SATU

16.2K 538 12
                                    

"Ngerapihin baju sendiri, om? Kapan di rapihin sama istri?" sindir Desti, begitu melihat Danang sedang merapikan seragam lorengnya di depan pintu barak.

Danang menengok ke arah Desti, yang kini sudah berada di hadapannya. "Halah. Mbak Desti kayak nggak tau aja. Masih belum nemu orang yang tepat aku, mbak. Doain aja lah."

Desti terkikik geli mendengar jawaban Danang itu. "Semoga di segerakan ya, om."

"Aamiin, mbak." jawab Danang. "Oh iya, Mbak Desti ada perlu apa sampe main ke barak bujang begini? Mau nyari yang baju loreng buat cadangan ya, mbak?"

Candaan Danang itu sontak saja langsung membuat Desti memukul lengannya. "Sembarangan kalo ngomong!" sergahnya. "Mbak ke sini mau ngasih titipannya Kayva, buat kamu, om. Nih!" Desti mengulurkan sebuah kantong plastik berwarna putih yang langsung diterima oleh Danang.

"Apaan nih, mbak?" Danang memperhatikan isi kantong plastik itu.

"Donat buatan Kayva. Katanya kamu kangen sama donat buatannya?"

Danang langsung antusias mendengar hal itu. "Emang mbak dari Kendal?"

Desti mengangguk pelan. "Ada tugas ke Batang, terus mampir sebentar ke rumah."

Danang mengangguk mengerti. "Si Kembar, apa kabar, mbak? Udah lama nggak telepon mereka."

"Mereka baik. Malah udah bisa jalan sekarang."

Pernyataan Desti itu langsung membuat Danang mengerutkan keningnya. "Udah bisa jalan?"

"Udah, om. Beberapa hari yang lalu. Tadi mereka juga nanyain, pak dhenya kenapa nggak pernah nengokin mereka lagi."

Danang terkekeh mendengar kalimat Desti itu. "Ya maaf, mbak. Lagi sibuk banget ini. Belum punya waktu luang buat nengokin Si Kembar."

"Sibuk terus, om. Kapan nyari ceweknya kalo gitu? Pangkat udah hampir balok dua juga!" cibir Desti, yang langsung membuat Danang mengusap tengkuknya.

"Ya aku sibuk justru karena mau dapet balok dua itu, mbak, makanya nggak punya waktu. Karena waktu luangku aku gunain buat latihan, biar bisa naik pangkat."

Desti mengibaskan tangannya. "Terserah kamu lah, om. Gimana baiknya aja. Tapi, semoga kamu lulus tes ya, biar bisa naik pangkat."

Danang langsung mengamini kalimat Desti itu.

"Siapa tahu, kan, kalo udah punya balok dua, ada cewek yang nyantol gitu, kan." Desti mengangkat bahunya.

"Mbak Desti nih, ngomongnya ke situ mulu." keluh Danang. "Kalo belum ketemu jodohnya, mau gimana lagi, mbak?"

"Iya, om, iya." Desti terkikik geli melihat ekspresi Danang. "Pamit dulu ya, om. Aku mau nyiapin cemilan buat anggota yang main ke rumah nanti."

Danang mengerutkan keningnya. "Main ke rumah? Pengajuan, mbak?"

Desti mengangguk yakin. "Pratu Irwan, om. Kamu kenal, kan?"

"Kenal, mbak."

"Nah kalo temenmu aja udah ada yang ngajak cewek buat pengajuan nikah, kamu kapan, om?"

Danang membelalakkan matanya. "Ya ampun, Mbak Desti, bahas itu lagi. Astaghfirullah."

Desti langsung meninggalkan Danang yang kini tengah mengusap wajahnya. Berkali-kali mengucapkan istighfar.

"Oi! Nang!"

Tepukan di bahu kirinya, langsung membuat Danang menatap ke arah kanannya dengan tatapan bertanya. "Apaan?"

"Kamu itu yang apaan. Berkali-kali nyebut. Abis ngelihat setan?" jawab teman sebarak Danang yang bertuliskan nama Faiq di dada kanannya.

"Mana ada setan di sini!" sanggah Danang.

Beautiful People #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang