|4 6 F I T T I N G B A J U|

20.8K 629 5
                                    

"Kita mau kemana?" tanya Adelia. Kafka tiba-tiba saja mengajak Adelia pergi dari kantor, padahal belum saatnya jam istirahat siang.

"Pergi ke butik, kita akan fitting baju pernikahan," jawab Kafka. Dalam dua minggu lagi mereka akan melaksanakan pesta pernikahan. Adelia yang memilih itu, memilih waktu pernikahan mereka tanpa ada campur tangan Kafka.

Adelia berdegup kencang mendengar itu, tentu saja. Ia masih tidak percaya jika sebentar lagi akan mengakhiri masa lajangnya, dan memutuskan untuk menikah dengan seorang pria yang dulu bahkan Adelia benci.

Adelia menatap Kafka yang menyetir dengan sebelah tangan, sebelahnya pria itu gunakan untuk menggenggam tangan lentik Adelia. "Kafka?" panggil Adelia dengan suara pelan.

"Hm," sahut Kafka sibuk mengemudi.

"Kafka?" pria itu masih berdehem menanggapi Adelia. "Kafka, pandang aku!" seru Adelia sedikit kesal.

Kafka yang terkejut dengan suara tinggi Adelia, segera menatap wanita itu. Takut Adelia kian marah. "Kenapa, Adelia?" tanya Kafka yang sudah memalingkan kepalanya, memandang Adelia, yang duduk disebelahnya. Sesekali pria itu melihat jalan didepannya, takut jika mobil itu menabrak.

"Kau, kenapa menyukaiku?" tanya Adelia. Ia memang sudah lama penasaran dengan jawaban atas pertanyaan itu.

"Karena kau cantik," jawab Kafka singkat.

Adelia mengibaskan rambutnya, tentu saja itu adalah alasannya. Tetapi Adelia saat ini membutuhkan jawabannya yang serius. "Jika alasanmu menyukaiku karena aku cantik, aku 'pun sudah tahu itu." Adelia berbangga sendiri. "Tapi aku menginginkan sebuah jawaban yang lebih spesifik dari itu."

Kafka menepikan mobilnya, menatap Adelia lamat-lamat. "Apa kau begitu ingin tahu?" Adelia mengangguk.

Kafka mengangkat tangannya, membelai pipi Adelia lembut. Adelia sempat dibuat terpesona melihat Kafka yang melempar senyum padanya, namun buru-buru ia menetralkan ekspresi terpesona itu dengan merubah ekspresi menjadi datar.

"Karena kau berbeda, kau wanita pertama yang dengan mudahnya menolakku." Kafka mengutarakan alasannya. "Jika wanita lain yang berada diposisi kau, pasti sudah terjebak oleh pesonaku."

"Lagi?" desak Adelia. Ia menahan sebuah senyum yang ingin timbul di bibirnya.

"Kau itu sangat memiliki harga diri yang tinggi, berbeda dengan banyak wanita yang aku temui, murahan! Dan aku suka itu."

"Lagi?" akhirnya senyum dibibirnya sama sekali tidak bisa ditahan. Adelia begitu bahagia mendengar jawaban itu.

"Karena aku, mencintaimu! Sudah hanya itu jawabannya yang paling benar." Kafka kembali menjalankan mobilnya yang sempat berhenti ditengah jalan, hanya untuk meladeni pertanyaan Adelia yang tiba-tiba itu.

Sedangkan Adelia membeku di tempat, tidak tau harus bagaimana. Pipinya merah merona, dan jantungnya sudah berdegup kencang. Padahal hanya kalimat sederhana yang Kafka keluarkan, tetapi begitu berefek pada Adelia. Berkat jawaban itu juga, Adelia berhasil dibuat bungkam disepanjang jalan menuju tempat fitting baju pernikahan mereka.

Begitu tiba disalah satu butik terbaik di kota ini, Adelia sudah disambut oleh gaun pernikahan yang begitu indah dan elegan. Bahkan Adelia sempat menganga lebar dibuatnya, saat mendengar harga gaun itu yang terlalu fantastis menurutnya. Ya sudahlah, toh bukan Adelia yang membayar semua biayanya. Ada Kafka yang bisa ia jadikan ATM berjalannya.

Adelia keluar dari ruang ganti, setelah mengenakan gaun itu. Matanya yang tadi sibuk menatap cermin besar yang menumpilkan pantulan wajahnya, segera berbalik begitu matanya melihat pantulan bayangan diri Kafka yang berdiri dibelakangnya.

Mata Adelia berbinar, ia kagum serta bersyukur. Kagum melihat penampilan Kafka yang saat ini sudah mengenakan tuxedo putih dengan sebuah dasi pita hitam yang melilit lehernya, Kafka terlihat begitu mempesona saat mengenakan pakaian itu. Dan bersyukur, karena pria setampan Kafka berhasil ia miliki--seutuhnya!

Senyum yang tadi Adelia berikan seketikan memudar, begitu matanya menangkap dua orang pekerja wanita di butik itu tampak berebut untuk menyapa Kafka, Adelia tidak suka itu! Apakah ini bisa disebut rasa cemburu?

"Anda tampak sangat mempesona mengenakan tuxedo ini, aku yakin saat pesta pernikahan nanti, para tamu--terutama wanita--tidak akan bisa melespaskan pandangan matanya dari Anda," ujar salah seorang pekerja itu memberikan pujian. Kentara sekali sedang mencoba mencari perhatian Kafka.

"Terima-kasih, aku sudah tau itu," balas Kafka yang sepertinya sama sekali tidak risih dengan kehadiran dua wanita itu.

"Pasti banyak wanita yang menyukai Anda, mungkin aku salah satunya." Wanita yang satunya tak ingin kalah dalam hal mencari perhatian Kafka.

Kafka tertawa menanggapi itu, terlihat sekali bahkan ia sudah terbiasa melayani wanita-wanita yang seperti itu. Membayangkannya membuat dada Adelia bergemuruh marah. Adelia segera berjalan menuju Kafka yang sedang asik melayani dua pekerja centil itu. Sangat tidak rela jika mereka berhasil menggoda Kafka, terlebih mungkin Kafka yang nantinya menggoda dua wanita itu.

Begitu sudah tiba disana, Adelia memeluk tangan Kafka posesif,  menatap dua wanita itu dengan pandangan nyalang. "Sayang, kenapa kau malah asik meladeni mereka?" Adelia sengaja menyebut Kafka dengan kata sayang. Supaya dua pekerja wanita itu memanas, dan benar saja, tampak sekali ekspresi kesal yang timbul pada wajah mereka.

Kafka yang dipanggil selembut itu, tentu saja senang. Segera tangannya membelai kepala Adelia dengan begitu lembut, tepat didepan dua wanita itu. Dan berhasil membuat mereka makin memanas.

Adelia menarik Kafka menjauh dari dua wanita yang sudah kesal setengah mati itu. Dan barulah Adelia mengeluarkan kekesalannya, menatap Kafka dengan tatapan setajam silet. "Jangan meladeni wanita lain saat bersamaku--bahkan saat tidak bersamaku, aku tidak suka!" seru Adelia menegaskan. Tanpa Adelia sadar, Kafka justru mengulum senyum melihat kemarahan Adelia itu.

"Kenapa? Aku hanya berusaha bersikap baik." Kafka berpura-pura polos. Padahal ia sudah tahu maksud amarah Adelia yang tiba-tiba muncul itu. Tak lain adalah: rasa cemburu.

"Aku sudah yakin kau pasti tau kenapa aku jadi marah, jangan berpura-pura polos." Adelia mendengus dan kedua tangannya terlipat di depan dada.

"Memangnya kenapa kau marah?" tanya Kafka yang memancing supaya Adelia jujur kenapa ia bisa marah seperti itu. Tetapi Adelia hanya diam dengan wajah datar. "Kau kenapa, Adelia--"

"Aku cemburu! C-E-M-B-U-R-U!" jawab Adelia mencak-mencak. Menekankan kata cemburu.

Dan itulah jawabannya yang Kafka inginkan. Kafka tertawa kencang berkat jawaban Adelia itu, ia menarik Adelia mendekat padanya. Adelia mendekat, tetapi wajahnya ia palingkan ke arah lain. Tak ingin menatap Kafka.

"Kalau begitu aku berjalan tidak akan meladeni wanita lain saat bersamamu--bahkan saat tidak bersamamu, sekalipun," ujar Kafka berjanji. Lalu senyum Adelia segera terbit mendengar itu.

"Jadilah pria setia untukku?" Adelia menyodorkan jari kelingkingnya dihadapan Kafka. Meminta pria itu berjanji.

"Tentu saja," Kafka mengangguk. Tetapi bukannya mengamit jari kelingking Adelia, Kafka justru mendaratkan ciuman di bibir merah Adelia.

🌿

TBC...

*

•Hargailah sebuah karya dengan baik dan aku yakin kalian tahu cara menghargai karya ini•

My Bad Bo(y)ssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang