POV: Denis
Mataku terus menatap Dina yang kini sudah berdiri di hadapanku dengan menatapku juga dengan tatapan begitu sendu. Hati teriris saat melihat dirinya yang begitu sakit penuh memar.
"Sudah jangan banyak drama lagi," ucap Sheila yang langsung ku tatap dengan tatapan tajam.
"Kita barter sekarang," kata Sheila kembali. Segera Evan memajukan sedikit langkah Dina kearahku.
"Nah sekarang kamu serahin itu tas,"pintah Sheila.
"Dan aku menyerahin dia," sambungnya kembali menatap Dina. Segera aku melempar kedua tas tersebut kehadapan Dina dan Evan.
Sedangkan Sheila langsung mendorong kasar Dina hingga aku bernapas lega saat berhasil menahan tubuh Dina yang hampir tersungkur jatuh.
"Hey!" Aku menatap Sheila dengan tatapan tajam saat tanganku refleks menahan tubuh Dina.
"Apa mau marah?!" tanya Sheila tak kalah meninggi.
"Cepat pergi sana!" usir Sheila. Bukan Denis namaku jika aku menyerah begitu saja apalagi dengan seorang wanita murahan seperti Sheila yang tega mendorong bahkan melukai wanitaku. Tidak! Aku tidak selemah itu.
Aku tersenyum miring saat aku langsung mengeluarkan sebuah pistol dari belakang punggungku sembari menatap mereka dengan tatapan membunuh.
'Dor' 'Dor' 'Dor' terdengar beberapa tembakan yang mampu membuat pasukan Sheila tumbang seketika. Aku sengaja tidak meneruskan tembakanku kearah Sheila dan Evan agar sejenak melihat wajah takut mereka.
"Kau curang Denis!" ucap Sheila saat melihat anak buahnya sudah mati dengan satu tembakan saja sedangkan Evan masih diam ditempatnya.
"Aku tidak curang Sheila hanya membalas perbuatanmu saja," jawabku dengan nada santai saat jemari tangan kiri menggenggam erat tangan Dina yang agak gemetar.
Aku terus tersenyum miring menatap Sheila yang tengah mengepalkan pergelangan tangannya sembari menatap Denis penuh amarah.
Aku kembali menatap Evan yang masih diam didekat Sheila yang sedari tadi menatapku tanpa berbicara.
"Apa?!" tanyaku yang beralih menatap Evan.
"Maaf jika kau harus mati ditanganku, wanita murahan." seruku dengan menunjuk Sheila dengan menggunakan pistol. Aku ingin menarik pelatuk pistolku namun sebuah pegang tangan pada lenganku menghentikanku.
"Sudah cukup Tuan," pintah Dina sembari memegang lengan kiriku.
Aku menoleh menatap Dina dengan tatapan kebingungan saat tangannya masih menahan lenganku.
"Ada apa Dina? Aku hanya ingin menghukum mereka yang berani menyakitimu, apa kau tak ingin melihat mereka menderita?" tanyaku.
Dina menggelengkan kepalanya sembari terus menatapku. "Tidak tuan,"
Selang beberapa menit aku menoleh saat mendapati keduanya sudah tak ada di tempat hanya mayat yang ada disana.
"Apa ini? Dimana mereka?!" tanyaku saat melihat mobil sedan yang mereka pakai menjauh dari hutan.
"Bodoh! Kenapa tadi aku tidak menembaknya saja!" Aku begitu frustasi saat kedua kalinya mereka lolos dariku.
Sedangkan Dina menatapku dengan tatapan yang tak bisa dibaca saat melihatku begitu marah karna Sheila dan Evan berhasil kabur.
ººº
POV: Dina.
Aku menatap Denis dengan tatapan yang tak bisa diartikan namun aku takut jika dia mengamuk karna ulahku yang membuat dirinya menghentikan perbuatannya membunuh Sheila dan Evan.
Denis langsung mengalihkan pandangannya menatapku lekat sangat lekat. Seperti ada kesedihan dimatanya saat mata hitam tersebut hampir mengeluarkan air mata.
Sontak Denis memelukku dengan eratnya saat pelukan hangat itu terasa nyaman aku pun menyambutnya dengan ikhlas.
"Maafkan aku Dina, maafkan aku." lirih Denis sembari mengusap pelan hijab yang kukenakan.
"Tuan kenapa?" tanyaku kebingungan dengan sikap Denis.
"Aku sudah mengingat semuanya," jawab Denis.
Aku terpaku saat mendengar jawaban Denis jadi, sekarang Denis telah mengingatku. Ada rasa sedih bercampur bahagia saat hari yang kunanti telah tiba dimana Denis kembali mengingatku.
"D-enis," tangisku pecah dalam pelukannya saat rasa bahagia yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata kata.
"Maafkan aku Dina, aku terlambat menyadari dan mengingat semuanya." ucap Denis.
Aku menggeleng dan melonggarkan pelukanku hingga tersisa jarak antara kami.
"Tidak apa apa," jawabku disertai senyuman ditengah isak tangis.
Denis juga membalas senyumanku dan ingin kembali memelukku namun aku kembali menghentikannya. "Kenapa?" tanya Denis dengan tangan yang terlentang ingin memeluk dan dengan alis sebelah naik.
"Bukan muhrim," jawabku sembari menyipitkan mataku.
"Hehehehe, kan aku kangen." rengeknya.
Aku kembali menyipitkan mataku melihat tingkah laku Denis. Membuatnya kembali berucap. "Iya deh nanti aku halalin," Mendengarnya aku kembali tersenyum malu malu mendengar perkataan Denis.
"Tapi peluk dulu," Denis menarikku dalam dekapannya yang begitu hangat sangat hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda Gila [COMPLETED]
Romance⬅️[FOLLOW! BARU BACA] ➡️[VOTE! SESUDAH BACA] Denis Kianza Dirgantara lelaki yang menghabiskan hampir 3 tahun hidupnya dengan ketidak warasannya akibat kecelakaan di masa lalu. Namun hidupnya berubah setelah seorang gadis yang awalnya datang sebagai...