|3 3 P E R T U K A R A N K A R Y A W A N|

17.2K 635 6
                                    

Adelia menatap Liam yang sedang duduk manis di kursi kebesarannya. Pria itu memberitahu Adelia bahwa nantinya wanita itu akan dipindah-kerjakan ke perusahaan lain. "Perusahaan ini memang rutin mengadakan progam pertukan tenaga kerja setiap tahunnya," ujar Liam.

"Tapi aku baru dua hari bekerja di perusahaanmu, kenapa harus aku yang terpilih menjadi karyawan yang mendapatkan program ini?" tanya Adelia yang sedikit tidak setuju akan hal yang disampaikan oleh Liam.

"Kau tenang dulu, maksudku ini baik," ujar Liam mencoba menjelaskan maksudnya memilih Adelia sebagai karyawan yang terpilih dalam program pertukaran tenaga kerja.

"Apa maksud baikmu itu?" tanya Adelia penasaran.

"Jika kau bekerja di perusahaanku, kau hanya menjadi karyawan biasa. Tetapi jika kau mengikuti program ini, kau akan bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang nanti menerimamu," jawab Liam menjelaskan. "Bukankah itu menguntungkan?"

Adelia berpikir sejenak, memang benar yang Liam jelaskan tadi, program ini akan sangat menguntungkan untuknya. Lagipula menjadi seorang sekretaris adalah pekerjaan yang seharusnya untuk Adelia. "Kau benar, tapi aku akan dipindahkan ke perusahaan mana?" tanya Adelia was-was.

Liam tersenyum penuh arti sebelum menjawab. "Kau pasti tau perusahaannya, bahkan sepengatahuanku kau pernah bekerja disana--Anderson Gruop."

Adelia melebarkan matanya mendengar kalimat terakhir Liam, ternyata benar dugaannya. Jelas-jelas ia menghindari perusahaan itu, tapi kenapa ia malah dipindahkan ke sana--perusahaan milik Kafka. "Tidak, aku menolak!" tegas Adelia.

"Sayangnya, aku sudah menandatangani surat perjanjiannya." Liam mengeluarkan selembar kertas dari dalam laci mejanya. Pria itu memperlihatkan surat perjanjian yang sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak--Liam dan Kafka.

"Kenapa kau tidak meminta persetujuanku dulu?" Adelia membaca surat perjanjian itu dengan menahan amarahnya.

"Aku kira kau akan setuju-setuju saja, jadi aku juga setuju," jawab Liam santai. "Lagipula kenapa kau malah berhenti dari perusahaan itu? Bukankah sulit untuk masuk kesana?"

"Apakah Clara tidak memberitahumu, alasan aku berhenti dari perusahaan itu?" tanya Adelia. Liam menggelang.

Adelia menghembuskan napas panjang, yang berarti keputusasaan. "Aku tidak ingin tau, kau harus membatalkan nya!" seru Adelia seolah-olah dirinya seorang bos.

Liam sedikit merinding mendapat bentakan dari Adelia. Sekarang ia bingung, kenapa Clara--istinya mau-mau saja berteman dengan Adelia. "Sekarang ini aku yang menjadi bosmu, kenapa malah kau yang menyuruh-nyuruhku?" Liam mengingatkan, bahwa kedudukannya lebih tinggi dibanding Adelia.

Adelia menyatukan kedua tangannya, merubah wajahnya menjadi semenyedihkan mungkin. "Tolong batalkan, aku mohon," pinta Adelia. "Apa kau tidak mengingat jasaku? Aku banyak membantumu dan Clara, hingga hubungan kalian bisa sejauh ini," sambung Adelia mengungkit masalalu. Semoga saja Liam mau berbaik hati jikalau mengingat hal itu.

Liam menggelang dua kali, membuat Adelia makin kesal. "Apa susahnya tinggal dibatalkan? Dan setelah itu kau boleh pindahkan aku ke perusahaan manapun." Adelia masih belum menyerah membujuk Liam.

"Tidak bisa." Liam tetap menolak. "Jika aku membatalkan perjanjian itu, mungkin Kafka akan mencabut saham yang telah ia tanam di perusahaanku. Dan itu aku tidak mau itu terjadi, ini permintaan langsung darinya."

Adelia kesal--tentu saja. Tahu begitu, untuk apa ia repot-repot mengundurkan diri dari perusahaan Kafka, jika ujung-ujungnya ia akan kembali ke perusahaan itu.

Dengan kasar, Adelia merebut kertas perjanjian yang ada di tangan Liam. "Aku menyesal telah merestui hubunganmu dengan sahabatku!"

Kemudian Adelia berlalu dari sana--keluar dari ruangan Liam. Dan Liam masih dibuat sedikit syok oleh perkataan Adelia padanya. Untungnya Liam tidak terlalu lama berurusan dengan wanita pemarah seperti Adelia. Namum anehnya, kenapa Clara begitu betah berada didekat Adelia?

Setelah keluar dari ruangan itu, Adelia langsung merobek-robek kertas perjanjian yang ada digenggaman tangannya. Melempar kertas itu ke sembarang arah, hingga robekannya bertebaran di lantai. Kafka sialan!

Adelia mengambil ponselnya yang ada didalam saku depan kemejanya. Mengutak-atik benda itu beberapa saat, lalu menempelkannya ke samping telinga. Menuggu seseorang diseberang sana mengangkat teleponnya. Dan tidak butuh waktu lama, seseorang yang Adelia telepon sudah menjawab panggilan darinya.

"Rupanya kau masih menyimpan nomorku?" suara seseorang dari seberang sana. Tampak begitu senang mendapat telepon dari Adelia.

"Maksudmu apa memintaku pindah ke perusahaanmu?" Adelia langsung pada intinya--bukankah ia selalu begitu?

"Tentu saja agar aku dapat menemuimu setiap hari, memangnya apalagi?" sahut Kafka dari seberang sana.

"Kau harus membatalkan itu, aku tidak menyetujuinya!" seru Adelia memaksa.

"Aku menolak." Setelah kalimat singkat itu, Kafka memutuskan sambungan telepon Adelia.

"Halo?" tidak ada jawaban dari seberang sana. Yang Adelia dengar hanya suara tut tut tut yang panjang.

Adelia berdecak kesal. Ponsel yang ingin ia masukkan kembali ke dalam saku kemejanya, bergetar--ada notifikasi pesan masuk.

Mr. Mesum!
Sebegitu bencinya kau padaku? Sampai kau berusaha sekeras ini untuk menghindariku?
Atau kau sudah jatuh cinta padaku? Karena itu kau takut rasa cintamu bertambah, jika kau terus-menerus bertemu denganku?

Adelia membaca pesan itu sekali lagi, mencerna setiap kalimatnya. Apakah benar yang Kafka bilang?

Mungkin saja.

🌿

Makin kesini Adelia makin bingung sama perasaannya sendiri, sama kek aku yang makin bingung sama kelanjutan ini cerita😆😭

Btw malam besok update lagi(pengen cepat-cepat namatin cerita Adelia & Kafka😘)

*


•Hargailah sebuah karya dengan baik dan aku yakin kalian tahu cara menghargai karya ini •

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang