Kita terbiasa jatuh. Setidaknya kita berkali-kali jatuh dulu, saat belajar berdiri dan berjalan. Berkali-kali jatuh saat naik sepeda. Dan, kita memang sudah terlatih untuk jatuh.
Dari jatuh kita belajar untuk tak mengulang kesalahan yang sama, supaya tak jatuh ke lubang yang sama pula. Tapi, ada satu hal yang terkadang kita lupa. Kelupaan itu membuat kita tak sadar bahwa sebenarnya kita memang sudah terbiasa jatuh.
Bahwa, lubang yang membuat kita jatuh pun tak hanya satu. Di depan sana, ada lubang-lubang lain yang seakan bersiap memangsa kita, menjebak agar kita tersungkur ke dalamnya.
Tak dinyana, lubang-lubang penuh jebakan ini membuat kita menyisakan sedih yang keterlaluan, mungkin. Kita lupa, bahwa kita sebenarnya sudah terbiasa jatuh, dan terlatih untuk jatuh.
Sejatinya, cara mengatasinya tetap sama. Bangun, dan tak mengulang lagi kesalahan yang membuat kita jatuh.
Tapi mengobat sedih yang semakin perih tersebab bertambahnya usia itu yang selalu berbeda. Kesedihan yang -keterlaluan- tersebab kita lupa.
Pun,
"Lupa itu manusiawi. Dan setiap orang berhak untuk sedih." (Ana Nasir)
Hanya bagaimana kita mengobatnya dengan mengingat bahwa sebenarnya kita sudah terbiasa, dan sudah terlatih. Percayalah, kenangan itu akan membuatmu tertawa. Dan kembali lupa, bahwa sebelumnya pun kita pernah merasa sedih yang -keterlaluan-, tapi kita bisa melewatinya; karena kita sudah terbiasa dan terlatih.
KAMU SEDANG MEMBACA
100 Hari Menuju Ramadhan 1441 H
AcakIni hanyalah tulisan random di masa penantian 100 hari sebelum masuk Ramadhan 1441 H. Di bagian akhir justru bagian dari ke-gabutan karena mau enggak mau harus #dirumahaja selama masa Pandemi Covid-19 Selamat menyesap kenikmatannya.