POV: Denis
Denis kianza Dirgantara siapa yang tak mengenalku. Hari ini adalah hari keduaku masuk bekerja kembali setelah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan sedikit luka berbekas di kepalaku.
"Selamat pagi pak!" Semua karyawan menunduk hormat kepadaku saat diriku mulai menginjakkan kakiku di kantor.
"Wah bapak sudah sehat yah! Setelah beberapa tahun ini tak masuk bekerja memimpin perusahaan," ucap seorang karyawan pria membuat menghentikan seketika langkah ku.
"Beberapa tahun?" Aku mengerutkan dahiku mendengar ucapan karyawan pria tersebut.
"Iya pak kan dulu bapak.." ucapan karyawan tersebut terpotong saat Aril sekertarisku sekaligus kaki tanganku menyela ucapannya.
"Kan Tuan Denis sempat mengalami kecelakaan selama hampir satu bulan bukan beberapa tahun Tuan. Mungkin saja karyawan tersebut salah ucap Tuan," jelas Aril sembari melirik ke arah karyawan tersebut.
"Pergi sana!" Aril langsung mengusir karyawan tersebut dengan kasar hingga membuat karyawan tersebut pergi.
"Kau tak berbohong kepadaku kan Aril?" Diriku memang tak percaya dengan apa yang Aril katakan seperti ada yang ia tutup tutupi karna melihat dari tingkah dan gerak geriknya yang mencurigakan.
"Ah! Mana mungkin saya berani berbohong kepada Tuan Denis," jawab Aril sembari tersenyum kikuk.
"Jika aku tau kau berbohong aku tidak akan segan segan membunuhmu Aril meski kau adalah kaki tanganku," ancamku seraya menatap dengan tatapan tajam sedangkan ia hanya membalasnya dengan senyum kikuk.
Aku segera melanjutkan langkah yang tadinya terhenti meski hati ini masih ada yang terganjal namun tak ku pedulikan.
°°°
Aku segera berkutak dengan alat alat di kantorku mulai menandatangi berkas berkas hingga saling menelpon dengan klien dan masih banyak lagi.
"Aril!" panggilku yang masih sibuk memeriksa berkas berkas.
"Iya Tuan," Aril langsung masuk ke dalam ruanganku sembari berlari tergesa gesa.
"Dimana berkas yang di berikan pak Broto? tanyaku tanpa melepaskan kacamata minus yang bertengger di hidung mancungku dan fokus pada apa yang ku kerjakan.
"Pak Broto membatalkan kerja samanya Tuan," jawab Aril dengan menunduk hormat membuatku yang langsung mendengarnya menatap tajam ke arah Aril.
"Membatalkan?" Aril langsung mengangguk cepat tanpa melihat ke arahku.
"Cepat datangi kantornya dan bakar saja si Broto itu! Beraninya dia melanggar kontrak!" gertakku sembari menahan amarah yang mengebuh gebuh.
"Baik Tuan!" Aril langsung beranjak pergi meninggalkan ku setelah mendapatkan perintah dariku.
Yah memang diriku tak suka dengan orang yang melanggar janji jika bukan kerugian yang aku timbulkan maka kematian lah yang akan menjemput seseorang tersebut membuatku cukup terkenal dengan sikap berdarah dinginku sehingga seseorang yang ingin bekerja sama denganku harus memikirkannya matang matang atau tidak tanggung akibatnya jika melanggar janji.
Namun semua itu tak menyurutkan perkembangan perusahaan yang aku bangun dengan kerja keras diriku malahan itu membuat banyak orang patuh kepadaku dan tunduk dibawah perintahku.
Tiba tiba saja telponku berdering membuatku menghentikan sejenak pekerjaanku dan langsung mengangkat telpon tersebut.
"Halo, ini siapa"
{.....}
"Hah! Jadi kau lagi, sekarang mau mu Apa?"
{.....}
"Apakah kau tak punya malu hah!"
{.....}
"Dasar sialan!"
Aku langsung melempar telpon tersebut ke arah dinding kantorku membuatnya langsung hancur lebur. Amarahku sudah tak tertahan, dadaku yang mulai naik turun dan sorot mata membunuh.
Aku mulai menarik napas kembali memulai menenangkan diriku sendiri beraninya seseorang menantang Denis kianza Dirgantara dia tak tau apa yang bisa aku lakukan.
Setelah kemarahanku sedikit merendah aku langsung kembali duduk sembari mengetuk ngetuk pena di meja kerja ku memikirkan hal hal aneh yang terjadi hari ini kepadaku. Aku mencoba mengingat ingat namun hanya bayangan hitam yang kulihat dalam pikiranku sulit untuk menebak.
"Kenapa aku tak bisa mengingat apa apa," Aku mulai merasakan sakit yang luar biasa di kepalaku membuatku mengeram kesakitan.
"Arggg!" Aku langsung menekan kepalaku mencoba menghilangkan rasa sakit luar biasa yang aku rasakan.
"Tuan?!" Kulihat dalam bayangan samar ada seorang pria berlari kepadaku sembari mengambil sebuah segelas air putih ke arahku dan langsung menyodorkannya ke arahku.
Segera aku mengambil air tersebut dan meminumnya hingga tandas membuat ada perubahan yang terjadi kepada kepalaku. Ternyata pria itu adalah Aril yang baru saja sampai setelah melaksanakan tugas yang aku berikan.
"Hampir saja, untungnya aku sampai tepat waktu kalau tidak." Aril terlihat khawatir setelah melihat keadaanku dan menggantungkan ucapannya.
"Ah! Aku tidak akan mati muda Aril," aku sudah tau maksud dari perkataan Aril.
"Hehehe tuan bukan itu," elak Aril sembari terkekeh kecil.
"Tidak ada yang lucu Aril, kenapa kau tertawa." Aku langsung menatap sinis ke arah Aril yang langsung menghentikan kekehannya.
Hampir setengah hari aku bergelud dengan bisnis membuat ku lupa bahwa waktu semakin larut hingga aku segera bergegas pulang menuju rumahku.
°°°
Akhirnya aku pun sampai di rumah setelah pak Suli supir pribadiku membuka kan pintu mobil. Namun langkah ku terhenti saat mendengar teriakan dan isak tangis dari dalam rumah membuatku mempercepat langkah kakiku.
Terlihat Mamaku yang tengah menarik Dina dari Sheila yang mencekiknya tanpa ampun.
"Sheila!" Aku langsung menampar 'plak' pipi Sheila begitu keras bukannya tak menghargai seorang wanita tapi Aku tak tinggal diam jika harus melihat Dina tersakiti entah aku begitu iba melihatnya tersiksa.
"Apa apain ini?!" Aku langsung melototkan mataku ke arah Sheila yang masih menatapku dengan mata yang memerah. Sedangkan Dina yang sudah tersungkur ke lantai dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.
"Kau yang apa apaan Denis?!" Air mata Sheila langsung jatuh sembari menatap Dina dengan tatapan ingin membunuh.
"Berani nya kamu menamparku didepan Dina!" pekik Sheila sembari menunjuk Dina yang masih menangis syok seraya memegang lehernya yang ditutupi hijab.
"Apa kau sudah gila Sheila?! Kau hampir saja membunuhnya!"
"Aku memang sudah gila dan semua itu karna mu Denis! Karna kau!" bentak Sheila dengan tangisan.
"Pergi sekarang kau dari sini!" Aku langsung menatap Sheila dengan tatapan menahan amarah.
"Dan aku sungguh muak dengan drama mu!"
"Aku mencintai mu Denis," lirih Sheila. Namun aku tak menghiraukan ucapannya hingga penjaga rumah menyeretnya keluar.
Aku perlahan memijat pelan pelipisku frustasi sedangkan Mamaku masih menenangkan Dina yang masih saja menangis.
"Sudah yah Nak, sudah." Mamaku masih saja memeluk Dina yang duduk diatas lantai sembari mengelus puncak kepalanya yang dibalut hijab.
Aku langsung mengacak ngacak rambutku dan beranjak pergi tanpa berkata kata meninggalkan mereka untuk melepaskan penat di tubuhku ini.
Biarkan Mama dan Bi Iyem yang menenangkan Dina sudah cukup hari ini aku mendapat masalah hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda Gila [COMPLETED]
Romance⬅️[FOLLOW! BARU BACA] ➡️[VOTE! SESUDAH BACA] Denis Kianza Dirgantara lelaki yang menghabiskan hampir 3 tahun hidupnya dengan ketidak warasannya akibat kecelakaan di masa lalu. Namun hidupnya berubah setelah seorang gadis yang awalnya datang sebagai...