LIMA BELAS

3.7K 236 10
                                    

"Kamu yakin, Nang, nggak mau nginep di sini aja?" tanya Zaenal, sambil mengimbangi langkah Danang yang berjalan menuju sepeda motornya.

"Mboten, yah, terima kasih." tolak Danang, yang berarti 'Tidak' dalam Bahasa Jawa. "Danang harus ikut apel bujang malem ini."

"Lho? Emang masih bisa ikutan apel? Ini udah jam segini lho, Nang." pekik Zaenal.

"Masih bisa kok, yah." jawab Danang, sambil meraih helm yag ada di atas sepeda motornya.

"Ya sudah, hati-hati di jalan ya?" pinta Zaenal. "Soal adikmu, jangan terlalu dipikirin. Nanti juga sadar sendiri dia. Kamu sabar aja ya, ngadepin dia."

"Iya, yah, insya Allah."

"Oh iya, besok kamu dinas sampe siang aja, kan?"

Danang mengangguk. "Iya, yah."

"Besok ke sini ya? Sekalian nginep sini, biar minggunya kamu bisa ikut ke Wonosobo. Kalau acaranya sudah selesai, rencananya Faiq sama Lidya mau ke Dieng. Mungkin kamu mau ikut?"

"Danang usahakan ya, yah. Soalnya kadang Komandan suka ngasih tugas dadakan."

Zaenal menepuk bahu Danang pelan. "Ya sudah, nggak apa-apa. Yang penting kamu hati-hati ini pulangnya."

Danang mengangguk sambil tersenyum. "Nggeh, yah. Danang pulang dulu. Assalamualaikum."

***

"Dek." Zahra membuka perlahan pintu kamar Lidya, dan mendapati putri bungsunya itu sedang duduk di tepi tempat tidur. "Mau ngobrol sebentar, boleh?"

"Ibu mau ngomongin apa?" tanya Lidya, sambil menatap ibunya, yang kini sudah duduk di sampingnya.

"Kalau ibu boleh tanya, apa bener kamu suka sama Mas Danang?" tanya Zahra, sambil mengusap jilbab di kepala Lidya.

Lidya termenung. Ia sudah menyangka jika ibunya akan membahas soal Danang lagi. Tapi, ini di luar ekspektasinya, karena ibunya to the point, tanpa basa-basi terlebih dahulu.

"Adek juga sebenernya masih belum yakin, bu, tentang apa yang adek rasain ke Mas Danang." jawab Lidya.

"Kok belum yakin?" tanya Zahra, yang di balas Lidya hanya dengan mengangkat bahu. Zahra menghela nafas. "Sekarang begini deh. Apa yang kamu rasain waktu Mas Danang jauh dari kamu? Kamu ngerasa ada yang kurang nggak?"

Lidya mengangguk pelan.

"Kalau misalnya dia ngehubungin kamu, kamu gimana? Seneng nggak?"

Lidya kembali mengangguk. "Iya, bu."

"Kan tadi kamu bilang kalau kamu suka buka sosial medianya Mas Danang?" Lidya mengangguk. "Kalau misalnya Mas Danang bales komentar cewek lain, perasaan kamu gimana?"

"Ya marah, bu. Kayak yang di foto itu. Kan Mas Danang foto sama cewek yang katanya sepupunya itu." sergah Lidya. "Masa' kalau sepupu, keterangannya romantis banget? Kan nggak mungkin. Mas Danang juga pernah beberapa kali ungah foto sama cewek itu, pake keterangan yang manis juga. Makanya adek nggak percaya kalau dia adik sepupunya. Kan kesannya adik sepupu tapi rasa pacar, bu."

Zahra menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Kalau begitu, berarti ibu sudah bisa ambil kesimpulan, kalau kamu udah cinta sama Mas Danang."

Lidya menatap ibunya tak percaya. "Kok ibu bilang gitu? Ibu ngambil kesimpulan darimana?"

Zahra tersenyum lembut. "Sekarang, begini deh. Dulu, waktu kamu masih kecil dan kamu lihat ayah lebih perhatian dan lebih peduli sama sepupu-sepupu kamu, apa yang kamu rasain?"

Beautiful People #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang