Apresiasi menulis puisi kudapat dari guru B. Indonesia di kelas 7 smp. Sebenarnya si ibu menggantikan di kelas kami, karena beliau ngajar khusus B. Indonesia kelas 8.
Sampai, beliau sendiri meminta aku menulis 2 buah puisi perpisahan untuk kakak kelas 9. Sayang, aku enggak punya salinannya. Tapi, saat puisi itu dideklamasikan oleh adik kelas di acara seremonial perpisahan, aku terharu dan ikut mengucurkan air mata mendalami maknanya.
Untuk pertama kalinya aku membacakan puisiku di peringatan Milad Pramuka tingkat kecamatan Sosa tahun 2006, dan terpilih sebagai juara 2. Lagi-lagi aku enggak punya salinannya, dan piala disimpan oleh sekolah.
Selepas itu, puisi-puisi banyak lahir oleh rasa rindu sebagai anak yang di karantina selama tiga tahun di penjara suci.
Terus, terus bertambah. Dan berkali-kali naskahnya hilang bersama ketidakpedulianku pada karya sendiri.
30 diantaranya sempat ku tempel di laman blog pribadi. Beberapa kawan yang bekerja di penerbitan udah sering menawarkan supaya puisi-puisi itu dibukukan. Tapi belum juga tergerak tangan mengumpulkannya.
Sampai, dua puisiku insyaallah akan mengabadi dalam antologi SAJAK BERTUAN ini. Semoga, segera terealisasi untuk di ISBN-kan yang pernah terlahir lebih dulu. Naskah-naskah lainnya juga menyusul terealisasi tahun ini, apakah antologi cerpen, beberapa novel yang terbengkalai, dan buku non-fiksi motivasi kontemporer yang lainnya. Mohon doa dan dukungannya kawan-kawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
100 Hari Menuju Ramadhan 1441 H
RandomIni hanyalah tulisan random di masa penantian 100 hari sebelum masuk Ramadhan 1441 H. Di bagian akhir justru bagian dari ke-gabutan karena mau enggak mau harus #dirumahaja selama masa Pandemi Covid-19 Selamat menyesap kenikmatannya.