9

1.9K 150 0
                                    

***

Berpangku kaki dengan siku diletakkan di sisi sofa single yang diduduki, sedangkan Zaki duduk di sofa panjang dengan serius.

Zaki menggeleng, "gua gak tau kalo itu."

Reiki menyandarkan kepala pada sandaran sofa, menyisir rambut ke belakang dengan sela-sela jari.

"Jadi Tante Sintya masih di kota itu?" tanya Reiki menggumam.

Zaki mengangguk, sesaat kemudian merogoh saku celana, mengeluarkan handphone.

"Gua kirimin alamatnya, siapa tau lu butuh entar," kata Zaki sambil mengetik sesuatu.

Detik berikutnya denting tanda pesan masuk terdengar dari handphone Reiki yang tergeletak di atas meja. Tanpa perlu mengecek, Reiki tau itu dari Zaki yang baru saja mengirimi alamat rumah ibu Radia.

Kini semua pertanyaan di kepala Reiki tentang ke mana Radia selama ini hampir semua telah terjawab. Hanya beberapa ganjalan saja lagi yang masih dipikirkan, dan itu bisa ditanyakan langsung nanti.

"Ngomong-ngomong, Rei." Zaki mencondongkan tubuh ke depan dengan alis terangkat.

"Hmm?" Reiki merespon cuek tatapan fokus pada beberapa lembar kertas di tangan yang mencakup data-data tentang Radia.

"Gua boleh ketemu Queen gak? Gua kang-" kalimat Zaki sengaja terhenti saat melihat delikan tajam Reiki padanya.

"Maksud gua, gua mau ketemu gitu. Gimana dia sekarang, gua mau nanya beberapa hal sama dia juga," koreksi Zaki cepat setelah berdehem pelan, meremang dengan tatapan belati Reiki.

"Dia gak bakal inget lu juga," balas Reiki enteng.

"Tau. Tapi setidaknya kenalan kali gitu," pinta Zaki lagi, kali ini mengeluarkan jurus memelas yang menjijikan bagi Reiki.

"Dia sakit," tolak Reiki tetap pada pendiriannya.

"Please, Rei, sekali aja." Zaki pun masih kukuh meminta.

Reiki letakkan kertas dan map di tangan ke atas meja, lalu bangkit berdiri. Jengkel juga lama-lama menerima tatapan anak anjing dari Zaki yang tidak ada imut-imutnya itu. Dengan senyum lebar Zaki mengikuti di belakang Reiki menuju kamar tempat Radia berada.

Radia mengangkat pandangan saat bunyi klek pelan terdengar dari arah pintu, tidak lama daun pintu itu bergerak terbuka, didorong dari luar. Sosok Reiki masuk bersama seorang laki-laki yang tidak Radia kenal.

Terbungkus selimut hingga ke dagu, suhu tubuh Radia panas tapi gigi bergemeletuk kedinginan.

Meriang.

Radia menatap sayu pada Reiki yang mendekat, perlahan menggulirkan mata ke arah orang asing di samping Reiki yang menatap lekat padanya.

"Lu apain dia sampe pucet gitu, Rei?" tanya Zaki berbisik, menyikut pelan pinggang Reiki.

Tidak menggubris itu, Reiki sentuh pelan dahi Radia untuk mengecek suhu tubuh. Masih panas, tapi tidak sepanas tadi siang dan sore, makan malam juga sudah, meskipun tidak habis.

"H-Halo, gua Zaki," sapa Zaki kikuk, mengangkat tangan seperti menyapa pejalan kaki.

Kening Radia mengernyit, cengkraman di selimut mengencang waspada. Penampilan Zaki terlihat lebih berandal dari Reiki, tindik di kedua telinga, tato di nadi tangan sebelah kanan, dan baju urakan serta celana robek-robek.

"Gua temennya Rei, oke? Jangan takut," kata Zaki memperkenalkan diri sambil menepuk pelan bahu Reiki saat menyadari tatapan awas itu.

Radia menatap Reiki lagi, lalu pada Zaki, dan akhirnya mengangguk saja.

Stay With Me { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang