23

1.5K 120 8
                                    

***

Selesai dengan pintu, Reiki kembali ke kamar, sorot mata masih tajam dan dingin mendekati Radia, mengambil sebuah tali lagi di laci meja buffet sebelum menaiki ranjang.

"Rei, please. Maafin aku," lirih Radia memelas masih dengan lelehan airmata di pipi.

Kedua tangan di atas kepala dengan posisi badan tidur telentang, ikat pinggang mengikat tangan Radia ke salah satu tiang kepala ranjang.

"Udah gua bilang, kan Ra? Sekali lu nyoba kabur, hukuman yang bakal lu dapet," kata Reiki dingin.

Radia menggeleng, penglihatan kabur karena menangis, tapi ingin menjelaskan pada Reiki yang salah paham.

"Aku gak nyoba kabur. Aku cuma ke supermarket depan, aku sama Tante cuma pergi sebentar," kata Radia menjelaskan dengan ekspresi memohon.

Reiki menarik kaki Radia, mengikat dengan tali ke tiang di sudut ranjang lain, membuat terbuka dan duduk di antara kaki itu.

"Apapun alesannya, intinya lu tetep keluar dari apartemen ini," balas Reiki tidak menerima alasan.

Radia semakin menangis ketakutan, mencoba meronta pun tidak bisa, perih dan nyeri yang dapatkan setiap memberontak dari ikatan.

Reiki mengungkung Radia di bawah, menatap lamat-lamat dengan mata berkabut.

"Rei," lirih Radia memelas.

Tapi Reiki tetap kuat pada keputusan memberi hukuman untuk Radia.

Reiki merunduk, hanya beberapa inci lagi bibir saling bersentuhan, saling tatap lama dengan sorot berbeda. Napas memburu Radia beradu dengan napas berat Reiki yang setengah ditelan ketidakwarasan.

Radia memejam takut, Reiki tidak bisa ditebak, yang akan dilakukan tidak bisa diprediksi, hanya berharap semoga tidak berniat membunuh seperti dulu.

Lama hanya diam sebelum Reiki satukan juga bibir mereka, melumat lembut bibir Radia, hanya sebentar karena Radia terus menggerakkan kepala.

"Heuk ..!" Radia tercekat merasakan leher ditekan hingga kesulitan bernapas, menatap mengiba pada laki-laki itu berharap mendapat belas kasihan sedikit saja.

"Rhe- ... hek- ..."

Reiki lepas cekikan di leher saat melihat gadis itu sudah megap-megap dengan mulut terbuka seperti ikan kehabisan oksigen. Detik selanjutnya mencium lagi, memanfaatkan kondisi terguncang Radia untuk menyesap dalam bibir itu.

Radia menangis di sela pagutan, lengan sakit dan perih, tangan Reiki menangkup pipinya agar tidak banyak bergerak.

Lama bergulat dengan bibir yang seperti permen untuk Reiki, akhirnya melepas ciuman setelah puas menguras oksigen dari paru-paru Radia, mengusap lembut wajah sembab dipenuhi air mata itu.

Dada Radia naik turun dengan cepat, sesak, tenggorokan sakit, Radia ingin berhenti menangis sejenak untuk mengatur napas tapi tidak bisa, airmata terus meluncur sebagai tanda ketakutan dan putus asa.

"Tiga jam lu pergi," gumam Reiki dengan suara serak.

Radia masih sesegukan menahan isakan.

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang