|3 1 B Y E !|

17K 668 6
                                    

Ponsel Adelia yang berada disamping nakas tempat tidurnya bergetar, kemudian disusul oleh suara nada panggilan. Adelia yang masih menutup matanya, terpaksa bergerak mengambil benda persegi itu dengan cara meraba.

Tanpa melihat siapa yang meneleponnya, Adelia langsung mengeser tombol hijau untuk menjawab panggilan telepon itu. "Halo?" sapa Adelia dengan suara khas bangun tidur.

"Tebak, berita apa yang akan aku sampaikan pagi-pagi seperti ini?" suara Clara dari seberang sana. Tampak begitu gembira.

"Apa?" tanya Adelia yang tak begitu bersemangat. Ia malah ingin cepat-cepat memutuskan sambungan telepon--Clara mengganggu tidurnya!

"Kau di terima oleh Liam untuk bekerja di perusahaannya!" seru Clara.

Adelia langsung menegakakkan tubuhnya, kantuknya hilang begitu saja mendengar berita yang Clara sampaikan itu. "Sungguh?" Adelia memastikan.

"Tentu saja," jawab Clara dari seberang sana. "Apa kau lupa, bahwa Liam cinta mati padaku? Jadi apapun keinginanku pasti pria itu turuti," timpalnya dengan sedikit sombong.

Adelia memberengut. "Dan apa kau lupa, bahwa aku berperan besar dalam hubungan kalian?" Adelia membalas. Lalu terdengar suara tawa Clara dari seberang sana.

"Kapan aku bisa masuk bekerja disana?" tanya Adelia.

"Besok," jawab Clara singkat.

Adelia menapakkan kedua kakinya ke lantai, lalu berdiri dari duduknya diatas ranjang.

"Terima-kasih, kau adalah salah satu sahabatku yang paling baik," ujar Adelia sambil berjalan menuju kamar mandi.

"Salah satu? Bukannya aku memang satu-satunya sahabatmu? Ralat, lebih tepatnya satu-satunya orang yang ingin bersahabat denganmu," balas Clara menyinggung.

"Ucapanmu tadi sedikit menyakitkan perasaanku," Adelia berpura-pura sedih. "Bye!" kemudian dengan itu Adelia memutuskan sambungan telepon.

Adelia tertawa sendiri, Clara pasti sedang menggerutu, karena Adelia memutuskan sambungan dengan seenaknya. Jika Clara ada di kost-nya saat ini, Adelia yakin wanita itu akan memakinya.

Adelia mengambil handuk, ia meletakkan ponselnya diatas wastafel. Setelah itu Adelia masuk ke dalam kamar mandi.

***


Adelia datang ke ruangan Rio, ia ingin menyampaikan bahwa ia akan  mengundurkan diri dari perusahaan pria  itu. "Aku anggap ini adalah sebuah berita yang baik--setidaknya untukku," ujar Adelia. Ia meletakkan amplop putih polos diatas meja Rio.

Rio menaikkan salah satu alisnya melihat amplop yang barusan Adelia taruh dihadapannya. "Ini apa?" tanya pria itu saraya memungut amplop persegi yang ada diatas meja kerjanya.

"Baca saja," jawab Adelia.

Rio membuka amplop tersebut, mengeluarkan selebar kertas yang terselip didalamnya. Lalu membaca isi dari kertas itu untuk beberapa saat. "Tidak, aku tidak mengizinkan kau berhenti  dari perusahaan ini," ujar Rio bersiteguh, setelah membaca isi kertas itu.

"Tetapi itu sudah menjadi keputusan finalku, dan aku tidak akan membatalkan niatku itu hanya karena kau yang memintanya," sahut Adelia. "Jujur, aku terpaksa bekerja di perusahaanmu ini."

"Apa perlu aku menaikkan gajimu?" tanya Rio memberikan sebuah penawaran.

"Kau tidak perlu melakukan apapun, kau hanya perlu menerima keputusan yang aku pilih ini," jawab Adelia.

Rio menggenggam kertas yang ada di tangannya kuat-kuat, menatap Adelia yang berdiri didepannya dengan menahan amarah. "Aku menolak penguduran diri darimu!" seru Rio. Suara pria itu meninggi.

Hal itu membuat Adelia terkejut. Tetapi sebisa mungkin Adelia mencoba terlihat tenang. Adelia tidak ingin Rio mengira bahwa ia akan takut hanya dengan bentakkan dari pria itu.

"Aku sudah mengundurkan diri, berarti kau bukan lagi bos atau atasanku," ujar Adelia yang tidak mempedulikan kalimat Rio tadi. "Aku permisi, dan selamat tinggal." Adelia pamit undur diri, keluar dari ruangan Rio.

Setelah kepergian Adelia, Rio merobek-robek kertas beserta amplop yang Adelia berikan padanya tadi. Pria itu murka, ia membalik meja kerjanya hingga terdengar suara yang sangat gaduh didalam ruangan itu.

Rio sudah mati-matian berusaha mengambil kembali hati Adelia. Namun lihat sekarang, hasilnya nihil--nol besar. Membuat Rio kian marah dengan keadaan.

"Kau tidak boleh berhenti dari perusahaanku, Adelia!" seru Rio seorang diri.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Melepaskan Adelia begitu saja, atau memaksa Adelia kembali kepadanya dengan cara licik?

🌿

Ya Tuhan, udh lama banget gak update, sekalinya update chapternya pendek:(

Duh maafkan😥🙏

*


•Hargailah sebuah karya dengan baik dan aku yakin kalian tahu cara menghargai karya ini•

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang