15

1.9K 149 18
                                    

***


"Ra? Hey, gua di sini. Tenang." Reiki cepat mengubah posisi tidur Radia, menarik agar menghadap ke arahnya, membelakangi jendela.

Radia mengangkat wajah saat tangan dituntun untuk memeluk tubuh kekar Reiki, sedikit menyipitkan mata menyesuaikan penglihatan di situasi gelap.

Reiki mengecup singkat pelipis Radia sebelum memeluk tubuh kecil itu dan mengusap lembut punggung sambil berbisik mengatakan tidak akan terjadi apapun.

Radia masih sedikit gemetar, tapi sudah tidak setakut tadi, memeluk dengan meremas baju bagian belakang Reiki erat.

"Kenapa gak nyalain lampu?" tanya Radia saat menyadari suasana kamar gelap.

"Lu takut gelap?" tanya balik Reiki, setaunya Radia tidak phobia kegelapan.

"Gak ... sih," balas Radia pelan, teredam pelukan.

"Ya udah biarin aja kalo gitu. Nanti aja nyalainnya," kata Reiki enteng. Mendekap seperti guling, dalam hati mengatakan gadis itu hanya miliknya.

Radia menggangguk mengerti, posisi pelukan mereka membuat puas mencium aroma parfum mint-maskulin Reiki. Risih dan tidak nyaman yang pernah dirasakan dulu setiap melakukan kontak tubuh dengan Reiki, kini tidak dialami lagi. Sekarang hanya rasa nyaman yang sering ada.

"Rara takut. Rara- ... Mama Rara takut. Tolong." Radia kecil meringkuk ketakutan di pojok kursi kelas saat hujan badai datang di saat berada di sekolah.

"Ra? Rara ini Kak Kiki! Rara jangan takut."

Radia membuka mata saat merasakan seseorang meraih pergelangan tangannya untuk keluar dari sudut kelas. Mata berembun kesulitan mengenali siapa orang itu, tapi dari suara saja sudah cukup membuatnya tau. Dengan cepat bangkit dan memeluk orang itu erat.

Selain takut ketinggian, Radia juga takut petir. Sebenarnya tidak takut hujan, hanya takut pada suara yang dimunculkan saat hujan badai. Seperti gemuruh, guntur, kilat dan petir, karena Radia mudah terkejut.

Lama saling peluk dalam keheningan, hingga tidak terasa Reiki malah tertidur. Usapan tangan pada kepala belakang berhenti, membuat Radia yang sudah terhanyut hampir tidur kembali, jadi mengernyit.

Radia mengangkat wajah dari dada, menatap laki-laki itu yang ternyata menutup mata. Menggeser tubuh sediki dengan hati-hati, mensejajarkan wajah dengan Reiki untuk lebih jelas menatap.

Dalam tidur, Reiki mengeratkan lingkaran lengan dan kaki pada tubuh Radia, memonopoli raga itu, membuat tidak bisa bergerak apalagi menolak.

Gadis itu menatap lama setiap inci wajah Reiki, jari lentik menyentuh dari dahi, turun ke alis, mata, hidung, pipi, rahang, dan terakhir bibir. Menikmati waktu melihat ciptaan Tuhan yang indah di depan mata sekarang.

"Apa iya aku lupain kamu," bisik Radia amat pelan. Gerakan tangan berhenti di pipi Reiki, dan mengelus lembut.

Perlahan mata itu terbuka, hanya sedikit dan nampak sayu, mendapati Radia tengah menatap, laki-laki yang biasa berwajah dingin itu menarik sedikit ujung bibir membentuk senyum di tengah rasa kantuk.

Tangan Reiki yang semula di pinggang gadis itu menarik semakin dekat hingga hidung mereka hampir bersentuhan, mata mengantuk kembali terpejam dengan hela napas teratur.

Radia mengangkat tangan dari pipi Reiki, beralih mengalung ke leher dan ikut memejamkan mata kembali. Masih sempat Radia rasakan kecupan singkat di bibir, tapi enggan membuka mata dan memilih diam.

'Aku harus inget,' batin Radia bertekad.

***

Radia yang sedang menikmati makan malam sendirian di dapur terlonjak kaget mendengar gebrakan pintu apartemen, dan gerakan sendok di depan bibir terhenti sejenak, menatap sekat ruang makan.

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang