TIGA PULUH LIMA

3.3K 247 29
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Maulidya Aulia Nissa binti bapak Zaenal dengan maskawin tersebut, tunai."

"Bagaimana saksi?" Penghulu menanyakan hal itu pada kedua saksi di sisi kanan dan kiri mempelai pria, yang tak lain adalah Danang.

"Sah!" kata Danial, yang menjadi saksi dari pihak Danang.

"Sah!" kata Faiq, yang menjadi saksi dari pihak Lidya sambil mengangguk.

"Alhamdulillah."

Puji syukur pun tak hentinya mengudara, sesaat setelah ijab qobul yang beberapa saat lalu terdengar, kini di nyatakan sah. Sang penghulu pun membacakan doa untuk keberkahan kedua mempelai, agar mereka menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah.

"Sekarang, saatnya sang mempelai pria memperdengarkan hafalan surat ar-rahmaan sebagai mahar yang ia berikan. Sebelum ia bertemu dengan istrinya." ujar sang penghulu. "Mohon untuk para hadirin untuk menon-aktifkan nada dering teleponnya, agar tidak mengganggu ke-khuyuk-an moment ini."

Hening, karena semuanya terlihat mulai menunggu Danang melantunkan ayat demi ayat surat ar-rahmaan itu.

"Aaudzubillahiminasyaitonirrajim." Danang mengucapkan kalimat ta'awudz itu dengan memejamkan kedua matanya. "Bismillahirrohmaanirrohiim. Ar-rohmaan. 'Allamal-qur'aan. Kholaqol-ingsaan. 'Allamahul-bayaan. Asy-syamsu wal-qomaru bihusbaan..."

Semua yang hadir sebagai tamu undangan dalam acara ijab qobul pernikahan Danang dan Lidya itu mendengarkan dengan seksama, saat Danang memperdengarkan hafalannya. Bahkan ada sebagian dari tamu undangan yang sesekali menyeka air di sudut matanya.

Danang yang sejak ayat pertama sudah memejamkan mata, kini justru meneteskan airmata. Terlebih saat ia sampai pada ayat ke 74.

"...Fa bi'ayyi aalaaa'i robbikumaa tukazzibaan. Fiihinna khoirootun hisaan. Fa bi'ayyi aalaaa'i robbikumaa tukazzibaan. Huurum maqshuurootung fil-khiyaam. Fa bi'ayyi aalaaa'i robbikumaa tukazzibaan. Lam yathmis-hunna ingsung qoblahum wa laa jaaann..."

Ayat ke 74 yang membuat Danang meneteskan airmata itu mempunyai arti 'Mereka sebelumnya tidak pernah disentuh oleh manusia maupun oleh jin'. Hal itulah yang membuat Danang meneteskan airmata.

Dia sudah berulang kali melafalkan surat itu. Berulang kali pula ia juga meneteskan airmata saat ia melafalkan ayat ke 74 itu. Ia meneteskan airmata karena mengingat kembali arti dari ayat tersebut. Ia yang selama ini mencoba agar tidak melakukan sentuhan yang berlebihan dengan Lidya, kini pada akhirnya telah sah menjadi suami Lidya. Ia kini berhak atas Lidya. Ia pula yang kini bertanggungjawab atas hidup Lidya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

"Sodaqollahul adziiim."

Danang mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, sesaat setelah ia selesai menghafalkan surat ar-rahman yang menjadi mahar pernikahannya dengan Lidya. Ia menerima tisu yang di sodorkan oleh salah Alif yang berdiri di sisi kanannya. "Makasih, mas."

Alif mengangguk, kemudian kembali ke tempatnya semula, di barisan terdepan kursi tamu.

"Alhamdulillah. Mempelai pria sudah menghafalkan surat ar-rahman dengan baik dan benar. Bacaannya bagus. Makhrojnya juga bagus. Lain kali, mungkin bisa ditingkatkan lagi ya, mas pengantin?" goda sang penghulu pada Danang, yang duduk di hadapannya.

Danang yang sedang meminum segelas air putih pun tersedak, saat ia dipanggil seperti itu oleh sang penghulu.

"Hati-hati, Nang. Pelan-pelan." Danial yang duduk di sisi kanan Danang, kini mengusap punggung Danang.

Danang hanya tersenyum sambil mengangguk sebagai jawaban kalimat Danial itu.

"Sekarang, penandatanganan surat-surat lalu pembacaan sighot taqlik oleh mempelai pria." ujar penghulu di hadapan Danang.

Beautiful People #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang