|2 9 M E N Y I K S A|

18.8K 662 4
                                    

"Kenapa?" tanya Adelia ketika sudah masuk ke dalam ruangan Rio. Ini sudah kali kedua Rio memanggil Adelia keruangannya, hal itu membuat pekerjaaan Adelia terganggu.

"Kopiku habis, tolong buatkan satu gelas lagi," ujar Rio meminta tolong pada Adelia supaya membuatkan kopi untuknya. Rio menyodorkan gelas kosong bekas air kopi yang tadi ia minum didepan Adelia.

Dengan berat hati Adelia mengambil gelas yang Rio sodorkan padanya, lalu pergi menuju dapur perusahaan untuk membuatkan kopi yang Rio minta.

Rio memang salah satu pencinta kopi, pria itu tak bisa lepas meminum minuman pahit tersebut--walau hanya satu hari. Adelia tahu hal itu. Karena sewaktu mereka pacaran, setiap pergi makan, minuman yang Rio pesan selalu saja kopi.

Beda halnya dengan Kafka yang tidak terlalu menyukai kopi. Andai saja Adelia masih bekerja di perusahaan Kafka, pasti ia tak akan sesering ini membuat kopi. Adelia menggeleng, tanpa sadar ia memikirkan Kafka.

Setelah kopi selesai Adelia buat, ia segera kembali ke ruangan Rio untuk mengantarkan kopi itu. Sebelum membuka pintu ruangan Rio, Adelia berpikir sesaat. Apakah ia akan tetap terkurung di perusahaan Rio, atau Adelia mengundurkan diri saja? Sama halnya seperti yang ia lakukan di perusahaan Kafka.

Ah, semoga saja Clara berhasil memujuk Liam supaya mau menerimaku di perusahaannya. Gumam Adelia dalam hati.

"Kopimu," ujar Adelia meletakkan segelas air kopi yang tadi ia buat di meja Rio.

Rio tersenyum menerima kopi itu, lalu ia meminumnya satu teguk. "Kau boleh pergi," perintahnya dengan senyum masih melekat dibibirnya.

Itu menyebalkan menurut Adelia.

Adelia pergi dari sana. Ia sempat berpapasan dengan Liora saat berjalan di lorong perusahaan. Pasti Sekretaris 1 itu ingin menuju ruangan Rio.

Begitu Adelia duduk di meja kerjanya, telepon yang ada disamping komputer berbunyi. Dengan segera Adelia mengangkat panggilan itu.

"Ke ruanganku sekarang," ujar seseorang di seberang sana.

Itu suara Rio. Padahal baru saja Adelia datang dari sana. Dan sekarang pria itu menyuruhnya datang lagi.

Ini terlalu menyiksa bagi Adelia, ia sama sekali tidak bisa fokus pada pekerjaannya karena si bos sialan itu--Rio. "Baik," sahut Adelia. Semoga saja kali ini Rio menyuruhnya melakukan hal penting, bukan lagi hal yang tak ada hubungannya dengan pekerjaan--seperti tadi.

Malas-malasan Adelia berjalan menuju ruangan Rio. Untungnya masih di lantai yang sama, jadi Adelia tidak perlu repot menaiki lift.

Tepat seperti dugaan Adelia. Saat masuk, didalam sana bukan hanya ada Rio saja. Tetapi Liora juga disana. Sama seperti kemarin, wanita itu duduk di pangkuan Rio.

"Liora, kau bisa turun dari pangkuanku?" pinta Rio.

Liora terpaksa menurut, matanya menatap tajam ke arah Adelia. Jika mata bisa berbicara, mungkin mata Liora akan berkata: aku tidak menyukaimu, Adelia!

Adelia pun bisa menangkap itu, ia tahu Liora tidak begitu menyukainya. Mungkin, wanita itu mengira jika Adelia akan merebut posisinya menjadi sekretaris utama.

"Ada apa?" tanya Adelia pada Rio.

"Air conditioner ruanganku mati, bisa tolong nyalakan?"

Adelia setengah menganga. "Kau manggilku kemari hanya untuk itu?" tanya Adelia.

"Tentu saja tidak," jawab Rio.

Menghembuskan nafas panjang, Adelia berjalan menuju sudut ruangan yang terdapat meja kecil, tempat dimana terletaknya remot air conditioner. Lalu Adelia menekan salah satu tombol untuk menyalahkan pending ruangan tersebut.

Adelia sebenarnya bingung dengan isi pikiran Rio. Jika hanya untuk menyalahkan pending ruangan, kenapa harus repot-repot memanggil Adelia? Oke, anggap saja kalau Rio tidak ingin melakukan hal itu, tapi didalam ruangan itu ia tidak sendiri--ada Liora.

Kenapa tidak meminta Liora saja menyalakan air conditioner-nya?

"Apa lagi?" tanya Adelia. Ia tidak ingin berlama-lama di ruangan itu--apalagi harus bersama dengan Rio dan Liora.

"Malam ini, aku ingin kau menemaniku pergi ke acara yang diadakan oleh salah satu penanam saham perusahaan," ujar Rio seperti keharusan.

Adelia yang sudah menganga ingin mengucapkan sebuah kalimat penolakan, diinterupsi oleh Liora yang lebih dulu berkicau.

"Bukannya aku yang selalu menemanimu, pergi ke acara seperti itu?" Liora protes.

Rio menatap Liora, kemudian menampilkan senyum. "Kali ini aku ingin pergi dengan Adelia."

Mendengar itu, Liora langsung memasang ekspresi kecewa.

Adelia tertawa dalam hati melihat Liora yang tampak kesal. Entah kenapa, Adelia sepertinya juga membenci Liora, sebab wanita itu tidak pernah menunjukkan sisi bersahabat pada Adelia.

"Aku tidak bisa--" kalimat Adelia dipotong oleh Rio.

"Itu bukan tawaran yang bisa kau terima atau tolak, tetapi tuntutan pekerjaan," ujar Rio. "Sekarang kau boleh pergi," timpal Rio.

Rio menatap Liora. "Kau juga."

Dengan itu, Adelia dan Liora keluar dari ruangan Rio.

Saat diluar, Liora mencegat langkah Adelia. "Jangan pernah berpikir kalau kau bisa merebut posisiku semudah itu," ujarnya angkuh.

Adelia tertawa, seolah tawa itu adalah cemooh. "Kau tenang saja, aku tidak akan lama berada di perusahaan ini," sahut Adelia. Lalu melewati Liora begitu saja.

🌿

Note:
Rencananya mau langsung double update, karena kerangka cerita chapter 30 udah ada. Tapi entah kenapa, jiwa malasku meronta-ronta😭

Mungkin update chapter 30 besok kali ya:)




•Hargailah sebuah karya dengan baik dan aku yakin kalian tahu cara menghargai karya ini •

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang