|1 1 S I A N G|

34.7K 1.2K 12
                                    

Di dapur perusahaan, Adelia memasukan satu setengah sendok kopi ke dalam gelas, ia menambahkan sedikit gula sebagai penghilang pahit dari kopi, lalu menuangkan air panas dari dispenser dan mengaduknya. Dari pintu, datang Kalista yang ingin mengambil sebotol air mineral di kulkas, wanita itu melempar senyum kepada Adelia yang sedang mengaduk kopi di meja konter.

"Bagaimana?" tanya Kalista.

"Apanya yang bagaimana?" Adelia bertanya balik. Wanita itu tidak paham dengan maksud Kalista barusan.

"Hubunganmu dan bos Kafka." jawabnya dengan sedikit senyum jahil.

"Aku dan Kafka? Tentu saja tidak ada apa-apa." jujur Adelia.

"Tidak, pasti ada apa-apa," Kalista menggelengkan kepalanya. "Bahkan kau sudah memanggilnya dengan sebutan 'Kafka' tanpa menggunakan embel-embel 'bos'. Aku yakin hubungan kalian bukan hanya sekedar bos dan sekretaris." imbuh Kalista yakin dengan opininya.

"Ah panggilan itu, dulu juga ketika aku bekerja di perusahaan lamaku aku memanggil atasanku menggunakan namanya, tanpa ada tambahan bos, pak, atau tuan," jelas Adelia. "Jadi jika aku memanggil Kafka tanpa ada embel-embel 'bos', jangan kau anggap aku ada hubungan spesial."

"Ya, ya, ya, aku percaya," Kalista mengangguk-angguk. "Tapi kenapa tidak kau pacari saja bos Kafka, lalu kau poroti uangnya." usul Kalista.

Adelia menghembuskan napas panjangnya. Ternyata pikiran Kalista sama dengan pikiran Clara-hanya uang.

"Sekretaris bos Kafka yang dulu selalu manfaatkan uang bos Kafka asal kau tau," ujar Kalista memberitahu. "Pria itu sangat loyal kepada sekretarisnya yang dulu, karena wanita itu pintar dalam hal mendesah. Sangat murahan bukan?" Kalista melanjutkan cerita.

"Jadi Kafka berpacaran dengan wanita murahan seperti itu?" tanya Adelia yang entah kenapa menjadi penasaran.

"Tidak, bos Kafka tidak pernah berpacaran dengan sekretarisnya itu atau dengan perempuan manapun yang ada di perusahan ini," jawab Kalista. "Dan kau mau tau apa kalimat terakhir yang bos Kafka ucapkan ketika memecat sekretarisnya itu?"

Adelia menggeleng.

"Dia bilang seperti ini, 'kau itu wanita rendahan, aku tidak sudi berpacaran denganmu!', ternyata wanita itu menyukai bos Kafka tetapi bos Kafka tidak. Dan bos Kafka saat itu baik kepada sekretarisnya itu hanya sebagai atasan kepada bawahan, tapi wanita itu salah anggapan. Dia mengira bos Kafka juga menyukainya."

Adelia bernapas lega mendengar itu, rupanya Kafka tidak begitu tolol dalam memilih pasangan. Tetapi ada yang mengganjal. "Lalu bagaimana dengan 'pintar mendesah' yang kau sebut tadi?"

"Mereka sering melakukan itu, dalam ruang kerja bos Kafka," bisik Kalista. "Tapi aku yakin pasti sekretarisnya itu yang menggoda, karena bos Kafka sama sekali tidak tertarik denganya kecuali dalam hal itu." yakin Kalista.

Setelah obrolan pendek itu, Kalista kembali ketempat kerjanya. Begitu juga dengan Adelia. Ia pergi menuju ruang kerja Kafka dengan membawa segelas kopi panas untuk pria itu. Pikirannya menerawang membayangkan Kafka dan sekretaris lamanya ketika sedang melakukan....

Adelia menggeleng untuk membuyarkan pikiran kotornya itu. Tidak ada hubungannya juga denganku. Batin Adelia.

Adelia semakin yakin jika ia memang harus menjauhi pria seperti Kafka. Hanya ingin kesenangan sesaat saja. Pria itu tidak akan Adelia biarkan masuk kedalam hatinya.

Adelia masuk kedalam ruang kerja Kafka yang juga menjadi ruang kerjanya. Kopi yang tadi di tangannya Adelia letakkan diatas meja Kafka, itu adalah kopi kedua setelah yang pertama sudah pria itu tegak habis.

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang