Tuan Muda Gila 42

2.7K 141 1
                                    

POV: Denis

Kini aku dan Dina sudah duduk disofa dalam kamarku sebelum ponselku berdering nyaring diatas meja nakas sehingga aku kembali berjalan mengambil ponsel tersebut.

"Halo Aril,"

"Kau sudah sampai? Kalau begitu tunggu aku dibawah saja,"

{......}

Aku pun menutup telpon tersebut beralih pandang menatap Dina yang kini menunduk menatap roti tersebut.

Aku mulai kembali menjatuhkan bobot tubuhku didekat Dina yang masih duduk terdiam tanpa sepatah kata. Tangan kini terangkat mengelus pipi berisi mililnya yang begitu lembut sangat lembut.

"Istri ku tersayang kenapa lagi? Hmm," Aku beralih memegangi dagunya menggeser ke samping hingga kami bertemu pandang.

Dina menyipitkan matanya menatapku dan dahinya yang mulai berkerut.

"Apaan sih," Dina langsung menepis pergelangan tanganku dengan lembut mengerucutkan bibirnya dan menyilangkan tangannya didepan dadanya.

"Ihh masih ngambek yah," Aku mencuil sedikit bagian bawah dagunya dengan tersenyum jail kearahnya.

"Nggak tau tuh," Dina langsung mengalihkan pandangnnya kearah lain tanpa melepas tangannya yang masih menyilang di depan dadanya.

"Bener nih nggak tau," Aku kembali mencuil bagian pinggang Dina hingga ada hentakkan terkejut mungkin dia geli.

"Ihh nggak usah cuil-cuil deh," sarkasnya tanpa memandangku.

"Jangan ngambek dong," Aku mulai mengalungkan tanganku pada tangan kanannya memohon agar dirinya tidak ngambek lagi.

"Pelasin nggak," Dina melototkan matanya kearahku bukannya takut tapi malah aku ingin mencubit dan mencium wajahnya yang kini terlihat imut sekali.

"De---," ucapan Dina terpotong saat Aku yang refleks mencium bibir mungilnya yang sedari tadi aku tahan agar tak mencium bibir mungil itu.

"Nis," Dina terkejut namun bisa melanjutkan kalimat memanggil namaku dengan tatapan kearahku masih dengan mata melotot tak percaya.

"Apa? Udah jangan ngambek lagi," ucapku yang menaik naikkan sebelah alisku menatapnya.

"Kamu yah, ihhh rasain nih." Dina memukul ku pada bagian pundak namun pukulannya begitu halus hingga tak ada yang aku rasakan. Dasar istri bunglon.

"Sebentar yah aku mau turun kebawag dulu," Aku berubah pikiran mengingat aku harus segera menyuruh Aril melakukan sesuatu. Aku pun beranjak segera keluar dari kamarku menuju lantai bawah. Sedangkan Dina masih tidak menjawab hanya memandangi ku yang kuanggap 'iya' untukku.

ººº

POV: Author

Dina mengerucutkan bibirnya menatap pintu yang kini sudah tertutup. Dina ingin sekali di suapi oleh Denis tapi Denis yang begitu tak peka sekali.

"Ihhh punya suami kok pekaan banget sih," gerutu Dina dengan menghentak kakinya.

"Aku maunya tuh disuapin," ucap Dina dengan rengekan kecil menyertai.

"Udah aku mau sarapan aja biar aku makan sendirian aja," Dina langsung mengambil roti tersebut tanpa sadar kalau roti tersebut berisikan selai kacang.

Dina mengunyah roti tersebut dengan lahapnya tanpa menduga bahwa ia telah menelan kacang. Dua roti hampir habis hingga Dina merasakan sesuatu yang aneh. Yah sesak napas dan gatal gatal.

"Hah-hah-hah, Denis," Napas Dina kini berubah sesak. Memegang dadanya yang sesak tak bisa bernapas.

"Ka-cang," Dina mengangkat roti kedua itu yang sudah setengah habis menyadari jika yang ia makan adalah kacang.

Tubuhnya mulai bergetar dan air mata yang mulai turun menahan dada yang sepertinya sudah kehabisan napas.

Dina terkulai ke lantai karna sudah tak sanggup bicara hanya air mata yang terus membanjiri pipinya.

Tubuhya mulai kejang kejang dengan napas yang masih sesak. Dina tersiksa dia tak berhenti kejang kejang.

ººº

POV: Denis

Aku kini sedang duduk disofa saat Aril yang tidak terlalu lama menungguku sudah ada didepannya.

"Apa ada perkembangan Aril?" tanyaku pada Aril.

"Masih belum ada Tuan," jawabnya.

"Pastikan dia tidak curiga," ucapku.

"Baik Tuan, saya akan pastikan semua itu." jawab Aril menunduk hormat.

"Dan yah aku ingin menyuruhmu mencetak sesuatu," ujarku yang langsung berdiri pergi.

"Akan ku kirimkan lewat whattsap saja," Aril hanya mengangguk ngangguk paham sesaat aku sudah menaiki anak menuju kamarku kembali entah Dina sudah sarapan apa belum.

ººº

Aku membuka pintu kamarku mencari sesosok wanita yang kini tak ada duduk disofa.

Jantungku terasa terhenti saat melihat Dina yang kini kejang kejang tak karuan diatas lantai kamar kami.

"Dina!" Aku berlari ke arahnya yang masih saja kejang kejang tak karuan.

Aku membawanya membawanya diatas pahaku walaupun dirinya masih tak berhenti kejang kejang.

"Aril!!" Aku berteriak sekuat tenagaku berharap Ario belum pergi.

Terdengar suara langkah kaki begitu cepat benar saja Aril belum pergi.

"Ada apa tuan," Napas Aril terengah engah mendapatiku yang  sudah duduk diatas lantai.

"Nona muda kenapa tuan," Aku belum menjawab Aril sudah bertanya duluan.

"Cepat hubungi dokter, sekarang!" Aril merogoh saku celananya mengambil sebuah benda pipih.

"Bertahan yah sayang," Aku menggenggam erat tangan Dina yang memandang kearah lain dengan kosong. Tak terasa air mata ini jatuh, mataku yang sudah memerah menahan air mata akhirnya tumpah juga.

Tuan Muda Gila [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang