30. Ardhan Jo

216 25 1
                                    

"Nggak selalu air mata yang berbicara tentang rasa sakit, terkadang senyumlah yang memiliki arti lain," — Rafardhan Pranadipa.

"Kadang di sebuah hubungan itu memang ada rasa bosan, dan disitulah kita dihadapkan dengan pilihan pergi atau bertahan," — Jovanka Faranisa.

30. ArdhanJo

Di sebuah balkon kamar yang menatap langsung ke jalanan. Ardhan sedang melamun sambil memetik senar gitar yang ada di pangkuannya. Laki-laki itu memang suka bermain gitar sangat kencang saat malam hari. Hingga suaranya kadang membuat Rara menenggelamkan dirinya di bawah bantal.

Tapi kali ini. Tidak ada suara berisik dari kamar Ardhan. Melainkan hanya alunan melodi yang terdengar melow. Membuat Rara mendatangi laki-laki itu ke kamarnya.

"Ekhem," Rara berdeham saat mendapati Ardhan sedang melamun di balkon kamarnya.

Ardhan menoleh dan mendapati Rara sudah berdiri di belakangnya.

"Abang kenapa?" tanya Rara sambil duduk di sebelah Ardhan.

Ardhan menggeleng sebagai jawaban.

"Udah berapa tahun kita serumah, Rara tahu bang Ardhan bohong," ucap Rara dengan sedikit candaan.

"Anak kecil sok tahu, haha," jawab Ardhan singkat.

"Hmm, bang Ardhan ada masalah karena Rara ya?" tanya Rara tepat sasaran namun Ardhan tetap diam, "maaf ya kalau Rara jadi ngerepotin abang waktu di sekolah," lanjutnya dengan suara pelan.

Ardhan menoleh kepada adiknya yang sudah menunduk itu.

"Anak kecil nggak usah di dewasa-dewasa in," jawab Ardhan sambil terkekeh, "kamu ngomong gitu buat abang ngerasa gagal jadi kakak. Kamu tuh masih kecil tapi ngomongnya kayak orang yang lebih dewasa dari abang, haha," lanjut Ardhan yang sekarang sudah merangkul Rara.

"Yaudah mulai sekarang bang Ardhan panggil Rara kakak ya, hehe," tukas Rara dengan tawanya yang membuat mata gadis itu menyipit.

Ardhan tertawa, "ngaco!" ucapnya semakin mengeratkan rangkulannya membuat Rara meringis.

"Becanda, hehe," jawab Rara, "biar abang ketawa dikit, abisnya dari tadi kayak ada yang dipikirin," lanjutnya membuat Ardhan menaikan kedua alisnya.

"Banyak tugas," jawab Ardhan asal.

"Kalau banyak tugas dikerjain atulah, bukan malah duduk terus melamun di sini," jawab Rara.

Salah ngomong gue. Gerutu Ardhan.

"Bawel ah, ntar aja dikerjain," jawab Ardhan sambil menoyor kepala adiknya pelan.

Rara mengangguk, mengiyakan ucapan Ardhan.

"Bang," panggil Rara yang lagi-lagi membuat Ardhan menoleh ke arahnya, "Rara ngerepotin abang ya di sekolah?" tanya Rara lagi karena merasa pertanyaannya tadi belum Ardhan jawab.

"Ra, nggak usah minta maaf, kamu itu adik perempuan abang satu-satunya, jadi udah tugas abang buat ngejaga kamu, ya walaupun emang ngerepotin sih," Rara yang semula serius mendengarkan tiba-tiba memukul lengan Ardhan karena ucapan terakhir yang keluar dari mulut laki-laki itu.

"Haha, yang seharusnya minta maaf tuh abang Ra. Ngeliat kamu dikasarin, dibentak-bentak sama nenek lampir itu, buat abang ngerasa gagal jagain kamu," jelasnya.

Namun Rara mengkerutkan alisnya.

"Meliza," jawab Ardhan seolah mengerti dengan raut wajah Rara, "dia tuh kayak nenek lampir, hobinya marahin orang aja," lanjut Ardhan membuat Rara terkekeh.

Relove [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang