28. a plan

204 29 8
                                    

Rachel mengintip dari balik pintu kamar tamu yang Sean tempati setelah melihat pintunya sedikit terbuka. Ia baru saja selesai mandi karena tadi terlambat pulang ke rumah, yang mana membuatnya dan Raka kena guyuran hujan di jalan.

Ada perasaan yang menjanggal di hati Rachel saat pulang dan menginjakan kaki di rumah tadi. Ia merasa atmosfer di rumahnya agak murung. Entahlah, Rachel merasa aneh saja. Padahal suasana hatinya sedang baik-baik saja tadi.

Gadis itu mengintip ke dalam kamar tamu yang ditempati Sean itu lalu maniknya bergerak menelusuri setiap sudut di tempat itu untuk mencari keberadaan Sean.

Rachel ingin minta maaf tentunya.

Aslinya menurut Rachel candaanya tadi tidak terlalu berlebihan, itu hanyalah candaan klasik anak muda jaman sekarang. Tetapi Reyhan malah memarahinya habis-habisan tadi dan bahkan menegurnya agar tidak melakukan itu lagi.

Tapi sebenarnya bukan karena Reyhan Rachel ingin minta maaf, tapi karena keinginan hatinya yang seolah menyuruhnya untuk bicara pada Sean. Dan Rachel kira suasana murung yang ia rasakan tadi adalah suasana hati Sean saat ini.

Aneh bukan.

Rachel menghela samar tak mendapati keberadaan Sean lewat intipannya itu. Ia kemudian menegakkan tubuhnya lalu mengetuk pintu kamar tamu yang Sean tempati itu lalu membukanya lebar-lebar.

"Sean? Ada di kamar gak? Aku mau ngomong sama kamu..."

"......"

Tak ada jawaban. Rachel melengkungkan bibirnya ke bawah, kecewa. Pemuda yang dicarinya tidak ada di kamarnya. Atau mungkin sedang bersembunyi darinya?

Gadis itu kemudian berbalik, hendak mencari Sean ke tempat lain. Di dapur atau mungkin di kamar Arfel dan Dilon. Tetapi baru saja berbalik, tubuh Rachel hampir saja bertabrakan dengan tubuh seseorang yang tak lain adalah orang yang menempati kamar yang Rachel kunjungi tadi. Sean.

"S-sean? Hai!" Rachel malah melambai ke arah pemuda itu yang mana membuat Sean tersenyum tipis menanggapinya. Tipis sekali.

"Apa yang dia lakukan disini?"

Rachel tersenyum kecut ketika kembali mendengar suara dari batin pemuda yang ada di hadapannya itu. Ternyata itu bukanlah sebuah halusinasi belaka. Itu kenyataan. Rachel memang benar bisa mendengar suara batin Sean.

"A-aku tadi nyariin kamu," ucap Rachel sedikit gugup. Juga berniat membalas pertanyaan yang Sean lontarkan lewat batin tadi.

"Cari aku? Untuk apa?" tanya Sean dengan alis yang terangkat satu.

"Untuk memamerkan kedekatan dan kemesraanmu dengan laki-laki itu? Laki-laki yang katanya adalah calon suamimu itu? Chhh!"

Lah?

Mendengar suara batin Sean itu, Rachel mengusap tengkuknya bingung. Sean bicara dalam batinnya dengan nada yang menunjukkan bahwa ia sedang cemburu. Padahal kan niatnya mencari Sean untuk minta maaf, Rachel sama sekali tidak ada niatan memamerkan kedekatannya dengan Raka.

Lagipula tak ada hal spesial yang terjadi tadi kecuali mungkin saat hujan-hujanan naik motor tanpa jas hujan yang mirip seperti film-film romansa di tv. Tapi Rachel tak menganggap itu spesial, itu ia anggap kesialan karena berakhir pulang dalam keadaan basah bosku.

"Ya pengen ngobrol aja, emang gak mau ngobrol sama aku?" balas Rachel seadanya. Kan niat awalnya memang ingin bicara dengan Sean.

"Apa aku harus mendengarkan obrolannya tentang laki-laki itu demi menyenangkannya? Harus kah? Bagaimana nanti kalau aku cemburu?"

[1] Sirena ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang