1

7.4K 242 12
                                    

Note: Jika ada kesamaan pada Nama, Nama tempat, Julukan, judul, dan hal lainnya, itu sangat tidak disengaja. Ini hanya fiksi, jangan dibawa ke duta. Karna sesuangguhnya tidak ada manusia yang luput dari khilaf:3

Note 2: Buku ini sudah dipublis sebelumnya, tapi ku unpublis untuk merevisi lebih detile, dan sekarang publis lagi 🙏

Enjoy💕

***

22.20 WIB

Gadis dengan jaket biru malam itu menghela napas setelah melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Toko-toko di sisi kiri dan kanan jalan sudah banyak yang tutup, jika ada yang buka pun tetap nampak sepi karna malam sudah larut.

Radia menggosokkan telapak tangan untuk mengenyahkan dingin yang menusuk tulang. Hujan baru saja berhenti sekitar lima menit yang lalu menyisakan gerimis kecil. Membuat orang-orang lebih memilih tetap berada di rumah bergelung dengan selimut untuk tidur atau sekedar menyesap minuman hangat.

Jika saja ada pilihan, Radia pun ingin tidur saja di dalam kamar di balik selimut tebal. Namun sang ibu tiri yang lebih mirip Nenek Sihir di rumah meminta –dengan paksaan– untuk Radia membelikan makanan di salah satu restoran cepat saji. Memberikan uang pas-pasan dan membuat Radia hanya bisa berjalan kaki menuju warung makan tujuan yang cukup jauh dari komplek perumahan.

Radia terkesiap mendengar bunyi benda jatuh itu. Samar tapi cukup jelas di keheningan malam. Gadis dengan rambut hitam digerai itu celingukan pada sekitar dengan was-was. Tidak ada siapapun di jalan ini selain dirinya, fakta yang membuat Radia menciut takut.

Sekali lagi Radia hampir melompat kaget mendengar bunyi serupa. Toleh kanan kiri, Radia menajamkan indra pendengaran untuk menemukan asal suara. Rasa penasaran perlahan mencuat di hati tentang bunyi tidak asing itu.

Bruak!

Kepala Radia spontan tertoleh saat suara yang lebih keras menyusul.

Dapat!

Suara itu berasal dari belakang sebuah toko yang tutup. Jika tidak salah ingat, toko itu hanya buka siang hari menjual roti. Dengan dorongan dari rasa ingin tahu, Radia mendekati toko itu, mengendap pelan sambil celingukan seperti maling yang ingin beraksi.

Sesaat ragu, tapi lagi-lagi sisi kepo dalam diri memaksa ingin melihat apa yang terjadi. Radia berjongkok di dekat tong sampah cukup besar yang tidak sanggup menampung kresek-kresek hitam hingga berserakan ke tanah.

Menatap lorong kecil di samping toko itu, cahaya kecil dari lampu orange membuat Radia harus memicing untuk bisa melihat ke dalam sana. Begitu pandangan bisa menyesuaikan pada cahaya, mulut Radia terkatup rapat dengan mata terpaku ke depan.

Di lorong yang kira-kira hanya selebar dua meter itu, terlihat dua orang tengah berkelahi, atau lebih tepat dideskripsikan seseorang yang menyiksa lawan.

Jantung Radia berdegup kencang melihat adegan kekerasan itu. Bisa Radia lihat orang berhodie hitam memukul wajah laki-laki berkaos merah hingga terbungkuk, lalu perutnya ditendang dengan lutut, dan terakhir kepala laki-laki itu dibenturkan pada tembok lorong.

Kedua mata Radia membola, mulut ditutup dengan telapak tangan takut menimbulkan suara. Hampir sembilan belas tahun Radia hidup tapi tidak pernah melihat seseorang diperlakukan sekeji itu, ini kali pertama melihat langsung selain di film action dan horror yang pernah dionton.

Sensasi yang Radia rasakan jauh lebih mengerikan, membuat kehilangan tenaga, seakan menguap begitu saja.

Terlihat sosok berhodie melepaskan cengkraman dari kepala laki-laki berkaos merah hingga tubuh itu ambruk jatuh ke tanah dengan posisi tertelungkup. Kemudian menepuk tangan seakan baru saja menyentuh debu, lalu melangkah pergi.

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang