"Jadi, gimana, pak?"
"Kamu bercanda, Nang?"
Danang mengerutkan keningnya, setelah mendengar pertanyaan ayahnya itu. "Maksud bapak?"
"Bu, ibu. Coba ke sini sebentar." Bukannya menjawab pertanyaan Danang, Royan justru memanggil istrinya agar mendekat ke arahnya. "Ada apa, to, pak? Yang telepon siapa?"
"Anakmu ini, bu. Dia bilang katanya mau minta doa restu, dia mau ngelamar cewek."
"Bapak serius? Mana sekarang Danangnya?"
Hening. Hingga kemudian terdengar suara ibu Danang di ujung sambungan telepon.
"Halo, Nang. Apa yang bapak bilang tadi itu bener? Kamu mau ngelamar seseorang?"
"Nggeh, bu. Pandongane mawon. Semoga lamaran Danang diterima."jawab Danang. (Iya, bu. Mohon doanya)
"Alhamdulillah, Nang. Akhirnya kamu ngelamar juga." pekik ibunda Danang di ujung telepon. "Ibu doain, semoga lamaran kamu diterima. Aamiin. Terus nanti, kalau misalnya kamu ada waktu, kamu ajak dia pulang ke Pekalongan ya? Soalnya bapak sama ibu belum ada waktu buat main ke Semarang. Oh iya, dia anak mana?"
"Dia lahir di Kendal, bu. Tapi sekarang kuliah di Semarang. Orangtuanya karyawan pabrik gula, dan sekarang tugas di Sragi. Dia bungsu dari dua bersaudara." jelas Danang, dengan ragu.
"Yang penting dia baik, dan dari keluarga yang baik, ibu dan bapak pasti merestui, Nang."
Jawaban ibunya itu membuat Danang mengukirkan senyumnya. Hatinya merasa lega sekarang. "Jadi, ibu setuju?"
"Dia wanita baik-baik, kan?"
"Insya Allah, bu, dia wanita soleha. Dia juga tahu batasan antara laki-laki dan perempuan, karena dia di didik keras sejak kecil oleh keluarganya."
"Alhamdulillah kalau gitu. Bapak dan ibu pasti merestui kamu, Nang." suara ibunda Danang.
"Nang, jadi kamu kenal sama dia dimana? Kok kayaknya bapak dari tadi nggak nemu benang merah yang bisa ngehubungin kamu sama dia?" kali ini terdengar suara Royan.
"Dia adik dari temen Danang di Kesatuan, pak. Danang kenal dia sejak dia pertama pindah ke Semarang, dia kuliah di sini. Tapi, Danang baru yakin kalau dia yang terbaik buat Danang, baru beberapa bulan ini."
"Dia sendiri sama kamu gimana? Udah ada respon baik?"
Danang menggelengkan kepalanya tanpa sadar, setelah mendengar pertanyaan ayahnya itu. "Dia selama ini nggak percaya kalau Danang bilang suka sama dia, pak. Tadi juga, dia nggak yakin kalau Danang ngelamar dia. Makanya Danang belum dapat jawaban dari lamaran Danang itu." jeda sejenak, karena Danang kembali cemas memikirkan jawaban Lidya. "Mohon doanya ya, pak, bu, semoga lamaran Danang diterima. Karena Danang sudah terlanjur jatuh sejatuh-jatuhnya dengan dia."
"Ibu dan bapak pasti mendoakan yang terbaik untukmu, Nang. Kalau kamu bilang kamu melamar dia, dan bilang dia yang terbaik buat kamu, semoga itu memang benar. Dan semoga dia menerima lamaran kamu. Karena ibu yakin, kalau kamu sudah memilih, itu pasti yang terbaik dari semua yang baik."
"Aamiin. Terimakasih, bu, pak."
"Adikmu sudah tahu tentang dia?" tanya Royan, membuat Danang menatap Dimas, yang kini sedang berbicara dengan Bayu.
"Belum, pak. Baru cerita sama Dimas dan Bayu. Danang minta saran ke mereka, tentang bagaimana Danang harus menyikapi jawaban yang tertunda ini."
"Terus sekarang kamu sudah lebih tenang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful People #2
RomanceKisah seorang Perwira Angkatan Darat, yang seakan menjaga jarak dengan para gadis yang mencoba mendekatinya Akankah ada gadis yang mampu meluluhkan hatinya yang seolah membeku itu? . . . . Sequel 'Crossing THE POLICE LINE' tapi kalau misalnya nggak...