SEMBILAN

3.1K 234 11
                                    

"Siapa yang di luar kota?"

Lidya menengok ke sumber suara, dan mendapati Faiq sudah berada beberapa meter darinya, dan kini berjalan ke arahnya. "Mas?" gumamnya tak percaya.

"Siapa kakak kamu yang di luar kota?" tanya Faiq pada Lidya, sambil merangkul bahu Lidya dan meremasnya. "Kakak kamu ada di sini kok." Ia kemudian menatap Lidya, meminta persetujuan.

Lidya yang merasa terkejut dengan remasan di bahunya, kini mencoba menyembunyikan rasa sakitnya karena diremas terlalu kuat oleh Faiq.

"Oh iya, dek. Dia siapa? Kamu belum cerita ke mas, kalau kamu punya temen polisi." tanya Faiq, kembali menatap Lidya.

"Maaf, anda tahu darimana kalau saya polisi?" sela Abi, mencoba bertanya pada Faiq yang kini sudah melepas remasannya di bahu Lidya, namun masih saja meletakkan tangan kirinya melingkari bahu adiknya itu.

Faiq menunjuk celana yang di kenakan Abi dengan dagunya. "Saya cukup hafal untuk membedakan mana celana coklat biasa dengan celana PDH polisi."

Abi tidak menjawab kalimat Faiq itu. Ia masih merasa terkejut dengan kalimat Faiq yang menyatakan kalau ia bisa membedakan mana yang seragam polisi, dan mana yang bukan. Sampai akhirnya, Faiq mengulurkan tangannya dan langsung di balas oleh Abi.

"Saya Faiq, kakaknya Lidya." ujar Faiq, memperkenalkan dirinya pada Abi.

"Saya Abidzar. Panggil saja Abi."

Faiq mengangguk mengerti, kamudian melepaskan jabatan tangan mereka. Menatap Lidya, ia kemudian bertanya. "Kamu belum cerita tentang Abi ini ke mas, dek. Iya, kan? Atau dia ini temen baru kamu?"

Lidya terlihat kikuk. Tidak tahu harus menjawab apa tentang pertanyaan Faiq itu. "Oh iya, mas ada apa ke sini?"

Faiq tersenyum semanis mungkin, karena ia tahu, adiknya itu sedang mencoba mengalihkan perhatiannya. "Mau ngajakin kamu makan di warteg depan. Kan udah lama kita nggak makan malem bareng. Mumpung mas dapet uang lumayan dari narik ojek tadi." Ia menepuk tas kecil yang ada di depan dadanya. "Ayolah. Mas udah laper banget ini."

"Ya kan aku lagi ada tamu, mas. Gimana sih?" protes Lidya.

"Oke. Kalau gitu, mas numpang mandi di kost kamu ya? Dari tadi pagi belum mandi nih. Sibuk ngojek, terus ke sini. Ya?" Faiq menarik-turunkan alisnya, sambil tersenyum menggoda Lidya.

Lidya mengerutkan keningnya. Merasa heran karena kalimat kakaknya itu. Pasalnya, Faiq tidak mungkin datang menemuinya dalam kondisi belum mandi. Karena kebiasaan kakaknya itu sejak kecil yang selalu menjaga kebersihan. Belum lagi gaya berpakaian kakaknya itu yang benar-benar aneh. Kakaknya yang biasanya tidak terlalu suka dengan celana jeans yang robek, atau apapun yang terkesan tidak rapi. Kini justru mengenakan celana jeans yang robek di bagian lutut kanannya, serta kemaja kotak-kotak kombinasi warna hitam dan putih yang melapisi kaos hitam polosnya yang warnanya agak pudar. "Kan nggak ada baju ganti mas di sini. Emang mas mau, pake piyama hello kitty punyaku?"

"Kalau soal baju ganti, tenang aja. Mas selalu bawa baju cadangan di bagasi motor mas. Mas ambil dulu, terus mandi di kamar kamu ya?"

Lidya menatap Faiq yang kemudian berlalu membuka bagasi motornya, lalu mengambil sebuah kantong kresek berwarna hitam dari dalam motornya, tersenyum menatap Lidya, kemudian berlalu ke dalam kamar kost Lidya tanpa mengucapkan sepatah kata lagi pada Lidya dan Abi.

"Itu kakak kamu?" tanya Abi, membuyarkan lamunan Lidya, yang masih menatap kakaknya tak percaya.

Lidya tergagap. Ia mengangguk pelan, sambil tersenyum canggung. Karena peetemuan pertama Faiq dan Abi justru menimbulkan kesan jika Faiq adalah... Ah sudahlah. Lidya sudah pasrah dengan apa yang ada dipikiran Abi tentang Faiq. Kepalang tanggung. Toh habis ini pasti Faiq akan menyidangnya, dan memvonis dirinya agar memutuskan hubungannya dengan Abi. Titik. Tanpa dirinya dapat mengajukan penolakan atau bahkan banding sekalipun.

Beautiful People #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang