|3 9 M A S A L A L U|

15.8K 623 19
                                    

"Mario?" tanya Kafka ragu-ragu.

Rio mengangguk kuat. "Akhirnya kau mengingatku, Kafka," sahut Rio dengan senyum menyeringai. "Laki-laki gendut dan culun yang selalu kau bully," timpal Rio memperjelas.

Kafka hanya bisa diam, tidak tahu harus menanggapi apa, karena semua itu memang benar. Tidak ada yang salah dari kalimat Rio, bahkan Kafka mengakui dalam hati.

"Tapi setidaknya aku harus berterima-kasih padamu, karena kau, aku bertekad merubah penampilanku. Dan lihat sekarang, aku berhasil!" seru Rio kembali bersuara, karena Kafka hanya diam saja. "Bahkan tidak sedikit wanita yang mendamkanku sekarang." tambah Rio seolah menyombongkan dirinya yang saat ini.

Kafka masih setia pada keterdiaman. Ingatannya melayang-layang pada saat ia masih duduk di bangku SMP. Entah kenapa saat itu ia sangat membenci seorang anak bertubuh gemuk--Rio yang tak lain teman sekelasnya. Dulu Kafka pengusaha di SMP, dan dengan itu ia bisa semena-mena membully anak yang tidak bersalah tersebut. Bahkan sampai semua orang menjauhinya, karena Kafka melarang semua temannya mendekati Mario--nama panggilan Rio sewaktu SMP. Tetapi saat itu Kafka masih berumur 13 tahun, masih sangat labil, perlu bimbingan untuk membedakan baik dan benar.

Sebenarnya Kafka sedari dulu mencari-cari Mario untuk meminta maaf atas perlakuan tidak mengenakkannya sewaktu SMP, namun tidak pernah bertemu. Walau ternyata mereka sudah sering bertemu, tetapi Kafka tidak mengenali Mario lagi, akibat berubahnya penampilan Mario dengan drastis. Dan sekarang mereka kembali dipertemukan, dengan Kafka yang menyadari jika Rio itu adalah Mario--tetapi bukan dalam situasi seperti ini yang Kafka inginkan.

"Aku tau, aku salah, tetapi sumpah dari dulu aku ingin menemuimu dan meminta maaf--"

"Tapi kenapa wanita yang aku suka justru menolakku, dan lebih memilihmu? Sama seperti yang dulu orang-orang lakukan, menjauhiku dan memilih mendekat padamu!" seru Rio memotong ucapan Kafka.

Adelia memperhatikan saja sedari tadi, setiap kalimat yang keluar dari mulut Rio. Sedikit terkejut dengan kenyataan bahwa Kafka dan Rio dulunya saling mengenal, bahkan hubungan mereka sangat buruk.

Rio memperhatikan lekat-lekat pria yang saat ini berdiri didepannya dengan radius 5 meter. Lalu tersenyum miring. "Ada apa dengan wajahmu itu? Merasa bersalah?" desak Rio. Tak lama tawanya pecah, persis seperti orang yang hilang kewarasan. "Ternyata benar, manusia baru merasa bersalah ketika hidupnya terancam."

"Akh..." jerit Adelia karena Rio tiba-tiba menarik rambut panjangnya dengan kencang. Dan Rio kembali mengacungkan pisau lipatnya pada lehernya Adelia.

"Brengsek, lepaskan dia!!!" teriak Kafka tak tahan melihat Adelia yang disiksa seperti itu.

"Jika kau berani melawan, maka Adelia akan lenyap," ancam Rio serius. Tidak ada tanda main-main pada wajah pria itu.

Tangan Kafka sudah membentuk tinju, ingin sekali melayangkan tinju itu pada semua orang yang ada dalam ruangan itu, menghabisi semua--terlebih Rio. Tetapi itu terlalu berisiko, Kafka sangat takut pisau lipat Rio itu merobek leher Adelia. Dan Kafka tidak ingin itu terjadi, hingga akhirnya ia hanya bisa diam tak berkutik di tempat.

Rio menatap lima anak buahnya yang berdiri dibelakang Adelia, pria itu memicingkan matanya memberi perintah melalui itu. Lalu salah satu dari mereka mengambil sebatang kayu yang sudah disiapkan disudut ruangan, menghantamkan benda keras itu pada kaki Kafka. Membuat pertahanan pria itu rubuh, jatuh dilantai berdebu.

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang