[2 3 P E N G U N D U R A N D I R I]

21.2K 801 6
                                    

Sebelah tangan Adelia menarik koper hitam besar yang sudah diisi penuh dengan baju-bajunya, ia berjalan mendatangi Kafka yang duduk di ruang tengah menonton televisi dengan santai. Adelia kemudian berdiri di hadapan pria itu, dengan tangan bercakak pinggang.

"Aku akan pergi dari rumah ini, jika kau tidak pergi," ujar Adelia angkuh dan ketus.

Kafka yang tadinya menatap layar televisi beralih menatap Adelia, sedetik setelahnya tersenyum. "Kenapa kau tidak ingin tinggal serumah denganku? Apakah kau memikirkan hal yang aneh-aneh?" goda Kafka dengan satu alis matanya naik turun.

Adelia mendesah. "Aku sedang tidak ingin bercanda Kafka, aku benar-benar ingin pergi dari sini." ujar Adelia. "Aku tidak ingin tinggal serumah denganmu, karena pasti akan banyak gosip yang tidak-tidak jika aku dan kau tinggal serumah."

Melihat ekspresi serius Adelia Kafka jadi yakin, jika wanita itu tidak sedang main-main sekarang ini. "Lalu kemana kau akan pergi?" tanya Kafka.

"Itu bukan urusanmu, aku bisa mengurus diri sendiri," jawab Adelia tidak ingin memberitahu kemana tujuannya pergi. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan diriku," imbuh Adelia.

Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Sebuah amplop putih ia serahkan kepada Kafka.

Kafka mengambil amplop itu, lalu menatap Adelia meminta penjelasan.

"Itu adalah surat pengunduran diriku,  dan mulai hari ini aku resmi berhenti dari perusahaanmu," ujar Adelia menjelaskan isi dari amplop putih itu.

Kafka tersenyum, seolah itu adalah senyum remeh dan menganggap perkataan Adelia barusan adalah hal sepele. "Bukankah aku sudah pernah bilang padamu, jika kau berhenti bekerja di perusahaanku, mungkin kau tidak akan diterima di perusahaan manapun. Aku berani memastikan hal itu," ujar Kafka bermaksud mengancam Adelia.

Adelia membalas senyum Kafka, sekarang ia sama sekali tidak takut dengan ancaman itu. Sebab Adelia sudah memikirkan keputusannya ini matang-matang.

"Lakukan apapun yang kau mau," tantang Adelia. "Lagipula aku tidak berniat melamar pekerjaan di perusahaan manapun, uang tabunganku cukup untuk biaya hidup selama setahun ke depan dan juga bisa digunakan untuk membuka usaha sendiri."

"Oh, benarkah?" tanya kafka. Lagi-lagi seolah meremehkan Adelia.

"Tentu saja," sahut Adelia mengagguk mantap. "Dan rumah ini aku serahkan kembali padamu," tambah Adelia.

Wanita itu menarik kopernya, berbalik badan, dan berjalan ingin pergi meninggalkan Kafka. Namun sebelah tangan Adelia yang kosong dicekal oleh Kafka, pria itu membalik tubuh Adelia. Kini mereka saling berhadap-hadapan.

"Apakah kau memang sebenci itu padaku?" tanya Kafka memastikan.

Adelia menghembuskan nafas panjangnya, disusul dengan anggukan. "Jika wanita lain mungkin tidak, tapi aku adalah wanita yang paling benci dengan pria yang tidak pernah puas dengan satu orang wanita saja disisinya."

"Aku tidak seperti itu lagi. Itu dulu, sekarang yang ada di hatiku hanya kau, Adelia," Kafka menapik kalimat Adelia barusan.

"Lalu bagaimana dengan wanita yang bersamamu di klub kemarin malam?" tanya Adelia.

"Dia yang merayu," jawab Kafka berdalih.

"Dan kau mau-mau saja dirayu oleh wanita murahan semacam itu!" singgung Adelia.

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang