9♡

63 13 20
                                    

Junki berkali-kali mengecek jam tangannya. Sudah lebih dari dua puluh menit tapi Fumi belum juga kembali. Tangannya merogoh saku untuk mengambil ponsel, hendak menelfon Fumi, namun saat dering kedua berbunyi, Junki mendapati Fumi yang sedang berjalan kearahnya.

"Fumi, kenapa datang sendiri? Dimana Takumi?" Tanya Junki sambil melihat sekeliling, mencari keberadaan Takumi,

"Kak Takumi harus berkumpul dengan teman satu timnya" jawab Fumi bohong,

"Oohh... kalau Takumi tidak pergi untuk berkumpul, apa kamu akan berduaan lebih lama lagi?" Goda Junki, namun Fumi tidak sedikitpun tertarik, bahkan raut wajahnya tidak menampakkan ekspresi apapun.

"Fumi? Apa kau, baik-baik saja?" Junki memiringkan kepalanya mencoba melihat wajah Fumi lebih jelas,

Fumi memalingkan wajahnya, membuat Junki bingung, "aku ingin pulang"

"Sekarang?"

Tidak ada jawaban dari Fumi, menandakan firasat Junki benar, benar bahwa Fumi sedang tidak baik-baik saja.

Junki mencoba mengusap lembut kepala Fumi selama peejalanan, berusaha menenangkannya, namun Fumi terus mengalihkan tangan Junki dari atas kepalanya. Seperti Fumi tidak ingin diganggu dan disentuh siapapun.

"Kak" panggil Fumi pelan,

"Iya?"

Fumi terdiam sejenak sebelum melanjutkan perkataannya,

"Apa Fumi memang tidak pantas?"

"Maksudmu?"

"Apa seharusnya dari awal Fumi memang tidak usah berharap?" Katanya pelan, "apa memang sesakit ini?" Tambah Fumi membuat Junki semakin bingung,

"Apa yang sedang Fumi bicarakan?" Tanya Junki. Namun bukannya menjawab, Fumi malah menangis,

"Fumi? Hey? Kenapa kamu menangis?" Tanya Junki panik setelah melihat Fumi yang mengeluarkan air matanya,

Fumi terisak pelan, sedangkan Junki harus membagi fokusnya untuk mengemudi dan melihat Fumi. "Apa yang Takumi katakan padamu?" Kali ini Junki yakin, karna sejak Fumi kembali, moodnya sudah tidak baik. Lagipula Junki juga tahu bagaimana perasaan adiknya itu kepada Takumi, Junki sudah memperhatikannya sejak lama,

"Aku akan me--"

"Tidak, kak. Aku ingin cepat pulang"

Junki mencoba meraih lengan Fumi dan mengusapnya lembut, "baik, kita akan pulang" katanya sambil sesekali menepuk bahu Fumi.

Junki sengaja mengemudikan mobilnya lebih pelan supaya Fumi bisa sedikit melupakan kejadian sore tadi dan merasa lebih tenang. Hingga setelah tiga puluh menit mereka sampai dirumah Fumi.

Junki menoleh kearah Fumi yang tidak bergerak sedikitpun. "Fumi?" Panggilnya pelan, namun Fumi tidak menjawab. Junki menundukkan kepalanya, mencoba melihat wajah Fumi, dan ternyata Fumi tertidur.

Tangan Junki membenarkan rambut Fumi yang menutupi wajahnya ke belakang telinganya. Matanya tertutup dengan bekas air mata masih terlihat disudut mata Fumi.

Junki semakin mendekatkan wajahnya, menatap lekat wajah Fumi. Jantungnya sudah berdegub sangat kencang. Wajahnya semakin mendekat sampai hampir tidak ada jarak diantara mereka.

Namun saat itu juga Junki berhenti, kemudian segera menjauh.

"Astaga apa yang aku pikirkan" katanya tanpa suara sambil mengusak rambunya frustasi.

Setelah beberapa saat, Junki kembali mendekat, untuk melepaskan sitbelt Fumi dan menggendongnya masuk kedalam rumah.

"Bibi bisa tolong bukakan pintu kamar Fumi?" Pinta Junki kepada asisten rumah tangga yang saat itu langsung menghampirinya,

Junki menidurkan Fumi diatas kasurnya, melepaskan sepatu dan tasnya dengan hati-hati. Junki menyelimuti tubuh Fumi, mengusap rambutnya singkat kemudian keluar kamar.

"Bi, saya pulang ya. Sepertinya Fumi kelelahan dan tidur selama perjalanan"

"Terimakasih sudah mengantar Fumi" jawab asisten rumah tangga kemudian mengantar Junki sampai pintu utama.

-----

Fumi terbangun dari tidurnya, melihat kesekelilingnya, ternyata ia dikamar, dengan pakaian yang masih sama dengan kemarin. Oh ya, tentu Fumi masih mengingat jelas kejadian kemarin yang ia harap hanya sebuah mimpi.

Fumi mengambil ponselnya dari dalam tas selempangnya, "astaga baterainya habis" katanya setelah melihat ponselnya yang mati total,

Ia berjalan menuju meja untuk mengisi daya ponselnya, setelah beberapa saat berhasil menyala, puluhan misscall dan pesan Line langsung memenuhi notifikasinya,

Semua misscall berasal dari Ruki. Fumi memejamkan matanya, ia pasti akan kena omelan dari kakanya itu. Dan Fumi harus memikirkan berbagai alasan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang akan Ruki tanyakan tentunya.






"Bibi, aku ingin menginap kerumah Ai, aku sangat bosan apalagi tidak ada kakak" kata Fumi dengan alasan bosannya, padahal ia sedang membutuhkan teman untuk diajak bercerita,

"Apa sudah mendapat izin dari Shiroiwa-san?"

"Umm.. belum, tapi, aku rasa jika hanya kerumah Ai, akan tidak apa-apa. Hanya satu harii bii, besok kan kakak sudah kembali" jelas Fumi mencoba meyakinkan, "aku akan menelfon kakak setelah sampai dirumah Ai" tambah Fumi dan akhirnya mendapatkan izin.

Karena kediaman Kawashiri dan Shiroiwa bersebelahan, Fumi tidak perlu membawa banyak barang untuk menginap. Dan tentu saja Fumi sudah membicarakan hal ini bersama Ai, meskipun Fumi sedikit memaksa.

"Konbanwa" sapa Fumi kepada keluarga Kawashiri dan disambut hangat oleh semuanya.

"Oh Fumi-chan, tunggu sebentar, Ai-chan akan segera turun" kata putra tertua keluarga Kawashiri, Kawashiri Ren.

"Fumi, ayo ke kamar ku" ajak Ai sambil menarik lengan Fumi,

"Aku sudah lama tidak melihat Kak Ren, ia semakin tampan" kata Fumi sambil merapihkan futon tempat ia akan tidur nanti, "tampan apanya, sama aja" jawab Ai,

"Astaga Ai, aku sungguh-sungguh"

"Aku juga. Kalau begitu, apa menurutmu kak Junki semakin tampan?" Tanya Ai,

"Tidak, sama aja" jawan Fumi santai, "tapi bagiku kak Junki menjadi lebih tampan"

"Astaga.."

Fumi tertawa begitupun Ai setelah menyadari bahwa dimata seorang adik, mau bagaimanapun kakaknya, tetaplah sama seperti itu, tidak bertambah tampan atau yang lainnya.

"Oh ya, apakah kemarin kamu bertemu dengan kak Takumi? Apa kak Takumi menyampaikannya?" Tanya Ai membuat Fumi terdiam sebentar, raut wajahnya juga berubah namun ia paksa untuk tetap terlihat baik-baik saja,

"Ya, kami sempat mengobrol"

"Berdua saja? Lalu? Lalu?" Ai memfokuskan pandangannya kepada Fumu, ia sangat bersemangat untuk mendengar kelanjutan dari cerita Fumi,

"Kak Takumi bilang kalau kehidupan dikampus sangat menyenangkan" Fumi terdiam sebentar, menarik nafas pelan bersiap melanjutkan kalimatnya "dan kak Takumi menemukan gadis impiannya"

Ai mengerutkan dahinya, "Maksudmu?"

"Kak Takumi sudah memiliki pacar, Ai. Itu yang kak Takumi ingin ceritakan padaku" jawab Fumi lemas, ia mendongakkan kepalanya menahan air mata supaya tidak jatuh,

"Astaga-- Fumi.. aku kira" Ai mendekat kearah Fumi, kemudian merengkuh tubuh temannya itu kedalam pelukannya, "kau bisa menangis, Fumi. Menangislah sepuasmu, tidak perlu ditahan" kata Ai lembut sambil mengusap penggung Fumi.


















~~~~~~~~

Dalam hati Ai : "sialan lu Takumi temen gue di friendzone in doang"

-Kyu

My Oniichan-s || JO1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang