***
Laki-laki yang sempat Radia lihat pada malam saat sakit dulu, mengikuti Reiki masuk ke kamar, itu Zaki.
"Halo, Queen," sapa Zaki, menyembul dari belakang Reiki dengan senyum cerah.
Melewati Reiki, Zaki mendekati tempat Radia duduk seperti boneka manekin, mengabaikan decakan kesal yang terdengar dari Reiki.
"Masih inget gua, kan? Gak mungkin lupa lah, ya," tanya Zaki begitu sudah di samping Radia.
Mengangguk, Radia ingat Zaki, si pemberi permen karet yang sampai sekarang masih Radia simpan di laci meja nakas.
"Sekarang gua nepatin janji, ke sini bawain lu coklat sama es krim. Nih," kata Zaki sambil menyodorkan plastik putih berlogo Alfamart.
Radia menerima dan melihat isi plastik, mulut masih terkatup rapat, lalu perlahan mengambil kotak berembun dari dalam plastik itu. Sebuah es krim tiga rasa, tidak hanya satu kotak, tapi tiga dengan ukuran berbeda-beda. Satu plastik lain berisi beberapa bungkus coklat dan sekotak besar lainnya.
"Yang coklat di kotak itu, sengaja gua pesenin. Itu asli dari Belgia," beritahu Zaki menunjuk kotak berwarna biru mengkilap yang Radia letakkan di atas meja.
"Makasih," ucap Radia benar-benar terharu sekarang.
Radia menoleh kali ini dengan senyum manis, sebelumnya tidak pernah dibelikan makanan mahal seperti ini. Coklat dan es krim yang Radia beli biasanya hanya versi murahan dan tersebar di warung-warung saja.
"Manis banget Gusti, senyumnya. Iya, sama-sama," erang Zaki seakan tulang menghilang dari tubuh hingga lunglai di lantai.
Radia tertawa geli melihat Zaki berlagak seperti jelly jatuh, tawa pertama yang dilihat Reiki sejak pertama Radia di sini. Juga tawa termerdu bagi Zaki yang sekarang terpaku, sesaat kemudian, laki-laki berambut merah bata itu menoleh pada Reiki yang berdiri menjulang di dekat kakinya.
"Rei, gua bawa pulang aja Queen, ya. Please, gua jagain baik-baik kok. Gak bakal gua apa-apain, sumpah. Kalo perlu gua pajang aja di lemari kaca dalam kamar gua," pinta Zaki mengatup dua tangan di depan dada.
Reiki menatap sahabat tengilnya itu dingin, mendekat lalu mengangkat kaki di atas perut Zaki bersiap menginjak, membuat Zaki sontak berguling ke samping menghindari kaki itu.
Reiki melangkah lagi, kali ini ingin menendang kepala Zaki. Tapi dengan gesit juga Zaki melompat bangun hingga tendangan itu hanya mengibas udara.
"Bosen napas?" tanya Reiki sengit.
"Ampun! Becanda gua, Rei," panik Zaki segera lari menghindar.
Melompati meja dan bersembunyi di belakang Radia yang langsung berjengit, menutup mulut dengan tangan, menegang saking terkejutnya.
"Gak serius gua, suer dah." Zaki mengacungkan dua jari dari balik punggung kecil Radia.
Mencari perlindungan dengan menjadikan tubuh mungil Radia sebagai tameng, padahal posisi itu jelas terbalik. Menjauhi kengerian Reiki saat marah adalah hal utama, Zaki masih sayang nyawa untuk berani melawan laki-laki itu.
Reiki mendekat masih dengan menatap tajam Zaki yang bersembunyi, keinginan untuk menghajar manusia kelewat gabut itu diurungkan saat melihat tatapan gentar Radia padanya.
Menghembuskan napas kasar, lalu duduk di sofa samping Radia membuat Zaki semakin waspada. Gadis itu menelan ludah kering, melirik tangan Zaki yang bertengger di bahunya.
Tersentak Radia saat tiba-tiba Reiki menariknya mendekat, tidak kasar tapi cukup untuk membuat pegangan Zaki terlepas.
"Sini. Gak usah deket-deket kuman," kata Reiki menggeser Radia untuk lebih dekat padanya. Satu tangan merangkul bahu Radia untuk bersandar di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me { Tamat }
Teen Fiction[ Villain Angels Universe ] [ 🔞 Mature Content ] *** "K-Kenapa aku dibawa ke sini?" tanya Radia tergagap karena takut dan gugup. "Satu pertanyaan," kata Reiki mengangkat satu jari. "Lu ngerasa kenal gua?" tanya Reiki melanjutkan kalimatnya. "A-Aku...