"Kamu nggak perlu minta maaf, Nang, karena..."
"Mas Danang."
Danang menengok, dan mendapati Lidya sudah berada di dekat Zahra, kemudian duduk di samping Zahra.
"Seharusnya yang minta maaf aku. Karena aku udah terlalu banyak nuntut sama Mas Danang. Aku udah terlalu egois karena minta mas ngeluangin waktu mas buat datang ke acara wisudaku besok. Maaf karena..."
"Kamu nggak perlu minta maaf, dek. Wajar kalau misalnya kamu mau mas datang ke acara wisuda kamu. Itu kan acara penting buat kamu. Sekali seumur hidup malah. Justru mas yang harusnya minta maaf. Maaf karena mas nggak bisa ngeluangin waktu mas buat kamu. Mas mohon maafin mas ya?" Danang mengulas senyumnya ke arah Lidya.
Lidya menggelengkan kepalanya sambil menatap Danang. "Mas Danang nggak perlu minta maaf, karena nggak ada yang perlu di maafin."
Danang mengangguk sambil tersenyum kembali. "Terimakasih."
"Jadi, sudah selesai ya masalahnya? Sudah nggak ada salah paham lagi, kan?" tanya Zaenal, saat mereka semua hanya terdiam.
Danang mengangguk yakin. "Iya, yah."
"Kalau begitu, ayah sama ibu ke dalam ya? Kalian lanjut ngobrol aja dulu."
"Danang mau sekalian pamit, yah." cegah Danang, saat Zaenal bangkit dari duduknya.
Zaenal mengerutkan keningnya menatap Danang. "Kok buru-buru, Nang?"
"Iya, Nang. Nggak makan malam di sini sekalian? Makan malam dulu ya? Ibu siapin dulu ya." tawar Zahra.
Danang menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Maaf, bu, bukannya Danang menolak rezeki. Tapi Danang memang sudah ada janji dengan senior Danang. Ada yang perlu di urus soalnya. Mungkin lain kali, Danang ke sini lagi, yah, bu."
"Bener ya? Ibu tunggu lho. Kalau misalnya Lidya nggak ngizinin kamu datang, nggak usah di pikirin. Toh yang ngundang kamu buat datang kan ibu sama ayah, bukan Lidya. Iya, kan, yah?"
Zaenal mengangguk yakin. "Benar kata ibu, Nang. Jangan sungkan-sungkan lagi ya? Kan sebentar lagi kalian mau nikah. Jadi kamu juga harusnya sudah menganggap kami sebagai keluarga, juga menganggap rumah ini sebagai rumah kamu juga. Ya, Nang?"
"Nggeh, yah, insya Allah." jawab Danang, sambil menghampiri Zaenal dan Zahra kemudian mencium punggung tangan mereka. "Danang pamit, bu, yah."
"Hati-hati ya, le." ujar Zaenal, menepuk bahu Danang.
Danang mengangguk pelan. "Nggeh, yah." Ia kemudian beralih menatap Lidya. "Mas pamit ya, dek. Semoga acara besok lancar. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." gumam Lidya, sambil menatap punggung Danang yang kini sudah menghilang dari jangkauan matanya. Sesaat kemudian, airmatanya tiba-tiba menetes, dan langsung di hapus olehnya.
"Kamu nggak apa-apa, dek?" tanya Zahra, karena melihat Lidya mengusap matanya.
Lidya berusaha tersenyum, walau airmata masih mengalir dari matanya. "Mas Danang kecewa sama adek, bu. Dia nggak sepenuhnya maafin adek."
"Kamu tahu darimana, dek? Jangan berburuk sangka gitu. Nggak baik, nak." Zaenal mengusap kepala Lidya.
Lidya kemudian beralih memeluk Zahra. "Adek tahu, yah. Mas Danang sama sekali nggak mau lihat adek. Sorot matanya juga kelihatan kalau Mas Danang kecewa sama adek. Adek tahu, yah. Adek bisa lihat itu."
"Sudah ya? Jangan terlalu kamu pikirkan. Sekarang kamu makan dulu ya? Terus istirahat. Kan besok harus bangun pagi buat persiapan kamu wisuda. Ya, dek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful People #2
RomanceKisah seorang Perwira Angkatan Darat, yang seakan menjaga jarak dengan para gadis yang mencoba mendekatinya Akankah ada gadis yang mampu meluluhkan hatinya yang seolah membeku itu? . . . . Sequel 'Crossing THE POLICE LINE' tapi kalau misalnya nggak...