31

1.3K 121 15
                                    

***

Reiki selalu mengagumi semua hal pada Radia, ari atas kepala hingga ujung kaki, dari yang di luar sampai di dalam, sifat, sikap, suara, tawa, senyum, intinya semua. Tidak ada yang tau, Radia itu obsesi Reiki sejak dulu, menatap dari jauh saja tidak cukup.

"Ra." Reiki membuka suara setelah hanya diam menunggu selama lima belas menit tiba di kamar rawat.

Ranjang rawat yang harusnya hanya untuk satu pasien kini dihuni berdua, rengekan kecil Radia berhasil membuat Reiki ikut tiduran. Sebenarnya sedikit heran kenapa Radia jadi agak manja, terkesan tidak ingin lepas, tapi juga senang akan hal ini.

"Iya?" sahut Radia pelan, pandangan kosong menerawang menjadi fokus menatap Reiki.

Posisi keduanya saling memeluk, berbagi kehangatan di bawah selimut kecil.

"Maaf, karena gua, lu jadi luka dan harus dirawat gini," ucap Reiki benar-benar tulus meminta maaf, kalimat permintaan yang tidak akan pernah mudah diucapkan pada siapapun. "Harusnya gua yang ditembak malam itu, bukan lu," lanjutnya getir.

Menatap lekat mata yang terbiasa tajam kini terlihat berkabut penyesalan, Radia jelas tau tembakan itu untuk Reiki. Timah panas itu untuk mengakhiri hidupnya, Rama sendiri yang mengatakan, tapi karena Radia memblokir, dan Zaki sempat berusaha memelesetkan bidikan, jadi bagian perut yang terkena.

Radia tersenyum kecil, menarik tangan dari balik baju Reiki lalu menyibak baju pasien yang dikenakan. "Pelurunya udah dikeluarin, kan? Bentar lagi juga sembuh, walopun nanti pasti ada bekasnya, gakpapa," katanya santai memperlihatkan perut yang dililit perban.

Reiki mengelus perban di perut dengan lembut, menyusuri ke pinggang, lalu meletakkan tangan di pinggul gadis itu. Radia mengangkat dua tangan ke udara, memperlihatkan luka-luka gores yang sudah sembuh tapi meninggalkan bekas juga.

"Ini, mungkin bakal jadi bekas seumur hidup, tapi setidaknya bukan nyawa kamu yang ilang," ujar Radia lagi dengan senyum manis hingga mata menyipit.

Reiki tertegun menatap luka-luka di lengan dan bahu Radia, tercipat dari duri bunga mawar yang Rama pukulkan malam itu. Sekarang sudah sembuh, tapi daging menutup itu tetap terlihat menjelaskan bahwa pernah ada luka di sana.

"Boleh aku minta satu hal?" tanya Radia saat tidak mendapati balasan Reiki,  terlihat melamun.

Reiki mengangkat alis. "Semua hal bakal gua kasih kalo lu yang minta," katanya.

Radia membalas dengan senyuman. "Apa bisa, kamu gak usah ikut geng-gengan itu lagi?" pintanya dengan penuh permohonan.

"Kejadian malam itu mungkin cuma salah satu dari sekian banyak rencana orang-orang yang mau habisin kamu," lanjut Radia merasa Reiki masih mendengarkan, berniat membujuk keluar dari dunia kelam jalanan.

"Nanti gua pikirin," balas Reiki kemudian setelah hening beberapa saat.

Radia tersenyum kembali, sedikit tidak menyangka jawaban Reiki akan secepat ini, dan itu membuat cukup lega, setidaknya Reiki akan memikirkan permintaan itu.

"Bukan demi siapa-siapa, tapi demi diri kamu sendiri. Kalo kamu mati, aku sama siapa," kata Radia serius, mengelus punggung Reiki ringan.

"Udah berapa tahun, kamu gak beliin aku es krim," tambah Radia lebih pelan tanpa menatap lawan bicara.

Laki-laki itu mengedip pelan, sedetik kemudian membelalakkan mata.

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang