DAD 40

85 5 0
                                    

"kau dengarkan dulu penjelasannya."

"Aku tidak ingin putraku merendahkan kodrat perempuan."

Haris menjelaskan semua apa yang telah ia katakan kepada putranya. Bukannya dia tega dan bukannya dia tidak ingin putranya sembuh. Dia ingin sangat, melihat putranya kembali sehat seperti dulu, bukan malah berbaring di brankar rumah sakit.

Setelah menjelaskan semua yang terjadi sebelum kedua orang tua Dara datang, kini mereka sudah berada di dalam ruangan Derry di rawat.

Dilihatnya putra tunggalnya itu tengah berbaring terlentang, dengan kepala di miringkan ke sebelah kiri. Mungkin dia kecewa dengan Ayahnya. Dilihatnya dengan dekat lagi, Derry tengah meneteskan air matanya, menahan isakannya dengan menggigit bibir bawahnya supaya tak mengeluarkan suara. Sungguh, Haris sangat terharu dengan perjalanan cinta anaknya. Sangat sulit, harus memiliki kesabaran lebih dan menguras hati.

"Kamu kenapa menangis? Menyesal saat kamu tau kalau kamu sebenarnya juga cinta dengan Dara? Menyesal saat kamu sudah siksa dia?" Pertanyaan Ayahnya justru membuat Derry ingin berteriak sekencang-kencangnya.

"Gue nggak tau harus gimana, tolong putar balik waktu, Ya Tuhan tolong dengarkan jeritan hati saya."

"Saya enggak mau di ganggu, jadi Ayah sama yang lain tolong keluar, jangan ganggu saya." Ucapnya dengan nada suara yang rendah.

Bunda Derry memegang pundak suaminya mencoba memberi isyarat supaya keluar dari ruangan Derry di rawat. Tapi, sang Bunda tersenyum tipis, mendekatkan diri ke arah brankar.

"Cepet sembuh ya anak Bunda." Ucapnya sambil mengecup kening putranya.

Setelah semua kedua orang tuanya keluar dan kedua orang tua Dara, kini tinggal dirinya seorang diri di dalam ruangan berbau obat itu. Dengan usaha dan menahan rasa ngilu di badannya, Derry berusaha mendudukkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya.

Sekarang dia akan apa? Menelfon Dara? Tidak mungkin, jangankan menelfon, ponsel saja dia tidak punya. Akibat kecelakaan itu membuat Derry kehilangan ponselnya dan juga nomor Dara.

Andai saja kecelakaan ini dapat merubah pikiran orang tua Dara, pasti saat ini yang akan bertunangan dengan putri Juna adalah dirinya. Bukan Kevin.

Lagi-lagi air mata Derry kembali menetes saat dirinya mengingat-ingat tentang masa kecilnya dengan Dara, saat dirinya memgingat dirinya mendorong Dara dan tangannya hampir saja infeksi.

"Gue nyesel, Ra. Gue nyesel." Lirihnya yang masih tetap menangis.

ooo000ooo

Hari yang gelap kini sudah berganti panas, matahari yang terik sangat menyengat hari ini. Sedangkan di dalam rumah sakit dan di rungan Derry di rawat, Sena sedang membujuk Derry untuk makan dan minum obat. Hampir setengah jam Sena membujuk mantan pacarnya ini untuk makan, tapi selalu saja menolak.

Sena terus saja mendengus, merawat orang sakit seperti merawat bayi yang begitu sangat rewel. " Lo makan dulu terus minum obat biar Lo sembuh. "

"Nggak." Jawab Derry yang masih mengalirnya pandangannya ke luar jendela. Hatinya sakit, sesak sekali. Entahlah dirinya harus berbuat apa.

"Terus, Lo maunya apa?" Tanya Alfarizi yang sudah berada di ambang pintu dengan wajah datarnya. Bagaimana bisa Derry yang biasanya selalu usil dengannya ini kini tengah lemah tak berdaya hanya karena Kakaknya, Dara.

"Gue mau Dara." Jawabnya spontan, tapi memang benar, dia ingin Dara disini, disisinya, di dalam hidupnya. Selamanya.

"Dara udah tunangan sama Kevin, jadi Lo nggak udah berharap lagi. Sekarang Lo makan aja biar cepet sembuh." Tutur Alfarizi.

𝐔𝐧𝐩𝐥𝐚𝐧𝐧𝐞𝐝 𝐋𝐨𝐯𝐞 "𝐃𝐀𝐃"✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang