih.

"Kau tega padaku!"

Napas Sheila yang terengah engah, mata merah yang begitu mengerikan dan kepalan kedua tangannya. "Aku belum kalah Dina, ini baru saja permulaan permainan!" Sheila kembali tersenyum devil menghapus kembali sisa air mata yang membekas di wajahnya.

Tuan Muda Gila [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang