18♡

76 10 16
                                    

Malam itu, kamu menarik lengan ku menuju atap. Katanya takut dengan kegelapan malam, tapi justru malam itu kamu yang paling bersemangat.

Tiap anak tangga terasa seperti alunan tuts piano jika itu bersamamu. Berbunyi nyaring namun juga lembut. Sampai di tuts akhir,

Wajah kecewamu bahkan masih terlihat jelas dalam ingatanku. Sayang, malam itu kamu salah memilih hari. Bukannya bintang-bintang yang memenuhi, malah awan gelap, hampir menutupi bahkan bulan sekalipun.

Kamu perlahan melepas genggaman tanganmu. Helaan nafas dan kilau mata yang meredup cukup untuk membuatku mengerti bahwa kamu sedih. Setiap aku melihat ke langit, namun tak ada satupun bintangpun.

"Tak apa-apa, kamu, sinarilah duniaku dengan terang"

Untuk kalimat itupun rasanya aku tidak sanggup. Apa yang akan kamu pikirkan kalau aku bicara begitu?

Kamu tau, kini semua terasa sangat berat. Aku gelisah. Dan aku tidak memiliki uluran tangan untukmu. Menjadi bintang yang tersesat, mungkin sekarang itu cocok untukku.

Aku tidak tahu kenapa kamu terus mengunci dirimu. Benarkan? Atau hanya aku yang tidak ingin membukanya? Hanya diam dengan kunci yang menggantung? Terlalu takut dengan isinya yang bahkan tidak sedikitpun bisa ku rasa.

Tak kusangka, kamu menjadi semestaku. Maka bersinarlah terperinci untuku.

----

"Aku melihatnya" kata Ruki yang duduk santai dikursi dengan cup kopinya,

"Semuanya?"

"Kurang lebih, kalau dipikir-pikir memang itu bisa membuat seseorang sedikit merasa takut. Apalagi Fumi, yang menganggapmu sebagai kakak"

Junki menunjukan raut wajah cemasnya. Merasa sangat menyesal kenapa hal itu bisa terjadi. "Tapi bagaimanapun itu hanya kecelakaan. Ketidaksengajaan bukan?"

Junki mengangguk, "apa Fumi menceritakannya kepadamu?"

"Tidak, sepatah katapun tidak" Ruki menimun ice americano miliknya "kurasa dia sangat terkejut, dan tidak ingin membahasnya"

"Mungkin kau benar" Junki menundukkan kepalanya singkat lalu menghela nafasnya berat. Ternyata hal kecil bisa membuat jarak yang sebesar ini,

"Kau yakin tidak ingin mengelola restoran ini?"  tanya Ruki untuk kesekian kalinya kepada Junki. Restoran tempat mereka berada sekarang ada restoran yang berada diatas gedung perusahaan Shiroiwa. Junki yang mengusulkan, dan ternyata dikabulkan oleh Ruki.

"Restoran ini sangat bagus. Kau benar-benar memberikan setuhan terbaik sampai akhir" Junki melihat sekeliling, menikmati desain yang unik dan mewah,

"Apa belum cukup untukmu? Terlalu kecil?" Tanya Ruki membuat Junki tersenyum "Bukan itu. Restoran ini sangat bagus. Tapi, aku ingin berusaha dengan tanganku sendiri" jawab Junki lalu meminum minuman pesanannya,

"Kalau begitu, biar aku bantu. Aku punya banyak kenalan berbagai koki dan pemilik restoran—"

"Aku hargai itu semua. Tapi, sudah cukup"

"Maksudmu?"

"Aku mendapatkan tawaran dari kepala restoran untuk bersekolah di perancis apabila aku dapat memenangkan kompetisi tahun ini"

"Kau pasti sangat berusaha keras" jawab Ruki menanggapi, kagum dengan usaha yang temannya lakukan saat ini. Junki tidak melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi, melainkan bekerja disebuah restoran untuk menggapai cita-citanya sebagai koki berkelas.

My Oniichan-s || JO1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang