16

1.7K 145 31
                                    

***

Jujur saja sebenarnya punggung Radia sudah kesemutan, pegal dan susah bernapas dengan leluasa. Setelah menimbang-nimbang apakah harus merubah posisi, Radia memutuskan membiarkan saja Reiki seperti sekarang karena tidak tega.

Hampir Radia ikut tidur jika saja Reiki tidak tiba-tiba terkesiap dan mengangkat kepala menatap pintu.

"Kenapa?" tanya Radia bingung, situasi itu juga dimanfaatkan untuk menyamankan posisi duduk.

"Ada suara tembakan, lu gak denger?" tanya Reiki langsung duduk tegang.

"A-Apa?"

Radia berkerut dahi, jelas tidak mendengar apapun, karena memang tidak ada suara sama sekali saat ini. Radia ikut duduk tegang melihat Reiki serius, panik lagi seperti tadi.

Demi Tuhan, Radia lelah, ingin tidur, tapi kasihan dengan Reiki.

"Ayo pergi, Ra!"

Reiki raih tangan Radia untuk ditarik berdiri, terhuyung-huyung Radia mengikuti seperti benar-benar dikejar waktu.

"Rei, tunggu! Tapi kita-"

"Mereka ngincer lu juga! Gua gak akan biarin mereka ngerebut lu dari gua, gak akan, Ra. Jadi tenang aja, gua abisin mereka," desis Reiki geram, memotong kalimat masih dengan menarik gadis itu.

Reiki membawa Radia menuju laci meja buffet, mengeluarkan sebuah tali dan mengikat pergelangan tangannya disatukan dengan Radia.

"Rei, itu gak-"

"Ssstt! Jangan banyak ngomong, lu cukup ikutin gua." Reiki memotong lagi dengan mendesis tajam.

Berpindah ke sebuah meja dan membuka laci paling bawah, terdapat sebuah kotak dan mengeluarkan isinya dengan tergesa-gesa.

Radia membolakan mata melihat revolver kini dipegang Reiki di tangan kiri.

Gila!

"Mereka bisa aja dulu ngebunuh Mama, tapi kali ini gak akan gua biarin mereka ngelukain lu," gumam Reiki, berdiri kembali dari jongkoknya.

Radia menggeleng panik.

Jika terus dibiarkan, Reiki bisa saja menembak orang tidak bersalah!

"Ayo, Ra," ajak Reiki lagi, akan keluar dari kamar itu.

"Aku gak mau." Radia memberanikan diri berhenti mengikuti arah tarikan Reiki.

"Ra, jangan ngebantah!" bentak Reiki setengah frustasi, menatap dengan mata memerah tidak fokus seperti beberapa jam lalu.

"Rei! Gak gitu!" Radia membalas dengan nada suara ikut naik satu oktaf, berharap kekacauan pikiran Reiki berhenti dan mau mendengarkan dulu.

"Terus apa?! Jangan bilang lu mau manfaatin keadaan buat kabur dari gua!" balas Reiki masih membentak, menatap tajam Radia, batal meraih gagang pintu kamar.

Radia tercengang, jika bukan dalam situasi serius, maka sekarang sudah memutar bola mata dan mengerang mendengar tudingan itu. Reiki bicara seakan di luar memang terjadi kerusuhan baku tembak, padahal ...

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang