part 06

71 21 2
                                    

Bersama gelapnya langit, Micha marah, sebal, sedih, kecewa, bahkan bahagia. Marah karena sesuatu yang tidak bisa Ia jelaskan. Sebal? Tentu saja karena si pembawa onar itu. Sedih? Apa benar kali ini Micha merasakan sedih? karena apa? Lalu ada apa dengannya sampai Ia kecewa? Bahagia? rasanya aneh ketika bahagia datang bersamaan dengan semua rasa yang tidak ingin orang rasakan.

Sambil menatap langit, Micha melamunkan sesuatu yang selama ini ada dipikirannya. "Apa cuman aku aja yang kayak gini?"

Termenung sejenak lalu masuk kedalam kamar. Air mata Micha seakan siap jatuh membasahi pipi sang pemilik. Namun Micha lebih cepat mengusap matanya dengan benda halus yang berwarna putih itu.

Bersandar di kursi yang ada di dalam kamar sambil menuliskan beberapa kalimat di buku diarynya.

Terlihat sangat indah tulisan Micha namun berbeda dengan isi dari apa yang sudah Ia tuliskan tadi. Sebuah rasa rindu yang amat pedih dalam kata-katanya membuat siapapun yang membaca akan merasa sedih.

Rindu kepada sosok yang berada jauh sekali dengannya.

Micha mengerti mengapa sosok itu harus berada jauh darinya tapi apa tidak ada waktu sedikit pun buatnya sampai Ia telepon saja sosok itu tidak mengangkatnya.

Bolehkah Ia marah sekali ini saja? Bolehkah Ia kecewa kepada sosok itu?

Micha tau Ia sudah besar dan seharusnya Ia mengerti dengan situasi saat ini, tapi apa Micha harus terus-terusan seperti ini?

Tidak ingin terlalu jatuh kedalam suasana yang Ia ciptakan sendiri. Micha pun pergi ke tempat tidur dimana benda kesayangan yang sosok itu berikan ada disana.

Sebuah boneka berbentuk beruang dengan warna coklat tepat berada di atas bantal Micha. Micha pun mengambil boneka itu dan memeluknya. "Pah ini benda terakhir yang papah berikan buat Caca. Caca masih ingat pah. Dero, papah berikan buat Caca waktu Caca masih sepuluh tahun."

Micha pun memeluk boneka beruang itu yang ternyata Ia namai Dero. Air mata Micha kali ini benar-benar turun membasahi pipinya tanpa Ia hapus.

Micha tidur dengan memeluk boneka itu dalam keadaan menangis. Sangat erat seolah rindunya kali ini benar-benar rindu yang tidak bisa Ia tahan lagi.

Mungkin jika dari dulu Ia mempunyai uang sudah Ia gunakan untuk menyusul Papahnya ke luar negeri.

Akhirnya Micha pun tertidur, terlihat masih ada beberapa butir air mata yang ada diwajahnya.

Sosok itu kini tepat berada di depan Micha namun Ia hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Micha menghampirinya namun saat Micha terus berjalan menghampiri sosok itu, tidak tahu kenapa sosok itu terus berjalan mundur sampai akhirnya sosok itu lenyap masuk kedalam sebuah putasaran hitam besar yang menutup setelah menelan sosok itu. "Papah jangan pergii."

Micha hanya mimpi, sebuah mimpi yang sangat membuatnya khawatir akan Papahnya yang berada jauh disana. "Pah, Caca kangen, Caca pengen ketemu papah."

Micha pun memeluk Dero lalu menyimpannya kembali ketempat semula. Setelah itu Micha berjalan menuju kamar mandi karena hari ini adalah hari jumat, hari terakhir Ia sekolah di minggu ini.

Gadis dengan rambut hitam pekat yang Ia gerai membuatnya sangat cantik dimata siapapun yang melihatnya.

"Pagi Bunda," ucap Micha saat berada di meja makan.

Bunda yang tengah menyiapkan roti yang diolesi dengan selai rasa strawberry itu pun tersenyum. "Anak Bunda kok tumben pagi-pagi udah bagun, ada apa nih?"

Micha pun menerima roti yang baru saja Bunda berikan. "Nggak ada apa-apa Bun."

Bunda hanya menganggukan kepala lalu ikut duduk.

Hari ini adalah hari dimana handphone Micha akan kembali kepadanya. Setelah satu hari Marvel mensitanya.

"Yaudah Bun, Caca berangkat dulu ya," ucap Micha sambil mencium tangan Bundanya.

Pagi ini pagi yang begitu cerah, suara burung terdengar saat Micha berada depan rumahnya. Sambil menunggu mobil milik keluarganya, Micha mengingat-ingat materi yang sudah Ia pelajari untuk ulangan hari ini.

Tidak lama kemudian mobil berwarna hitam itu berada tepat disamping Micha. Ia pun masuk kedalam mobil itu.

Lima belas menit kemudia Micha telah sampai di parkiran sekolahnya. Telihat besar dan tinggi juga sekolahnya jika dilihat dari tempat dimana ia berada.

Micha pun bergegas menuju kelasnya agar bisa memahami beberapa materi yang belum Ia baca waktu hari selasa.

"Ca, sekarang ada ulangan matematika ya?" tanya Roni yang berada di belakang Micha.

Micha hanya menganggukan kepala tanpa menengok kebelakang.

"Ntar bagi-bagi contekan dong," ucap Roni sambil mengetuk-ngetukan pulpelnya di pundak Micha.

Micha pun hanya menggelengkan kepala lalu fokus mencermati beberapa rumus yang belum Ia pahami.

"Ca, lo baik banget sih udah mau kasih contekan, makasih ya," ucap Roni padahal Micha belum mengiyakan atas pertanyaannya tadi.

Micha yang mendengar ucapan Roni pun, melihat kebelakang. "Weyy siapa yang mau ngasih contekan? Lagi pula kalau ntar ketauan sama Pak Malik, abis gue."

Roni pun cemberut mendengar ucapan Micha. "Yahh gitu."

Micha pun fokus kembali kepada rumus yang tadi sedang Ia pahami. Tidak lama kemudian bel sekolah berbunyi yang menandakan jam kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai.

Satu menit setelah bel berbunyi, Pak Malik datang bersama seorang cowo dibelakangnya.

"Assalamualaikum anak-anak," ucap Pak Malik saat tepat berada di depan kelas.

"Waalaikumsalam Pak," ucap murid yang ada disana.

"Disebelah Bapak ada calon teman baru kalian," ucap Pak Malik yang langsung disahuti oleh beberapa sisiwi yang ada disana.

"Namanya siapa nih?"

"Gue salah lihat apa gimana nih?Cogan?"

Dan ada banyak lagi pertanyaan dari murid yang ada di kelas Micha.

"Dia," ucap Micha dalam hatinya.

🐣🐣🐣🐣🐣🐣🐣🐣🐣🐣🐣🐣🐣🐣🐣

Holla gengs🐈
Dia siapa Ca? 👀

Micha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang