O6. ikut

363 46 16
                                    

"PANGERAN SEANNN!! LAMA BANGET DI KAMAR MANDINYA ASTAGA! KITA MAU MANDI INI JANGAN MAEN AERR!"

"IYA WOI PANGERAN! AWAS NTAR MENGKERUT LOH KULITNYA LAMA-LAMA MAEN AER!"

"Lah? Emang bisa gitu?"

"Diem ah lu jan banyak tanya! PANGERAN BUKA DONGGG! DAH TELAT NI KITA NI MAU SEKOLAAAAHHH BIAR PINTER KALO JADI MERMAN!"

Sean yang sedang duduk santuy di lantai kamar mandi sambil membasahi ekornya dengan air itu menoleh ke arah pintu, dimana Dilon dan Arfel sedang paduan suara sambil gedor-gedor pintu kamar mandi jauh dari kata santai.

Tapi sayangnya Sean tak menggubrisnya, ia tetap menyirami ekornya dengan air dari gayung. Tak lupa juga bermain dengan gayungnya. Ya, main sama gayung, dipukul-pukul itu gayung sama Sean sampe pecah dibawahnya.

"Pangeran, udahan dong! Kita mau belajar nih woi, nanti dimarah dosen!" ini Arfel dengan nada lemesnya. Arfel baru bangun makanya lemes.

Tetap saja Sean tak mempedulikannya. Ia tetap fokus pada kegiatannya yang mana membuat Dilon dan Arfel yang ada di depan pintu kamar mandi menghela pelan. Bisa mereka dengar bunyi gayung yang dipukul-pukul oleh Sean.

"Perasaan dulu kita gak kek gini deh, Lon.." cuit Arfel sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh, dan mereka berangkat sejam lagi.

Memang sih masih lama, cuma masalahnya mereka ini berangkat ke kampus nebeng sama Reyhan yang notabenya suka berangkat tiga puluh menit sebelum jam masuk. Nanti ditinggal Reyhan masa iya keluar uang buat ngojol? Ini kosan aja belum dibayar dari bulan lalu.

Eheheheheh.

"Lah, bentar dah!"

"Ini bukannya kita juga bakalan berubah? Kenapa gak mau langsung masuk bertiga aja? Lagian pangeran Sean juga pasti berubah kan?" seru Dilon sambil mukul pundak Arfel disebelahnya.

"Lah iya? Yaudah, buka dong tunggu apa lagiii??!"


Baru saja Dilon mau ambil kuda-kuda untuk buka pintu tapi pintu langsung dibuka manual sama Arfel, alias, Sean selama tadi gak ngunci pintu dari dalam. Pintu terbuka dan langsung melihatkan wujud pangeran bangsa duyung yang sedang duduk lesehan di lantai kamar mandi dengan gayung yang sudah berlubang di beberapa bagian ditangannya.

"Demi Dewa Poseidon, gayungku.."

Dilon menepuk dahinya frustasi akan tingkah Sean. Pemuda itu mendorong sedikit tubuh Arfel masuk ke kamar mandi lalu mengunci pintunya. Kaki Arfel yang terkena air otomatis melemas dan membuatnya terduduk, tak perlu waktu lama untuk berubah menjadi ekor berwarna orange-nya.

"Sudah lama aku tidak melihatmu seperti ini, Arfel," cuit Sean yang membuat kening Arfel berkerut.

"Apa yang kau rindukan dari wujudku yang seperti ini? Perutku yang berotot?" tanya Arfel dengan nada kesal yang mana membuat Sean tertawa.

"Untuk apa aku merindukan perutmu? Aku kan juga punya!"

Arfel mencibir sedangkan Dilon merotasikan matanya malas. Pemuda berwajah kalem itu melangkah masuk ke kamar mandi dan mengambil sabun. Setelah kakinya terkena air, sama seperti Arfel tadi, kakinya melemas yang membuatnya terduduk dan langsung berubah menjadi ekor biru miliknya.

"Kau merusak gayung kami pangeran! Harganya mahal!" kesal Dilon yang membuat Sean mengerjap tak mengerti.

"Apa yang ku rusak?!"

"Gayung kami! Itu, benda berwarna hijau yang kau pegang. Gunanya untuk mengambil air dari bak, bukan untuk dipukul-pukul! Kau pikir itu bedug apa ya?" gerutu Dilon gemas ingin meninju Sean, tapi dia masih sadar batasan lah. Sean kan pangeran, sedangkan dia hanyalah duyung dayang-dayang biasa yang tak sempurna dan kadang salah.

[1] Sirena ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang