4

2.9K 181 14
                                    

***

Hari ke dua Radia membuka mata di kamar ini, mulai sehat daripada kemarin yang hanya berbaring di kasur karna sama sekali tidak bertenaga. Radia regangkan otot tubuh sambil menguap, sedikit meringis merasakan kaki nyut-nyutan.

Pagi ini Radia merasa puas tidur semalaman di gulungan selimut. Menyibak selimut lalu menurunkan kaki ke lantai, sesaat menghela napas panjang sebelum berusaha berdiri. Suara pintu dibuka membuat Radia mengurungkan niat dan mengangkat pandangan dari kaki.

Terlihat Reiki di ambang pintu membawa nampan yang diduga sarapan.

Kemarin malam, saat mengambil piring bekas makan malam dan memberi obat, laki-laki itu juga memberikan sebuah baju kaos polos untuk dipakai, oversize untuk ukuran tubuh Radia. Membuat Radia terheran dan bingung harus menganggap orang ini jahat atau baik.

Tatapan Radia menyorot kosong pada nampan yang diletakkan di sampingnya di ranjang. Reiki menegakkan tubuh setelah meletakkan nampan, tangan menyelip di saku celana menatap Radia datar.

Reiki tetap tenang di posisi menatap gadis itu, kini mengobservasi dari atas ke bawah. Menyadari rambut hitam itu kusut dan baju yang sudah sedikit kumal. Lilitan perban di kaki sedikit rusak, mungkin karna dibawa tidur.

Kemarin Reiki melepas seluruh pakaian Radia, dengan usaha keras menahan hasrat laki-lakinya, berhasil menyeka seluruh luka dan lecet di tubuh Radia dengan air hangat, agar tidak infeksi dan demam.

Menit berlalu, Radia tidak kunjung membuka suara. Hanya menunduk memilin baju kaos ragu untuk mengutarakan pertanyaan yang sudah lama bercokol dalam hati.

Reiki berbalik berniat keluar kamar setelah dirasa tidak ada obrolan yang akan terjadi.

"K-Kenapa aku dibawa ke sini?" tanya Radia tiba-tiba buka suara, tergagap karna takut dan gugup.

Berhasil membuat Reiki berhenti, dan berbalik lagi menghadap Radia.

"Satu pertanyaan," kata Reiki mengangkat satu jari.

Radia mengangkat kepala dengan kening berkerut tidak mengerti, menunggu lanjutan kalimat Reiki lagi tanpa berani menatap mata.

"Lu ngerasa kenal gua?" tanya Reiki melanjutkan kalimatnya.

Kerutan di dahi Radia bertambah, lalu menggeleng. Tidak mungkin mereka saling kenal, Radia baru saja ke ibukota, jadi tidak ada kenalan yang didapat selain keluarga ayahnya.

"Hm, ya udah," gumam Reiki begitu melihat gelengan Radia.

"A-Aku ... aku baru di Jakarta. Gak mungkin ki-kita saling kenal," cicit Radia pelan tergagap.

Reiki maju selangkah membuat Radia menegang, khawatir perkataannya membuat laki-laki itu marah atau tersinggung.

Tapi bukahkah memang benar mereka tidak saling kenal?

Radia tersentak saat dagu diangkat hingga menatap wajah tampan dengan surai pirang pudar itu. Reiki mencondongkan tubuh pada Radia yang duduk di sisi kasur. Anting hitam di cuping telinga dan kalung perak penggantung di lehernya dengan bandul huruf R, kini baru disadari Radia dari Reiki.

"Coba liat muka gua lima detik aja," kata Reiki setengah memerintah.

Radia menelan saliva susah payah saking gugupnya berhadapan begitu dekat. Jarak mereka hanya terpisah satu langkah, membuat Radia bisa mencium wangi maskulin dari tubuh laki-laki di depannya. Mata Radia bergerak gelisah ke segala arah dan itu diketahui Reiki.

"Liat ke arah gua dan pastiin lagi apa kita pernah ketemu," kata Reiki kini memerintah mutlak, menguatkan cengkraman pada dagu Radia.

Keringat dingin menggantung di pelipis Radia, jari semakin memilin baju di bagian perut dengan gugup.

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang