|0 6 M A L A M P E R T A M A|

58.4K 1.6K 7
                                    

Adelia duduk dimeja makan rumah orang tua Kafka. Di sebarangnya ada sepasang suami istri yang dari tadi memperhatikan Adelia dengan senyum yang terus mengembang, mereka adalah orang tua Kafka.

Kafka duduk disebelah Adelia, mereka sudah memulai sandiwara mereka sebagai sepasang kekasih.

"Jadi selain pacar Kafka kau juga sekretarisnya?" tanya Alice lembut.

"I-iya." jawab Adelia canggung.

Alice mengangguk paham setelah mendengar jawaban Adelia. "Kau cantik seperti waktu aku muda dulu," puji Alice. "Benarkan Anderson?" Alice meminta persetujuan dari suaminya.

"Aku tidak yakin, aku rasa lebih cantik Adelia daripada kau, Alice." jawab Anderson bercanda.

"Ya, aku akui itu, kau memang cantik Adelia. Tidak salah jika Kafka memilihmu untuk menjadi pacarnya." Alice melemparkan senyum kepada Adelia.

"Ah, kau terlalu berlebih...ehm..." Adelia tampak berpikir sebelum melanjutkan ucapannya.

"Alice, panggil aku Alice." ujar Alice yang menyadari jika Adelia kebingungan harus memanggilnya dengan sebutan apa. Adelia mengagguk.

Kafka lega begitu keluarganya menerima kehadiran Adelia malam ini. Pasalnya orang tua Kafka tipe yang pemilih untuk pasangan anaknya. Mungkin karena Adelia yang santun makanya mereka dengan mudah menerima atau mungkin karena kecantikan yang dimiliki sekretarisnya itu.

Kafka menatap adik perempuannya-Thea yang masih menjadi pendengar dalam obrolan itu. "Bagaimana menurutmu?"

Thea menatap Adelia datar, membuat Adelia sedikit gugup mendapat tatapan dingin seperti itu. "Cantik, tapi bodoh!" sahut Thea menilai Adelia.

Kafka langsung berubah marah mendengar itu. "Apa katamu!?" bentak Kafka.

Alice dan Anderson menatap Thea, sedang yang ditatap tidak merasa bersalah sama sekali. "Siapa yang mengajarimu menjadi gadis tidak sopan seperti ini?" tanya Alice.

"Dia memang wanita yang bodoh mom, karena mau-mau saja menjadi pacar Kafka. Padahal tidak ada yang menarik dari Kafka." ujar Thea membela diri.

"Tau apa kau?" Kafka geram. "Kau hanya anak kecil yang baru tumbuh!"

"Dan kau pria yang sok dewasa!" sambung Thea membalas. Ia memeletkan lidahnya kearah Kafka.

"Jika dilihat sekilas Kafka memang tidak memiliki daya tarik apapun selain wajahnya," suara Adelia yang membuat semua yang ada dimeja makan menatapnya. "Tapi setelah diselami, Kafka bukan hanya pria yang mengandalkan tampang saja. Dia adalah seorang yang pekerja keras, terbukti dari cara dia bekerja saat dikantor, ia hanya akan pulang setelah semua hal selesai dengan tuntas.

"Kafka juga seorang yang disiplin waktu, ia akan dengan tegas memberikan hukuman kepada bawahannya yang terlambat datang kerja. Bukan begitu?" Adelia menatap Kafka dengan senyuman.

Kafka dibuat tersenyum lebar mendengar kalimat pujian itu keluar langsung dari mulut Adelia. "Ya, tentu saja." sahut Kafka setuju.

Alice menatap Anderson, mereka berdua juga terseyum mendengar itu. Apalagi begitu melihat aura kebahagiaan terpancar dari mata putranya.

"Ayo makan, aku rasa nanti saja lanjut mengobrolnya." ujar Anderson.

Adelia sedikit bingung harus memakan hidangan yang mana dulu, karena terlalu banyak makanan yang tersaji dihadapannya. Tetapi Kafka terlebih dulu meletakkan sepiring spaghetti didepan Adelia.

"Kau makan ini saja, karena spaghetti adalah masakan terenak yang mom buat." bisik Kafka.

Adelia menyuap spaghetti itu ke dalam mulut. Setelah menelan makanan itu baru Adelia merasakan sensasi pedas pada lidahnya, pasti Kafka sengaja mengerjainya.

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang