HE'S COME?

84 7 0
                                    

Cuaca siang yang sejuk membuat banyak orang berlalu lalang. Berbagai macam tujuan mereka di siang hari ini, entah itu ke suatu tempat atau sekedar berkeliling mengunjungi banyak orang. Udaranya yang sejuk tak menyurutkan niat mereka untuk tetap di rumah.

Begitupun dengan seorang gadis yang berjalan seorang diri dengan seikat bunga ditangannya. Langkahnya yang tenang begitu matanya menangkap tujuan utamanya.

Matanya berkeliling menatap tempat yang cukup sepi itu. Niatnya sudah bulat, walaupun hanya dirinya saja disini.

Kakinya terhenti begitu sampai di tujuan. Berjongkok seraya meletakkan seikat bunga itu di depannya. Tangannya terulur untuk mengusap nisan putih yang masih bersih itu.

Naufal Randy.

Bibirnya tertarik sedikit keatas. Tangannya mengambil guci air yang berada di dekat gundukan tanah itu. Dialirkannya air itu diatas tanah itu. Matanya tak beralih sama sekali dari tulisan itu.

Rambutnya yang dibiarkan tergerai itu menari-nari dengan indah diterpa angin sejuk. Cukup lama matanya terpejam menikmati semilir angin disana, hingga dia tersadar.

Satu tetes air mata meloloskan diri dari mata coklat madu nya. Kepalanya tertunduk menyesal dengan apa yang sering dia lakukan akhir-akhir ini.

Sudah lebih dari 2 bulan kegiatan ini dilakukan. Seringkali dirinya berceloteh ria, tapi tetap tak mengubah hasil apapun. Hanya kesunyian yang dia dapatkan jika sudah berada disana seorang diri.

Ingatannya kembali pada tragedi dimana lelaki itu menolongnya tanpa mau melihat dirinya sendiri. Dan bodohnya, penyesalan selalu datang diakhir padanya.

Lelaki yang pernah menjadi Kaka nya. Lelaki yang pernah membuatnya tertawa. Lelaki yang pernah membuatnya begitu membencinya. Dan lelaki yang pernah menolong nyawanya. Hanya kata pernah yang begitu mewakilinya.

Mulutnya terbuka untuk mengatakan sesuatu, tapi lagi dan lagi lidahnya kelu. Untuk kesekian kalinya. Hanya air mata yang terus-terusan berlari keluar dari matanya. Terlalu cepat baginya untuk kehilangan orang yang telah menyelamatkannya.

"Ma–af."
Kepalanya semakin tertunduk diantara kedua lututnya. Mulutnya terus terisak-isak meratapi dirinya sendiri.

Tak pernah terpikirkan bahwa lelaki itu pergi cepat. Disaat lelaki itu harus menempuh pendidikan ke jenjang mahasiswa, harus ditelan jauh-jauh hanya demi dirinya. Menyelamatkannya.

Jika saja waktu bisa diputar kembali, dia ingin menolak ajakan lelaki itu untuk pergi dengannya agar tidak meninggalkannya seorang diri. Jika saja waktu bisa terulang kembali, dia tak akan membiarkan lelaki itu memaksanya ikut.

Tapi itu sudah terjadi dan tidak bisa kembali semula. Bagaimanapun kita mengulang kata kembali, tetap saja penyesalan lah yang menjadi jawabannya.

Gadis itu paham sekarang. Waktu tidak bisa diputar. Penyesalan selalu berada di akhir. Dan janganlah kita berbuat buruk disaat orang itu berbaik hati pada kita.

Kepalanya terangkat menatap cerahnya langit siang ini. Matanya berkeliling, lalu diusapnya pelan untuk menghilangkan jejak air mata disana. Hembusan nafas keluar dari bibirnya, seraya sedikit menarik lagi sudut bibirnya.

Berdiri dengan pandangan masih jatuh pada gundukan tanah itu. Mengeluarkan satu cincin yang berada di saku celananya, dan meletakkannya di dekat nisan itu. Perlahan, kakinya melangkah menjauhi tanah itu. Meninggalkan sebuah cincin yang baru dia temui setelah kepergian lelaki itu.

Cincin dengan ukiran namanya.

Evalita.

***
Bibirnya tak henti-hentinya mengeluarkan senandung kecil. Matanya menatap langit sore yang cukup damai sekarang ini. Tak jarang dirinya melihat banyak toko yang didalamnya terdapat ramai pengunjung.

POSSESIVE BAD GIRL ✓ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang