12. bloody girl

8K 1.6K 79
                                    

⚠️ TW // BLOODS ⚠️

⚠️ TW // BLOODS ⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sejak kegiatan club dimulai dan tugas sekolah semakin banyak, aku jadi semakin sibuk.

Kehidupan sebagai Livia Jung si keturunan vampire-witch ternyata tidak semenarik yang kukira. Awalnya, aku berpikir bisa menggunakan kekuatan superku setiap saat, tapi ternyata tidak juga.

"Kalau kau ingin hidup seperti itu, lebih baik ikut tim keamanan Morana saja, Liv," timpal Ryu saat aku menyampaikan keluhanku. "Jangan berharap punya musuh seperti di film, itu akan sangat melelahkan di kehidupan nyata."

Sebagai seorang murid, satu-satunya kemampuanku yang berguna ialah memindahkan objek tanpa harus menyentuhnya. Hanya dengan memusatkan konsentrasi, lambaian tangan, dan voila! Benda apapun akan langsung melayang ke arahku. Itu sangat memudahkanku karena tak harus bolak-balik mengambil buku di rak.

Tapi biasanya, setelah melakukan sihir, aku jadi sedikit lelah. Kata Ryu itu wajar karena aku belum terbiasa.

"Pamer kekuatan lagi, Livia?" celetuk Ryu ketika lagi-lagi aku membuat buku-buku melayang di udara dan kemudian tersusun rapi di atas meja belajar dengan sendirinya.

Aku terkekeh. "Aku merasa keren. Apa kau dulu juga begitu?"

"Menggunakan kekuatan di setiap kesempatan maksudmu?" tanya Ryu seraya mengangkat alis.

"Aku tidak melakukannya setiap saat, Ryu," bantahku. "Hanya ingin membiasakan diri."

Ryu tertawa geli. "Mungkin karena kau belum tahu apapun sebelumnya," tukasnya. "Aku sudah terbiasa sejak kecil, jadi tidak terlalu kaget."

Tentu saja. Selama enam belas tahun, tidak pernah ada pikiran bahwa aku memiliki kekuatan super semacam ini. Ayah juga tak pernah bersikap ganjil di depankuㅡatau mungkin pernah, tetapi aku tidak sadarㅡsedangkan aku belum pernah bertemu Ibu sejak dilahirkan.

Omong-omong, apakah Ayah sudah mendapat petunjuk lebih lanjut tentang Ibu? Aku jadi ikut penasaran karena Ayah bilang, Ibu adalah penyihir wanita yang hebat.

"Kau sudah dengar?" suara Ryu seolah menyentakkan kembali kesadaranku. "Hina, korban penculikan pertama sudah bisa kembali sekolah."

"Wait, dia siswa sekolah ini?" tanyaku kaget dan langsung duduk tegak di atas kasurku.

Ryu mengangguk. "Seharusnya dia masuk bersamaan dengan kita," tukas Ryu. Wajahnya berubah serius dan aku tahu hal macam apa yang sedang dipikirkan anak itu sekarang. "Bagaimana kalau kita mulai menyelidiki penculikan itu?"

THE CURSED BLOOD ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang