|3 5 B I M B A N G|

18.1K 675 7
                                    

"Dodoh, bodoh!"

Adelia memukul-mukul kepalanya sendiri. Menatap pantulan wajahnya melalui kaca besar yang ada di wastafel toilet, lalu menyiramnya dengan air yang sedang mengalir melalui kran yang tadi ia putar.

Semoga saja dengan itu pikirannya menjadi segar, dan melupakan tentang kejadian bodoh yang ia lakukan terhadap Kafka. Kenapa Adelia tidak bisa menguasai dirinya didepan Kafka?

Dan yang lebih memalukan lagi, ia kepergok oleh Alice. Bodoh, bodoh!

Adelia kembali memukul kepalanya sendiri. Kilasan kejadian itu kembali terlintas di otaknya. Ini adalah yang kedua kalinya Adelia lepas kendali saat bersama Kafka--yang pertama adalah ketika ia meminum jamu perangsang milik Clara yang Adelia kira itu adalah jamu pelangsing.

Ponselnya berbunyi, pertanda seseorang menelponnya. Adelia mengeluarkan benda itu dari dalam saku kemejanya.

Mr. Mesum is calling...

Baru saja Adelia memikirkannya, dan sekarang pria itu menelepon.

Adelia menghirup udara dan membuangnya berulangkali--persis seperti terapi ibu hamil. Setelah gugup dalam dirinya sedikit berkurang, baru Adelia menggeser tombol hijau untuk menjawab.

"Halo?" sapa Adelia.

"Kau ke mana? Ini sudah jam kerja, kenapa kau masih belum datang ke ruanganku?" sahut Kafka dari seberang sana.

Adelia langsung memasang wajah muram. Ia lupa bahwa Kafka meminta mereka kembali bekerja dalam ruangan yang sama.

"Aku hanya ke toilet sebentar," jawab Adelia.

Jika begini, Adelia pasti akan sangat canggung bekerja, apalagi mengingat kelakuan binalnya terhadap Kafka.

"Cepat datang kesini, atau aku akan menyebarkan kepada semua orang atas kelakuanmu padaku," perintah Kafka dengan akhiran seperti mengancam.

"Kelakuanku padamu?" tanya Adelia bingung. Salah satu alisnya naik.

"Kau hampir memperkosaku, tadi," jawab Kafka dari seberang sana. Pasti pria itu tengah mati-matian menahan tawanya.

Sedangkan Adelia memerah mendengar itu. Untunglah Kafka tidak melihat ekspresi Adelia sekarang. Jika pria itu melihatnya, pasti ia akan mengolok-olok Adelia.

"Kau sendiri yang tidak melawan!" seru Adelia tak ingin di salahkan. "Aku yakin kau menikmatinya juga. Mesum!"

Terdengar di telinga Adelia suara tawa Kafka yang pecah melalui ponselnya. Membuat Adelia mendengus, dan mematikan sambungan telepon sepihak.

Kemudian keluar dari toilet tersebut, menuju ruang Kafka.

Ketika masuk ke dalam ruangan itu, Adelia langsung duduk di meja kerjanya yang bersebelahan dengan meja Kafka. Dan hal yang membuat Adelia jengah adalah, mata Kafka tidak lepas memandangi Adelia--memperhatikan setiap gerak-gerik Adelia.

"Kau ini kenapa?" tanya Adelia pada akhirnya.

"Memandangmu," singkat Kafka.

"Kenapa? Apakah aku begitu cantik?" tanya Adelia percaya diri.

Kafka menggeleng. "Aku hanya berhati-hati denganmu, siapa tau kau ingin menyerangku lagi."

Adelia langsung memukul bahu Kafka dengan keras mendengar kalimat yang Kafka ucapkan itu. "Aku melakukan hal itu, hanya ingin membuktikan sesuatu saja," balas Adelia menapik.

"Dan hasilnya?" tanya Kafka.

Adelia terdiam, bingung dengan jawaban dari pertanyaan Kafka barusan. Beberapa saat berpikir, dan hasilnya Adelia hanya menggeleng sebagai jawaban. "Tidak tau."

Kafka tiba-tiba menarik kursi Adelia, hingga terseret ke arahnya. Pria itu tersenyum menatap Adelia, yang saat ini juga menatapnya. "Apa saat ini, kau mulai bimbang dengan perasaanmu sendiri?" tanya Kafka.

Adelia gugup, apalagi jarak mereka sedekat ini. Dengan penuh tenaga, Adelia mendorong dada Kafka supaya sedikit menjauh darinya. "Lanjutkan saja pekerjaanmu!" seru Adelia mengalihkan topik.

"Beberapa menit tidak bekerja, tidak akan membuatku bangkrut," sahut Kafka.

Tetapi Adelia tidak menghiraukan, ia justru menjauh dari Kafka--kembali menarik kursinya menuju meja kerjanya.

***

Jam istirahat siang.
Para karyawan rata-rata pergi menuju restoran sederhana yang berada diseberang perusahan, untuk mengganjal perut. Selain harganya terjangkau, jarak tempuh dari perusahaan menuju restoran juga tidak banyak memakan waktu.

Begitu juga Adelia. Ia juga berada disana, tengah menyantap makanannya. Dimeja itu bukan hanya diisi olehnya, tetapi Kalista juga ada duduk disana.

Kafka tiba-tiba saja datang, berdiri didepan dua wanita itu. Menatap Kalista seolah tengah memberikan kode.

Paham dengan maksud kode itu, Kalista langsung berdiri seraya mengangkat makanannya yang masih banyak tesisa. Wanita itu sedikit membungkuk memberikan hormat pada Kafka, lalu pergi dari meja itu, membiarkan Adelia dan Kafka berduaan.

"Kenapa?" tanya Adelia tidak terlalu perduli. Ia masih sibuk dengan makanannya.

"Tentu saja ingin makan," jawab Kafka.

"Tau," Adelia mengangguk menanggapi. "Tapi maksudku, kenapa kau ingin makan di restoran seperti ini? Bukannya seleramu tinggi?"

"Selama ada kau, aku tidak masalah." Kafka melempar senyum pada Adelia.

"Cih!" Dan tentu saja, rayuan semacam itu tidak mempan bagi Adelia.

Makanan yang Kafka pesan datang. Sebelum ia menuju meja Adelia tadi, Kafka memang lebih dulu memesan makanan.

Kafka mengaduk-aduk makanannya, belum berniat memakannya. Pria itu memandang Adelia terus-terusan--sama halnya seperti di ruang kerjanya tadi.

"Jadi apakah kau sudah menemukan jawabannya?" tanya Kafka. "Apakah kau sudah tau perasaanmu, padaku?" timpalnya--masih dengan pertanyaan.

Adelia menghentikan makannya. Kepalanya yang tadi menunduk menatap makanannya yang ada di atas meja, jadi terangkat supaya bisa memandang Kafka yang ada diseberangnya. Pria itu tersenyum, menuggu jawaban Adelia. Kemudian Kafka mendesah. Ternyata jawaban Adelia tetap sama: menggeleng.

"Sudah aku bilang, aku tidak tau. Ini terlalu membingungkan untukku." jawab Adelia akhirnya.

Kafka mengambil tangan Adelia yang yang di atas meja, menggenggam tangan dengan jari-jari lentik itu. Seketika Adelia menjadi salah tingkah dan berdebar.

"Rasakan, apakah kau berdebar hanya dengan hal kecil seperti ini?" tanya Kafka.

Adelia hanya diam, bingung harus memberikan jawaban apa. Ia malu jika harus mengakui, bahwa saat ini jantungnya sedang berdebar.

🌿

Ya Allah, Adelia, apa ribetnya sih tinggal bilang 'iya aku jatuh cinta padamu'
Kan kalau gitu, ceritanya jadi cepat kelar😆


*

•Hargailah sebuah karya dengan baik dan aku yakin kalian tahu cara menghargai karya ini•

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang