|1 0 P A G I|

42.5K 1.2K 3
                                    

Sama halnya dengan hari yang lalu, Kafka dibangunkan oleh alarm yang berdering memekakkan telinga. Pria itu meringis begitu berhasil membuka matanya, rasanya kepalanya ingin pecah. Perutnya pun terasa tidak enak sama sekali. Ini pasti karena efek mabuk yang masih tersisa.

Setelah mengumpulkan nyawa, Kafka mengingat-ingat apa yang terjadi padanya saat mabuk. Adelia, yang ia ingat hanya Adelia.

Bayangan Adelia mencium bibirnya, meloloskan kaus dari tubuhnya, bayangan ketika Adelia meraba perutnya dengan sensual. Lalu mereka...hanya itu yang diingatnya. Kafka memijit kepalanya yang berdenyut-denyut. Mungkinkah tadi malam aku dan Adelia....

Ia memperhatikan tubuhnya, bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana panjang-itupun ikat pinggangnya sudah lepas entah kemana.

Kafka mengernyit saat mencium bau masakan dari arah dapur. Anehnya, Kafka tidak memiliki pembantu di apartemen ini.

Kafka bergegas menuju dapur, tetapi ia terhenti didepan cermin besar yang ada di kamarnya. Kafka meraba bekas yang memerah dileher sebelah kirinya, ada bekas cupang disana.

Sampai di dapur, yang matanya lihat adalah seorang wanita yang sibuk memasak. Wanita itu tidak sadar sedang diperhatikan oleh pemilik apartemen, karena membelakangi Kafka.

Dengan rambut hitam ikal yang diikat asal, Kafka tahu siapa wanita itu. Adelia. Kafka mendesah begitu menyadari pakaian Adelia terlalu seksi untuknya, Adelia hanya mengenakan sebuah kemeja putih yang panjangnya hanya sampai setengah paha putihnya.

Adelia menghentikan kegiatan memasaknya, ada sebuah tangan yang tak diinginkan memeluk pinggangnya dari belakang. Dari aromanya, Adelia tahu jika orang itu adalah Kafka. Adelia berusaha melepas lilitan tangan Kafka, tetapi ia kalah tenaga. "Kau ini kenapa, lepaskan." pinta Adelia.

"Apa kau nakal kepadaku ketika aku mabuk tadi malam hm?" tanya Kafka disebelah telinga Adelia. Nada suara pria itu menggoda.

Adelia langsung salah tingkah. Apakah Kafka mengingat kejadian tadi malam? "Nakal kepadamu? Kurang kerjaan!" Adelia menapik dengan sedikit tawa sebagai samaran kebohongannya.

Kafka melepas pelukannya, membalik tubuh Adelia supaya berhadapan dengannya. "Lalu bisakah kau jelaskan bekas yang memerah dileherku ini?" Kafka menunjukkan bekas memerah yang ada dilehernya.

"Bekas dilehermu itu?" Adelia berpikir sebentar. "Mana aku tau." lanjutnya kikuk.

Kafka mengusap-usap pipi Adelia, ia tersenyum memperhatikan ekspresi kaku Adelia. Kafka tahu jika Adelia sedang berbohong kepadanya. "Ternyata kau pintar berbohong." Kafka mencium pipi Adelia tiba-tiba.

"Kenapa kau menciumku!?" kesal Adelia.

"Kenapa marah? Bukannya tadi malam kau juga menciumku? Bahkan lebih dari satu kali. Aku yakin!"

Adelia diam, ujung-ujung ia yakin Kafka pasti mengingat hal tadi malam. "Iya aku menciummu, kau mau marah? silahkan!" seru Adelia tidak bisa menahan emosi.

Kafka menggeleng. "Aku tidak marah, siapa bilang. Lain kali aku akan mabuk dan tidak sadarkan diri lagi, supaya kau bisa mengendalikan semuanya." Kafka mengedipkan matanya.

"Gila!" Adelia mendorong dada Kafka supaya menjauh darinya.

"Aku sudah buatkan sup untuk menghilangkan hengover-mu." Adelia menunjuk satu mangkuk sup hangat yang sudah ada di meja makan. Adelia berlalu dari sana.

Kafka tersenyum. Pria itu sadar, sebenarnya dibalik diri Adelia yang tampak seperti acuh ada sebuah kepedulian yang tidak ingin wanita itu tunjukkan.

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang