16. cold night

284 51 16
                                    

Berdiri di depan pintu, Sean menggembungkan pipinya sambil menatap knop pintu kos-kosannya Arfel dan Dilon ini. Sudah lima menit kiranya Sean berdiri di depan pintu masuk sambil memandangi knop pintu yang mana membuat Dilon di belakang menatap Sean bingung.

Tangan Sean kini tertuju pada knop pintu itu. Ia membuka pintu tapi sedetik kemudian menutupnya dengan keras yang mana membuat Dilon terkejut gile di belakang sana.

"Cuy, ngapain sih lo? Jangan main pintu, nanti rusak, ibu kos bisa marah!" tegur Dilon yang membuat Sean menoleh ke arah pemuda itu.

"Bingung.." balas Sean lalu menyebikkan bibirnya.

"Kenapa? Mau keluar?"

"Ke rumah Rachel.."

Dari tadi pagi Sean tak sempat bertemu bahkan bertatap muka sedikit pun dengan gadis itu. Rasanya seharian ini Rachel hilang ditelan megalodon saja menurut Sean. Entah kenapa ya, Sean rindu. Melebihi perasaan rindunya dengan Hysa, Neptuna, bahkan Ariel.

Padahal hanya tak bertemu sehari dengan Rachel, dibanding dengan ketiga perempuan yang disebutkan tadi. Sean hanya ingin melihat wajah Rachel, memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Soalnya kata Hazira tadi Rachel gak enak pikiran, Sean cemas Rachel bisa stress nanti.

Asek.

"Bukannya gue ngelarang, tapi ini udah malem. Tadi juga habis hujan, diluar sana tuh becek. Mana gelap, nanti kalo misalnya keinjek genangan air gimana? Lagipula Reyhan gak bakal ngizinin lo buat ketemu Rachel malem-malem gini."

Sean melirik jam dinding yang menggantung di dinding, jam menunjukkan pukul tujuh malam. Baru jam tujuh loh, masa iya Reyhan akan melarangnya bertemu Rachel jam segini?

"Arfel pergi tuh, kenapa dia boleh sedangkan aku tidak??!" protes Sean karena sepertinya Dilon ini membeda-bedakannya dengan Arfel.

"Arfel bisa jaga diri, lah lo? Kemarin hampir ketahuan, tadi hampir ketahuan. Lo masih baru di daratan, Se, harus banyak belajar lagi, jangan ngada-ngada. Ikutin aja perintah gue " kata Dilon yang membuat Sean melengkungkan bibirnya kebawah.

Gak dikasi main keluar sama ayah Dilon hiks -Sean

"Bukankah aku pangerannya?"

Dilon mendengus malas.

"Lo jadi pangeran pas kita berubah jadi duyung dan pas di laut, Sean. Dan ini daratan. Lo aja baru beberapa hari tinggal disini. Dibanding gue dan Arfel yang udah satu setengah tahunan, kita lebih tau dibanding elo!"

Sean berdecak kesal lalu pergi meninggalkan Dilon disana, ia berjalan ke kamar dengan langkah gontainya lalu merebahkan dirinya di kasur. Ngambek ceritanya.

Ditatapnya langit-langit kamar kos Arfel dan Dilon, Sean kembali melengkungkan bibirnya ke bawah. Perasaannya tidak enak karena belum ada bertemu Rachel hari ini. Sumpah demi apa, Sean ingin bertemu Rachel sekali saja hari ini, sebelum besok datang.

Pemuda itu menghela napasnya, ia bangun dari rebahannya memposisikan badannya duduk di atas kasur. Sean kemudian beranjak dari kasur, membuka pintu untuk melihat situasi dan kondisi. Ah, Dilon tidak ada. Kemana perginya Dilon secepat itu?

Sebuah senyuman terukir di wajah Sean, pemuda itu kemudian berlari ke arah tasnya, menyobek sebuah kertas lalu menuliskan sesuatu disana dengan pulpennya. Setelah selesai, Sean keluar dari kamar, menempel kertas itu disebelah pintu masuk kos-kosan dengan selotip, lalu melesat keluar kos-kosannya Arfel dan Dilon agar tidak keburu ketahuan.

Meanwhile Dilon yang baru aja keluar dari kamar kos tetangganya.

"Makasi ya Lon udah mau bantu benerin genteng gue yang bocor."

[1] Sirena ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang