O9. sanfest

325 47 10
                                    

Sean memekik senang ketika masuk ke area pantai yang kini sudah dipenuhi oleh stan-stan kuliner, souvenir, bahkan ada panggung disana. Pemuda itu melompat kegirangan diatas pasir putih pantai yang membuat ketiga orang yang bersamanya tadi melihatnya aneh.

Seperti anak kecil.

"Astaga, sepatuku kemasukan pasir," cuit Sean sembari menghentikan kegiatannya.

Ia mendudukkan dirinya di sisi jalanan bata pembatas warung pakaian dan pasir pantai itu. Melepas sepatunya lalu mengeluarkan pasir-pasir yang ada didalam sepatunya.

Entah kenapa hal itu membuat Rachel menarik kedua sudut bibirnya keatas, membentuk sebuah senyuman. Tingkah Sean itu sangat lucu dan menggemaskan. Lebih menggemaskan dari Leo, sepupu aslinya.

"Arfel!" panggil Sean pada temannya itu sambil memberi gestur mendekat yang mana membuat Arfel mengerutkan dahinya.

"Apaan?"

"Aku lupa cara menggunakan sepatu," bisiknya yang membuat Arfel menatapnya datar.

Sementara Arfel sibuk mengajari Sean cara menggunakan sepatu, Reyhan mengedarkan pandangannya mencari stan pecel lele. Maklum, di studio tadi gak sempet makan karena saking sibuknya. Dan sampe rumah juga. Udah cepet-cepet mau pergi ke sanfest. Bisa mati Reyhan kalo gak segera isi perut.

"Lo mau makan apa?" tanya Reyhan pada Rachel di sebelahnya yang masih betah melihat Sean dan Arfel.

"Hah? Makan? Apa aja deh, ngikut."

"Gue sih maunya lob––"

"SEANNN! LO MAU KEMANA?!"

Teriakan Arfel itu membuat kedua saudara kembar tak identik itu menoleh. Sean pergi, berlari meninggalkan mereka bertiga dengan langkah girangnya. Astaga duyung satu itu.

"Eh anjir, tapi gue laperrr!" gerutu Reyhan sembari menggaruk kepalanya, sedikit kesal dengan Sean yang malah pergi seenaknya itu.

"Kalian makan aja, Sean biar gue yang urus!"

Baru saja Rachel hendak pergi tetapi Arfel menahan tanggannya. Pemuda berfreckles itu merogoh kantongnya mengambil lima lembar uang merah dengan dua gambar pahlawan lalu memberikannya pada Rachel.

Beuh.

Hasil dari menangis karena tak sengaja kakinya kesandung kursi tadi. Air mata Arfel berubah menjadi butiran mutiara, yang mana langsung ia tukarkan dengan uang di toko perhiasan. Seperti itulah Arfel dan Dilon bertahan hidup di daratan selama ini.

"Apa nih?" tanya Rachel bingung, tiba-tiba Arfel memberinya uang lima ratus ribu.

"Untuk Sean. Jadi emak dia sementara ya, Hel, hehe. Udah buru sana sebelum dia buat malu," Arfel mendorong Rachel menyuruhnya untuk mengejar Sean sebelum kehilangan jejaknya yang membuat Rachel mendengus.

Dia kesini kan untuk bersenang-senang sekaligus menenangkan pikirannya. Bukannya untuk mengawasi Sean si pemuda kudet itu. Ah yasudahlah.

Rachel berlari kecil ke arah Sean yang dilihatnya sedang berjingkrak-jingkrak di depan stan sosis bakar. Sepertinya pemuda itu sedang memesan sosis bakar. Jadi sebelum terjadi sesuatu yang iya iya, Rachel langsung menyusulnya kesana.

"Sean!"

"Ah Rachel! Lihattt! Itu terlihat sangat enak bukan?!" seru Sean sembari menunjuk sosis bakar pesanannya sedang diberi saos dan juga mayonais.

Rachel hanya tersenyum melihat itu, Sean sungguh bersemangat, bahkan hanya untuk sosis––ah tidak, dia akan bahagia jika mendapat makanan. Apa pemuda itu tidak pernah makan-makanan seperti ini sebelumnya?

[1] Sirena ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang