28

1.3K 125 16
                                    

***

"Queen," gumam Zaki dengan sorot lurus pada korban tembakan, kerutan muncul di dahi Rama yang bisa mendengar.

Cengkeraman Zaki menguat, mengunci tubuh Rama seakan ingin mematahkan tulang demi tulang, kemarahan merebak dari aura dan tatapan yang biasa tengil tak pernah serius.

"Hidup lu bakal kayak di neraka kalo sampe Queen gua kenapa-napa, Ram," geram Zaki rendah.

Rama mendesis ngilu saat lengan semakin dipelintir kuat.

Reiki yang sama terkejutnya mendengar letusan pistol berhenti menghajar, merasa suasana mendadak hening, menoleh menyadari semua mata tertuju ke arah belakangnya, jalur napas seakan tersumbat melihat punggung yang amat dikenali berdiri goyah.

Reaksi tubuh Reiki lebih cepat daripada otak, berbalik untuk menangkap tubuh yang ambruk, memangku sebelum menyentuh tanah.

Radia terbatuk mengeluarkan darah dari mulut, tangan menyentuh perut bagian kiri yang terasa panas sekaligus sakit luar biasa, meski peluru sedikit meleset dari jantung berkat Zaki, tapi tetap terkena tembakan itu.

Menjadikan tubuh sebagai pelindung punggung Reiki adalah hal ternekat yang pernah Radia lakukan selama hidup.

Darah segar merembes dari hasil masuk timah panas menembus daging, membuat gaun tidur Radia semakin banyak bernoda cairan merah pekat berbau besi berkarat.

Mata Radia menutup sejenak, lalu membuka dengan sorot sayu, rasa sakit di perut teramat sangat, seperti ada yang mengoyak organ dalam dengan besi panas. Ditambah sesak di dada hingga untuk menarik napas pendek saja seperti erangan orang sekarat.

"Ra, kenapa," gumam Reiki dengan suara tercekat, menyentuh pipi Radia begitu lembut seakan takut menambah rasa sakit.

Reiki duduk di tanah dengan memangku kepala Radia, satu tangan menahan rembesan darah dari tembakan Rama, membuat tangan ikut kotor dengan darah.

"M-Ma-af," lirih Radia dengan napas tersengal, efek dari timah peluru menimbulkan rasa sakit luar biasa seperti mematikan seluruh saraf.

Belum lagi segala rasa sakit yang Rama torehkan sebelumnya, perlahan tapi pasti itu membuat Radia kesulitan mempertahankan kesadaran untuk tetap dalam raga.

Mata yang biasa lembut itu kini berkaca-kaca menatap Reiki, banyak perasaan berkecamuk dalam sorot pandang Radia sekarang.

"Gua nyelametin lu ... gua bakal nyelametin lu, Ra. Jangan nangis, jangan takut, gua di sini," bisik Reiki amat pelan dengan jarak wajah hanya beberapa inci dari wajah kusam Radia.

Melihat kondisi Radia sekarang, Reiki di antara panik, marah, dan takut, suara bergetar membujuk, bahkan keringat dingin membanjiri tubuh seakan dia yang sedang sekarat.

Sekali lagi Radia menarik napas dengan erangan lemah, menelan ludah perih, setitik airmata akhirnya luruh dari sudut mata.

Ingin rasanya hanya menatap wajah Reiki sekarang yang berlatar belakang langit malam tanpa satupun bintang. Walaupun banyak kalimat yang ingin diutarakan, tapi kondisi memaksa mencoba memilih hanya kata berarti untuk dikeluarkan.

"R-Re-Rei ... ja-ngan ... b-be-beran-tem lag-ih ..." lirih Radia tersendat-sendat.

Reiki kelabakan saat darah mengalir dari sudut mulut Radia yang bicara lemah, menggeleng gusar meminta Radia berhenti bicara saat mulut akan mengeluarkan suara lagi.

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang