POV: Denis
Setelah aku mengantar dokter keluar segera aku menyuruh salah satu penjaga rumahku untuk menebus obat di apotek terdekat dari kediamanku.
Dan aku bergegas kembali masuk kedalam rumah menyusul Mama dan Bi Iyem yang berada dalam kamar Dina.
°°°
"Bagaimana Mah? Apa dia sudah sadar?" tanyaku sembari mendekat ke arah Mamaku yang tengah duduk di samping Dina yang masih terbaring lemah.
"Belum Nak," jawab Mamaku.
Sedangkan Bi Iyem langsung keluar untuk mengurusi kegiatan yang ada dirumah yang masih tertunda.
"Kalau gitu Denis pergi dulu," Aku pun langsung keluar dari kamar Dina menuju kamarku untuk membersihkan diriku yang begitu lengket.
°°°
Aku menghembuskan napas kasar saat air shower mulai mengenai tubuh ini. Rasa air begitu hangat dan menenangkan membuatku memejamkan mata melepas semua lelahku.
Hampir 30 menit aku selesai membersihakn diriku. Segera aku keluar dari kamarku menuju kamar Dina tepat disamping kamarku.
Melihat apa Mama masih berada didalam kamar tersebut.
°°°
Perlahan aku membuka handle pintu melihat apakah Mama masih ada didalam.
"Mah?" Aku mengintip dari balik pintu kamar namun hanya Dina yang masih belum sadar di sana dan aku tak menemukan Mamaku. Membuatku langsung menutup pintu kamar Dina dan segera turun ke bawah.
Namun lagi lagi langkah ini terhenti di saat penjaga rumah menghampiriku.
"Tuan ini obatnya," ucap penjaga tersebut sembari menyodorkan kantong kresek putih.
Aku langsung mengambilnya dan menyuruhnya segera pergi dengan terpaksa aku harus kembali masuk ke dalam kamar Dina.
Aku pun meletakkan kantong kresek tersebut diatas nakas yang dekat dengan kasur Dina. Namun kali ini tak ingin melangkah pergi seperti ada rasa yang menarik untuk berdiam diri di sana.
Lalu aku menjatuhkan bobot tubuhku di kursi samping Dina terbaring. Aku menatap setiap lekat wajahnya yang begitu cantik, ada rasa yang berdesir dihati ini seperti rasa begitu sakit melihatnya dengan kondisi seperti ini.
"Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa kau begitu tak asing bagiku?" Aku bertanya tanya sendiri dan terus menatap wajah Dina yang begitu sendu.
"Apakah kita pernah bertemu sebelum ini?"
"Mungkin kah kau seseorang yang spesial?" Entah kenapa mulutku terus mengeluar kan pertanyaan yang tak masuk akal dalam pemikiranku.
Aku segera menggeleng gelengkan kepalaku dan kembali berdiri meninggalkan Dina.
"Apa aku ini sudah gila?" ocehku sembari menuruni anak tangga.
"Seandainya saja Tuan muda tau," Aku mendengar ucapan yang keluar dari mulut Bi Iyem membuat kali ini berhenti menguping.
"Bahwa.." ucapannya tak berlanjut saat menoleh melihatku yang tengah menguping pembicaraan mereka.
"Eh! Tuan muda," Bi Iyem langsung menghentikan aktivitas yang ia lakukan dan juga Mamaku.
"Sini Nak," Mamaku langsung menepuk sofa tempat ia duduk.
Segera aku langsung duduk di dekat Mamaku dan juga untuk menanyakan apa yang tadinya mereka bicarakan.
"Tadi Mama sama Bi Iyem bicara apa?" tanyaku menatap mereka bergantian.
"Ah, tadi kami bicara tentang keluarga Bi Iyem Nak." Jawab Mamaku menatap Bi Iyem seperti memberi kode.
"Ya kan Bi Iyem," Mamaku menaut nautkan kedua alisnya sembari tersenyum.
"Iya Tuan," sambung Bi Iyem juga disertai senyuman.
"Dina kan?" ucapku.
"Ah..anu.." Mamaku terlihat ketakutan saat aku menyebut nama Dina. "Bu.." Terdengar suara parau dari belakang membuat kami menoleh seketika dan mendapati Dina yang tengah berdiri dengan memegang dadanya.
"Dina," Mamaku langsung menghampiri Dina yang begitu lemah dan wajah yang pucat.
"Kenapa kau bangun Nak? Kamu masih belum sembuh total," ucap Mama sembari langsung menarik Dina.
"Dina udah sembuh kok Bu," kata Dina.
"Sini Ibu antar ke kamar," Mamaku langsung membawa Dina kembali naik ke kamarnya.
Astaga pertanyaanku malah tidak di gubris oleh mereka yang langsung saja meninggalkan ku. 'Tring' gawai ku tiba tiba saja berdering yang tertera nama si Aril kampret.
"Halo,"
{....}
"Apa!"
Segera aku menutup telpon secara sepihak dan langsung berjalan keluar rumah walaupun hampir tengah malam namun ini keadaan yang mendesak.
"Pak Suli!" Aku langsung berteriak namun aku lupa bahwa Pak Suli sudah pulang ke rumahnya.
Tak ada pilihan lainnya untuk mengemudi sendiri. Aku langsung menyalakan mesin mobil dan melajukannya dengan kecepatan setan membela jalanan Ibukota yang sudah begitu sepi.
°°°
"Ada apa ini?" Terlihat anak buahku yang sudah tersungkur dan jatuh pingsan di lantai kantor.
"Siapa yang melakukan semua ini!" Tanganku mengepal keras sorot mata yang memerah menahan amarah.
"Semua ini dilakukan oleh anak pak Broto Tuan," jawab Aril sembari menunduk takut.
"Dasar Broto sialan!" Aku langsung menendang barang barang didepanku melepaskan kemarahanku ingin rasanya aku membakar habis semua keluarganya.
"Kenapa dia masih bisa selamat ha!" bentakku pada Aril.
"Dia di selamatkan oleh anaknya Tuan," jawab Aril.
Napasku mulai memburu kepalan tangan yang semakin menguat.
"Aku sungguh benci dengan seorang yang ikut campur dengan masalahku!"
"Aku akan membalas semua ini Broto! Aku tidak akan membiarkan hidup damai!" ucapku
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda Gila [COMPLETED]
Romance⬅️[FOLLOW! BARU BACA] ➡️[VOTE! SESUDAH BACA] Denis Kianza Dirgantara lelaki yang menghabiskan hampir 3 tahun hidupnya dengan ketidak warasannya akibat kecelakaan di masa lalu. Namun hidupnya berubah setelah seorang gadis yang awalnya datang sebagai...