***
Perkataan Radia terhenti saat kaki beralas sepatu karet hitam itu terselepet saat menuruni tangga. Hampir menggelinding jatuh jika saja tangan tidak ditangkap Reiki dengan cepat dan dipegangi erat.
"Hati-hari, Ra," peringat Reiki karna tubuh kecil itu berdiri dengan oleng.
Radia mengangguk dengan pandangan menunduk, kepala pusing yang ditahan sejak tadi kini semakin terasa berat. Pandangan Radia bergelombang seperti naik kapal.
Ugh, kenapa pusing tidak mereda sejak tadi pagi, padahal sudah minum obat.
Reiki menilik wajah anak itu yang pucat. Kenapa baru sadar, Radia terlihat pucat dari biasanya. Senyum bocah itu yang membuat Reiki tidak menyadari keganjilan.
"Rara sakit?" tanya Reiki sambil mengusap keringat dingin di pelipis Radia.
Radia menoleh, lalu menggeleng untuk mengelak. Baru ingin membuka mulut, tapi langsung ditutup dengan tangan dan berlari menuruni tangga. Reiki yang terkejut langsung ikut menyusul gadis kecil itu.
Terlihat Radia merunduk ke arah tong sampah, memuntahkan isi perut yang berupa sarapan tadi pagi. Begitu selesai muntah, kaki Radia lemas seketika dan hanya bisa berjongkok di dekat tong sampah sambil meremas baju seragam di bagian perut.
Reiki mendekat dan melepas satu kancing baju seragam Radia teratas untuk anak itu bisa menarik napas lebih lega.
"Rara ada bawa minyak kayu putih?" tanya Reiki dengan riak khawatir di wajah, merogoh saku baju dan rok Radia, tapi tidak menemukan botol kecil yang dicari.
Radia menggeleng, sudah duduk sepenuhnya di lantai.
"Ada di tas, tapi tas dibawa Mama," lirih Radia lemah.
Reiki mengusap jejak muntahan di bibir Radia dengan tissu basah yang selalu dibawa di saku celana. Tidak ada minyak kayu putih di tas Reiki, karna tidak berpikir akan dibutuhkan saat ini.
"Kita pulang ya, beli Es krim nanti aja," kata Reiki yang berjongkok di samping Radia.
Bocah perempuan itu nampak ingin protes tapi kemudian mengangguk saat merasa tubuh benar-benar lemas. Mengusap keringat dingin yang terus mengucur di pelipis dengan lengan.
"Ya udah, Kak Kiki gendong," kata Reiki lalu merubah posisi membelakangi Radia.
Menunjuk punggung untuk mengisyaratkan Radia naik. Sesaat Radia ragu tapi segera mengalungkan lengan ke leher Reiki.
Reiki menyelipkan tangan di lipatan kaki Radia sebelum berdiri. Radia letakkan pipi ke pundak Reiki dengan tatapan ke arah sisi kiri, mata setengah tertutup.
"Rara berat, ya?" tanya Radia pelan begitu Reiki sudah melangkah menuju pagar sekolah.
"Gak," jawab Reiki cepat dan singkat.
Ini bukan kali pertama Reiki menggendong Radia, hampir satu tahun mereka berteman cukup untuk Reiki mengenal seluk beluk gadis kecil itu. Kebiasaan dan ketidaksukaan Radia pada sesuatu adalah hal mudah untuk diketahui.
"Es krimnya besok, ya Kak," kata Radia lagi masih dengan suara pelan.
"Hm. Kalo Rara sembuh," balas Reiki ringan, melewati gerbang menyusuri pinggir jalan raya.
"Rara gak sakit, cuma lemes aja," elak Radia, mengeratkan lingkaran lengan di leher Reiki saat posisi gendongan dibenahi.
"Kalo gitu nunggu Rara gak lemes lagi," kata Reiki tetap lempeng.
Terasa Radia mengangguk kecil di punggung Reiki, setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara mereka sepanjang jalan, hanya suara kendaraan yang melewati terdengar. Napas Radia teratur menerpa bahu Reiki, mata tertutup sepenuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me { Tamat }
Teen Fiction[ Villain Angels Universe ] [ 🔞 Mature Content ] *** "K-Kenapa aku dibawa ke sini?" tanya Radia tergagap karena takut dan gugup. "Satu pertanyaan," kata Reiki mengangkat satu jari. "Lu ngerasa kenal gua?" tanya Reiki melanjutkan kalimatnya. "A-Aku...