DUA PULUH SEMBILAN

3.1K 252 32
                                    

"Jadi inget..."

"Bang. Gimana pengajuannya? Lancar?"

Danang dan Lidya seketika menengok ke arah Jaelani yang melangkah mendekati mereka.

"Eh kamu, Jae." pekik Danang. "Alhamdulillah lancar. Tinggal nunggu hari H aja, Jae. Doain semuanya lancar ya."

"Aamiin. Saya selalu doain yang terbaik buat abang kok." jawab Jaelani. "Selamat ya, Mbak Lidya. Semoga semuanya berjalan lancar sampai hari H."

Lidya mengangguk, sambil mengamini doa Jaelani itu. "Makasih ya, bang."

Danang menepuk lengan Jaelani. "Makasih ya, Jae. Semoga kamu juga bisa secepatnya nemuin orang yang tepat buat dampingi kamu. Aamiin."

Jaelani mengamini doa Danang itu. "Makasih, bang. Kalau begitu, saya permisi dulu. Masih ada yang harus di kerjakan soalnya."

"Yang bener ngerjain tugasnya." seru Danang, saat Jaelani sudah beberapa meter meninggalkannya dan Lidya, dan haya mendapat acungan jempol dari Jaelani. Ia kemudian menatap Lidya. "Tadi kamu bilang jadi inget siapa maksudnya? Mantan?"

Lidya mengerutkan keningnya. "Kok mantan sih? Kenapa jadi ke sana coba?"

"Ya terus inget siapa?"

"Tahu ah!" Lidya berjalan mendahului Danang menuju sepeda motor Danang yang terparkir di parkiran sepeda motor.

"Lho? Dek? Kan cuma nanya. Kenapa jadi marah gitu?" Danang mengimbangi langkah Lidya, yang kini sudah memberengut kesal. "Jawab dulu, kamu jadi inget siapa?"

Lidya menghentikan langkahnya, saat ia sudah beberapa meter di dekat sepeda motor Danang. Ia melirik Danang sekilas, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Inget seseorang, yang nggak dateng waktu aku sidang, tapi cuma ngasih buket bunga yang dititipin ke Mas Faiq. Puas?"

Seketika Danang langsung tertawa setelah mendengar kalimat Lidya itu. Ia kemudian mengusap kepala Lidya, yang di balut jilbab hijau pupus, khas seragam Persit. "Jadi, lagi ngasih kode biar abii besok dateng waktu kamu wisuda? Terus mau foto bareng? Iya, kan?"

"Kata siapa aku mau mas dateng cuma mau minta foto bareng?" sergah Lidya seketika.

"Ya terus apa dong? Kan biasanya cewek suka gitu. Pacarnya dateng waktu wisuda, terus di ajak foto bareng sama bujet bunga yang di kasih sama pacarnya. Iya, kan?" Danang kini bersidekap.

Lidya berdecak sebal. Merasa kesal karena ia di samaratakan dengan gadis lain. "Aku nggak gitu ya!"

"Terus apa dong?"

"Ya aku mau lihat aja, seberapa berartinya aku di mata mas. Kalau misalnya aku berarti buat mas, mas pasti dateng, walaupun cuma sebentar. Karena mas tahu, itu hari spesial buat aku, yang terjadi sekali seumur hidup aku." jeda sejenak. Lidya kini bersidekap. "Tapi kalau mas sampe nggak dateng, mas juga pasti tahu, seberapa kecewanya aku nanti."

Danang mendekati Lidya, kemudian menggenggam kedua tangan Lidya, dimana tangan kanannya masih memegang tas Persit. Ia kemudian menatap manik mata Lidya dengan lembut. Berusaha meminta pengertian dari orang yang amat di cintainya itu. "Kamu tahu, seberapa berartinya kamu buat abii, dek. Kamu begitu berharga buat abii, makanya abii pengen langsung halalin kamu, biar kamu nggak ngerasa di gantungin, juga biar kamu tahu, seberapa besar abii pengen kita bersatu karena ridho Allah."

Lidya menghempaskan kedua tangan Danang yang menggenggam tangannya. "Udah lah! Aku udah tahu jawabannya. Mas nggak bisa dateng besok. Ya udah. Mau gimana lagi? Istri Pertama mas yang lebih penting, kan? Aku mah apa." Ia kemudian berlalu meninggalkan Danang.

Beautiful People #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang